

SAMARINDA. BERITAKALTIM.COM – Sejumlah Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapperda) DPRD Sumatera Utara menyambangi DPRD Kaltim, Kamis (17/11/2016). Kunjungan itu dalam rangka sharing penyusunan rancangan peraturan daerah tentang tata ruang wilayah.
Ketua Bapperda DPRD Sumut Astrayudha Bangun mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan pembahasan Raperda tentang RTRW. Dipilihnya Kaltim karena telah lebih dulu memiliki Perda tentang tata ruang wilayah.
“Pembahasan raperda cukup lama. Salah satu penyebabnya terlebih terjadi perubahan peraturan di tingkat pusat terkait penetapan kawasan hutan sehingga membuat pembahasan cukup alot karena sebagian wilayahnya telah menjadi perkampungan,” tutur Astrayudha didampingi koleganya Dewi, Utomo, Frans Togi, dan Yosi.
Oleh sebab itu pihaknya ingin mengetahui apakah Kaltim juga sempat mengalami persoalan serupa. Tak kalah penting juga bagaimana solusi yang diterapkan sehingga Perda RTRW mampu mewakili seluruh kepentingan masyarakat banyak.
Menanggapi hal itu Ketua Bapperda DPRD Kaltim Jahidin membenarkan bahwa Kaltim telah memiliki Perda tentang RTRW yakni Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah.
Ditambahkannya, proses pembentukan perda RTRW memakan waktu dua periode masa kerja dewan. “Mulai revisi dan dibicarakan secara mendalam sejak 2004 dan baru disahkan di akhir 2015. Berarti proses pengesahannya memakan waktu sampai 12 sebelum terbit Perda Nomor 1 Tahun 2016 Tentang RTRW,” kata Jahidin ketika memimpin rapat yang dihadiri Ketua Komisi II Edy Kurniawan.
“Adapun yang menjadi landasan hukumnya yakni UU 26 / 2007 tentang Penataan Ruang, UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP 68 /2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara, Perpres 3 /2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Kalimantan, dan lainnya,” sebut Jahidin.
Edy Kurniawan menyebutkan permasalahan yang ada dalam Pembahasan Perda Kaltim Tentang RTRW cukup kompleks, baik datang dari internal Kaltim maupun dengan pemerintah pusat.
“Pansus di kala itu cukup serius menangani pembahasan Perda ini sehingga Ketua Pansus disaat itu adalah ibu Veridiana mencoba untuk tetap fokus tentang pengaturan, pengelolaan, pengendalian dan pemanfaatan ruang sesuai dengan kewenangan yang diatur,” ujar Jahidin.
Ditambahkannya, sebenarnya secara garis besar untuk Kaltim berkaitan dengan tata ruang ada beberapa permasalahan yang ditemukan oleh pansus. Antara lain area luas tambang, alih fungsi bentang karst (gunung batuan kapur), permasalahan Taman Nasional Kutai (TNK),koordinasi dengan kepala daerah kabupaten/ kota terkait masukan terhadap isi draf raperda yang cukup lama.
Misalnya, kejelasan lahan milik pemerintah provinsi yang berada di perkotaan, atau payung hukum mengenai alih fungsi lahan milik pemerintah yang diubah menjadi taman kota atau sarana rekreasi hingga desakan perlunya perda RTRW disahkan tahun ini mengingat Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan setiap daerah harus segera mengesahkan RTRW untuk memuluskan rencana pembangunan.
Menangani permasalahan tersebut, Pansus membuat sejumlah agenda yang masuk dalam pembahasan tingkat pertama dan kedua. Antara lain berkoordinasi dengan sejumlah mitra kerja baik ke kabupaten/kota, hingga ke pemerintah pusat.
Berkitan dengan keberadaan tanah ulayat dan program nasional yang masuk kedalam kawasan hutan, lanjut Edy, Pemerintahan Provinsi Kaltim tetap mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang Undang Kehutanan, Undang- Undang Pemerintahan Administrasi dan aturan terkait lainnya. #adv/bar/yud/oke
Comments are closed.