Hari ini kita bertemu dengan Dr. Dinna Wisnu Ph.D yang adalah co founder dan direktur program pasca sarjana Universitas Paramadina. Kita akan membicarakan British Exit (Brexit). Bagi saya pribadi Brexit sangat memukau karena kita tahu itu sangat di luar dugaan dan ke depannya juga sangat menimbulkan spekulasi.
Dinna Wisnu mengatakan Uni Eropa adalah suatu sistem yang sangat kompleks. Jadi proses pengambil keputusan di Uni Eropa seperti aturan dasar, kontrak, dan segala macamnya sangat detail. Aturannya tidak hanya di lapisan eksekutif, Uni Eropa juga ada berbagai macam lapis pengambil keputusan. Ada Dewan Menteri dan masih ada lapisan legislatif. Kalau kita membayangkan orang Inggris tidak puas terhadap Uni Eropa maka itu tidak puas dengan sistem yang mana? Itu karena sebenarnya ini sejarah yang panjang dan semua terlibat di awalnya. Hanya saja ketika ada dinamika politik ketidakpuasan di dalam negeri, kemudian mungkin ada ketidakmampuan negosiator mereka untuk menyampaikan kepentingannya di tingkat Uni Eropa, di Bussel, maka konsekuensinya ketidakpuasan pada Uni Eropa. Dia pribadi melihat Brexit ini awal dari satu periode yang lebih ramai di Uni Eropa.
Yang Jelas Eropa tidak lagi kuat dan stabil seperti dahulu. Kedua, para pemimpin Eropa pasti sedang berpikir bagaimana cara mereka dapat berjalan sebagai kesatuan. Kalau melihat relasi politik, mereka tidak akan adem ayem seperti sekarang. Bayangan Eropa yang stabil dan kondusif sudah tidak ada lagi di agenda kita, mereka lebih ramai suasananya.
Berikut wawancara Perspektif Baru dengan Wimar Witoelar sebagai pewawancara dengan narasumber Dinna Wisnu Wawancara lengkap dan foto narasumber dapat pula dilihat pada situs http://www.perspektifbaru.com. Lewat situs tersebut Anda dapat memberikan komentar dan usulan.
Mengapa hasil referendum British Exit (Brexit) begitu diluar dugaan. Bahkan David Cameron yang mengambil inisiatif referendum, yang seharusnya dia tidak pro dan juga kalau mau bisa saja tidak mengelar referendum, kelihatannya sangat kaget dan dengan sendirinya mengundurkan diri. Tapi orang yang menggantikannya juga mungkin belum berani. Lalu, mengapa pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn menjadi goyah dengan memecat setengah kabinet bayangannya dan bahkan dia dituntut mundur. Pokoknya orang-orang ini baik yang pro dengan keputusan leave (hengkang dari Uni Eropa) maupun yang tadinya ingin remain (tetap bergabung dengan Uni Eropa) semua sama-sama seperti caught off guard. Mengapa kira-kira bisa begitu?
Kalau kita bicara tentang Brexit, pertama sekali adalah orang sangat percaya, bahkan rata-rata pemimpin Eropa percaya, konsekuensi keluar dari Uni Eropa sebenarnya akan lebih banyak menimbulkan uncertainty (ketidakpastian). Jadi secara logis kalau orang peduli untuk perbaikan kondisi ekonomi di Uni Eropa, yang jelas sampai sekarang masih belum mencapai titik optimal sejak krisis pada 2009, sebenarnya justru menjadi satu titik yang kurang baik jika terjadi Brexit. Berarti akan banyak proses yang dilalui untuk transisi yang juga untuk dunia bisnis jelas ada ketidakpastian cukup panjang. Jadi secara logis orang berpikir semestinya orang tidak akan memilih ke sana. Namun orang juga lupa bahwa di sisi lain ada komponen kelompok-kelompok sayap kanan yang berkembang sangat pesat di Eropa. Mereka memilih untuk melampiaskan ketidakpuasan atau kekecewaan mereka terhadap sistem kepartaian di rata-rata negara Eropa dengan cara seperti ini. Saya kira pemimpin Inggris David Cameron memang terlalu percaya diri. Justru saya kaget juga ketika dia terus terang mengatakan bahwa keinginan dia untuk melakukan referendum ini sebenarnya dia sendiri tidak ingin keluar. Apakah itu sebetulnya hanya untuk membuktikan saja, atau show off saja? Iya, tapi kita sudah melihat cukup banyak contoh referendum yang terjadi di belahan dunia, bahkan kita pun pernah mengalami referendum di Timor-Timur. Jadi untuk keputusan keputusan yang penting seperti itu dengan mengikutsertakan masyarakat maka perhitungannya harus lebih panjang.
Betul karena tidak semua masyarakat mengerti. Di Inggris kita lihat setelah keluar hasil referendum Brexit malah Google mencatat banyak sekali pertanyaan apa itu Uni Eropa? Orang mengatakan kalau referendum seperti itu orang tidak memilih atas dasar isu tapi emosi. Tadi Anda mengatakan tokoh Sayap Kanan seperti Jean-Marie Le Pen di Prancis langsung mendukung. Nah, di Jerman, Prancis, Spanyol akan ada pemilihan umum. Apakah hal ini akan membuat Sayap Kanan menular tambah kuat?
Sayap Kanan memang belum ada lawannya. Saya kira secara politik mereka mempunyai peluang untuk hidup, sampai akhirnya masyarakat sendiri bisa melihat apa konsekuensi dari pilihan-pilihan yang ditawarkan Sayap Kanan. Saya kira ini akan masih tumbuh. Jadi memang dalam setiap demokrasi kita harus siap menghadapi swing dari kiri ke kanan yang kadang membuat pusing. Tapi itulah kenyataannya dan problem yang paling besar adalah terkait dengan Uni Eropa.
Uni Eropa adalah suatu sistem yang sangat kompleks. Jadi proses pengambil keputusan di Uni Eropa seperti aturan dasar, kontrak, dan segala macamnya sangat detail. Aturannya tidak hanya di lapisan eksekutif, Uni Eropa juga ada berbagai macam lapis pengambil keputusan. Ada Dewan Menteri dan masih ada lapisan legislatif, sehingga untuk yudikatif pun mereka ada arah ke sana. Kalau kita membayangkan orang tidak puas terhadap Uni Eropa maka itu tidak puas dengan sistem yang mana? Itu karena sebenarnya ini sejarah yang panjang dan semua terlibat di awalnya. Hanya saja ketika ada dinamika politik ketidakpuasan di dalam negeri, kemudian mungkin ada ketidakmampuan negosiator mereka untuk menyampaikan kepentingannya di tingkat Uni Eropa, di Bussel, maka konsekuensinya ketidakpuasan pada Uni Eropa. Kalau saya melihat Brexit ini awal dari satu periode yang lebih ramai di Uni Eropa.
Uni Eropa juga menjadi kambing hitam. Tidak selalu orang yang memilih untuk keluar memang mengerti Uni Eropa. Itu protes lokal. Hal itu sama dengan di sini juga barangkali bahwa ada orang yang bersikap xenophobia, yaitu ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain, tidak senang orang asing, bersifat anti Barat, dan sebagainya. Sebetulnya itu aksi protes status politik di sini. Tapi, di Eropa yang mana yang paling rawan untuk mengalami suatu ketidakjelasan. Apa itu kira-kira yang menyebabkan gerakan semacam Brexit?
Uni Eropa belum sembuh dari krisis, dan sebenarnya orang-orang harus menyadari krisis tidak akan menyembuhkan mereka kembali ke saat masa kejayaan mereka dulu. Itu karena struktur demografi kemudian komposisi tenaga kerja mereka sudah tidak seperti dulu lagi. Mereka memang tidak bisa mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekali. Untuk perbaikan butuh extra ordinary agar bisa menyembuhkan yang lalu. Problemnya mereka mempunyai sistem, tidak hanya ketenagakerjaan tapi juga jaminan sosial, sudah sangat bagus dan tentu itu tidak gratis. Sebenarnya mereka harus dibiayai dari pertumbuhan ekonomi itu. Pertumbuhan ekonomi kurang baik, banyak imigran, uangnya dipakai ke sana sini.
Inggris mempunyai kekecewaan khusus terhadap Uni Eropa, yaitu mereka mendukung Uni Eropa untuk suatu agenda supaya bisa memperluas pasar mereka. Orientasi mereka sangat liberal, garis pemikiran kuat diantara mereka. Mereka membayangkan satu komunitas yang kemudian aturan-aturan yang rumit. Negara harus mematuhi ke situ sebelum akhirnya main keluar, tapi dia justru mau mengurangi regulasi supaya lebih mudah main di pasar Eropa. Pasar Inggris terbatas hanya 61 juta orang sementara kemampuan modal sangat besar karena itu mereka butuh market. Kalau dulu, pada zaman kolonialisme, mereka turun ke Asia namun sekarang tidak bisa lagi. Artinya mereka butuh ekspansi ke Uni Eropa. Role Uni Eropa lebih banyak kemampuan yang suspend akhirnya muncul kekecewan yang makin hari makin besar. Inggris memiliki kekhasan tersendiri, sehingga double masalah yaitu di Eropa dan masalah pribadi Inggris.
Kekuatan finansial Inggris yang menjadikan London pusat finansial, mungkin saja terpengaruh sekarang karena New York akan kuat menyaingi atau akan mendominasi. Itu kira-kiranya. Apa yang akan berubah di Inggris karena turun pamor sebagi eksportir?
Kalau saya melihat, David Cameron tidak sepenuhnya naif sewaktu melakukan tour Asia pada 2015. Bagi saya dia sudah ada sinyal bahwa Inggris harus ke luar, independen dari Uni Eropa. Jadi Kalau kita lihat ke Indonesia, dia juga sudah bicara langsung dengan Presiden Jokowi bahwa untuk mengeksplorasi kepentingan Investor dari Inggris ,dan kita tahu juga bahwa dia mendekati Tiongkok. Cina juga sudah mempercayakan diri untuk meletakan Inggris sebagai Hongkongnya Eropa, menjadi pusat perdagangan uang Yuan di Eropa. Bisa jadi dengan masuknya Yuan mempunyai special rates untuk bargaining points. Walaupun dia masih berat langkah keluar untuk Uni Eropa karena masih masa transisi sebenarnya dia masih bisa survive di di luar lingkar Uni Eropa.
Comments are closed.