Hari ini kita mendapat topik yang sangat penting dan juga tamu yang menurut kami tokoh utama 2016 yaitu Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Kita membicarakan topik mengenai pengakuan negara terhadap Hutan Adat.
Menurut Abdon, adanya surat keputusan pengakuan terhadap hutan adat seluas sekitar 13 ribu hektar memiliki arti sangat penting karena untuk pertama kali masyarakat adat oleh presiden dihadirkan di dalam sistem administrasi negara. Ini adalah suatu tindakan pengakuan yang bersifat administratif pertama bagi masyarakat adat setelah 71 tahun konstitusi kita atau 71 tahun Indonesia merdeka. Jadi kalau dilihat dari perspektif kebangsaan, masyarakat adat baru dianggap menjadi bagian dari bangsa Indonesia yaitu pada 30 Desember 2016.
Orang selalu melihat Masyarakat Adat dari cara hidup, tidak memandang secara utuh cara hidup itu dengan lingkungan sekitarnya. Menurut saya, inilah yang membuat kita saat ini krisis identitas karena kita tidak pernah menyatukan pandangan antara cara hidup kita dan kondisi lingkungan kita.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, negara besar dengan garis pantai yang panjang. Masyarakat Adat mampu mempertemukan bagaimana kita hidup dalam kondisi ekologi Indonesia. Ini bukan soal Hutan Adat, ini soal dignity, ini soal jati diri. Hutan Adat itu memang banyak bonusnya kalau kita pertahankan seperti iklim, pangan, air. Namun yang paling utama atas pengakuan Hutan Adat ini adalah jati diri bangsa Indonesia yang beragam, yang keberagamannya ditopang oleh ekosistem, salah satunya Hutan Adat. ini bukan sekadar kumpulan pohon, ini soal identitas sekumpulan manusia.
Berikut wawancara Perspektif Baru dengan Wimar Witoelar sebagai pewawancara dengan nara sumber Abdon Nababan. Wawancara lengkap dan foto narasumber dapat pula dilihat pada situs http://www.perspektifbaru.com Lewat situs tersebut Anda dapat memberikan komentar dan usulan.
Kita semua mendengar berita di hari terakhir 2016, yaitu pada 30 Desember, bahwa negara melalui presiden akhirnya mengakui Hutan Adat. Hal ini tentu merupakan hasil perjuangan bertahun-tahun. Bisa diceritakan bagaimana bentuknya, dan apa kata presiden mengenai pengakuan bagi Hutan Adat?
Yang disampaikan atau diserahkan oleh presiden kepada delapan komunitas adat adalah berupa penetapan hutan adat dan satu surat keputusan (SK) revisi areal konsensi PT TPL di Tanau Batak yang kemudian diserahkan ke masyarakat adat. Ini adalah suatu tindakan pengakuan yang bersifat administratif pertama bagi masyarakat adat setelah 71 tahun konstitusi kita atau 71 tahun Indonesia merdeka.
Jika dilihat dari jumlah yang tertera di dalam SK, memang luasannya kecil hanya 13 ribu hektar dari luasan 40 juta hektar hutan adat yang diperkirakan oleh AMAN. Namun ini menjadi sangat penting karena untuk pertama kali masyarakat adat oleh presiden dihadirkan di dalam sistem administrasi negara. Dengan demikian kalau presiden sebagai kepala negara mau hadir di tengah masyarakat adat, minimal sudah ada yang dia bisa kunjungi di sekitar 13 ribu hektar tersebut.
Tentu ada tugas berat selama periode Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena dia mengatakan di kantongnya sudah ada 12,7 juta hektar yang sebagian besar dia ingin kembalikan ke masyarakat adat. Artinya, ada tugas besar kita dalam dua setengah tahun periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. AMAN sudah menyerahkan 8,23 juta hektar peta wilayah adat, dan sekitar 5 juta hektar itu memang masih merupakan alam hutan terbaik di republik ini. Jika peta yang sekarang ini sudah kami serahkan ke pemerintah dilanjutkan prosesnya untuk statusnya menjadi sama dengan 13 ribu yang kemarin. Sebenarnya itu bisa diharapkan selama pemerintahan presiden Joko Widodo, kita bisa menyelamatkan hutan alam terbaik Indonesia sebanyak 5 juta hektar .
Apakah peristiwa ini dapat berkembang menjadi suatu pohon hukum yang besar yang menaungi hutan kita dengan cara yang belum pernah diberikan oleh negara sejak kemerdekaan?
Iya, sejak kemerdekaan jadi sudah 71 tahun. Ini pecah telor. Kalau dilihat dari perspektif kebangsaan, masyarakat adat baru dianggap menjadi bagian dari bangsa Indonesia yaitu pada 30 Desember 2016.
Sungguh tepat bahwa Bung Abdon Nababan meng-highlight atau menekankan arti besarnya dari pengakuan atau peresmian hutan adat karena itu juga menyatakan mengundang atau mengizinkan masuk masyarakat adat untuk pertama kalinya sebagai warga Indonesia sejak 17 Agustus 1945.
Hal itu penting karena sekarang di saat kita melihat dalam peristiwa lain pada November dan Desember 2016 ada tantangan bahkan perlawanan terbuka terhadap dasar negara, yaitu ingin memundurkan kepada yang sudah lama kita selesaikan soal pluralisme. Namun sekarang justru dengan tindakan ini negara Indonesia dimajukan beberapa tahap, mem-bypass banyak sekali proses yang tadinya dihambat dari mulai empat atau lima pemerintahan yang lalu, dan baru pada pemerintahan Jokowi dengan dukungan dan desakan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara kita kembali pada identitas atau memulai identitas baru untuk Indonesia ini.
Kita harus menyebarluaskan kesadaran ini kepada para pembaca. Mohon dicatat arti sejarah ini karena perjuangan masyarakat adat itu dilakukan 100% dengan moral, tanpa biaya, tanpa senjata, tanpa kekuatan. Sedangkan Indonesia sedang dikacaukan oleh uang, senjata, dan kekuasaan. Satu-satunya senjata perjuangan ini adalah momentum. Jadi diharapkan bahwa setelah pengakuan Hutan Adat 13.000 hektar akan menyusul menjadi berjuta-juta. Bagaimana kira-kiranya prospek megenai hal itu?
Saya optimistis terhadap prospeknya. Kalau kita lihat, tantangan kita hanya ada dua. Pertama, saat ini birokrasi kita masih lambat. Birokrasi kita sebenarnya masih birokrasi yang kita warisi dari Orde Baru. Jadi kalau revolusi mental masuk di birokrasi di tingkat pusat maka sebenarnya itu bisa cepat. Kedua, adanya resistensi dari para politisi daerah untuk mengakui masyarakat adat karena selama ini kekuasaan yang mereka dapatkan ditopang oleh kapital luar yang sebenarnya menjadi bagian dari proses perebutan kekuasaan daerah.
Kapital luar yang disalurkan melalui salah kelola hutan, salah kelola lahan, dan sebagainya.
Betul. Para politisi tersebut, yang sebenarnya mempunyai utang politik, menahan prosesnya. Namun sekarang banyak juga bupati dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang merasa bahwa mereka akan bisa lebih sejahtera dengan pengakuan masyarakat adat. Ada banyak pemimpin-pemimpin baru yang sadar bahwa tanpa masyarakat adat kabupatennya tidak akan mungkin maju.
Jadi ada situasi seperti itu. Karena itu kalau birokrasi di level pusat terus ditata dan konteks politik lokal terus diperbaiki maka sebenarnya percepatan pengakuan wilayah adat dan hutan adat di dalamnya bisa cepat sekali. Juga kita sadari bahwa untuk tahun ini Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai masyarakat adat masuk lagi menjadi prioritas legislasi nasional. Kalau tahun ini juga bisa kita selesaikan sebenarnya percepatannya juga akan luar biasa.
Sampai saat ini presiden tetap komitmen, agenda Nawacitanya clear, dan prioritas-prioritas 2017 juga jelas, termasuk di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Saya juga berbicara dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil di Istana Negara soal ini, dan kami akan mendiskusikan ini secara lebih operasional. Juga bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dia juga menyatakan komitmennya untuk tahun ini bahwa kita akan bekerja lebih keras. Menurut saya, semua siap untuk bekerja keras tahun ini untuk masyarakat adat.
Kalau ini merupakan transformasi daripada cara memandang negara, maka politisi di daerah juga harus melihat bahwa ini adalah arus masa depan, dan pilihan terbaik bagi dia adalah untuk menunjangnya. Saya mengerti yang Abdon katakan bahwa ini bisa cepat sebab perubahannya nanti bukan perubahan administratif lagi. Jadi perubahan politis dan moral.
Dan perubahan wajah Indonesia. Sebenarnya bagi masyarakat adat merasa kemerdekaan belum sampai. Jadi baru pernyataan kemerdekaan pada 1945, dan dinyatakan dalam pernyataan kemerdekaan itu disertai dengan UUD 1945 yang menjanjikan pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat. Bentuk nyatanya baru dapat pada 30 Desember 2016. Jadi kami melihat ini sebenarnya seperti sedang menantikan Indonesia yang baru. Indonesia yang di dalamnya rakyatnya merdeka, bukan hanya negaranya, bukan hanya para penyelenggara negara yang merdeka, tapi justru yang dilayani oleh para penyelenggara negara itu adalah rakyat.
Dunia internasional akan melihat itu karena sekarang pun AMAN sudah dikenal oleh dunia internasional. Kalau karakter AMAN menjadi karakter politik Indonesia maka orang akan melihat ini sebagai Indonesia baru seperti bayi yang setelah usia 71 kemudian lahir kembali.
Iya, jadi ini sebenarnya kelahiran kembali setelah 71 tahun.
Sekarang adalah saat yang tepat untuk menyerukan semangat Satu Indonesia. Keberagaman dalam kesatuan yang menjadi identitas Indonesia. Bagaimana Masyarakat Adat memiliki perspektif demikian, padahal sudah puluhan tahun diabaikan?
Orang selalu melihat Masyarakat Adat dari cara hidup, tidak memandang secara utuh cara hidup itu dengan lingkungan sekitarnya. Menurut saya, inilah yang membuat kita saat ini krisis identitas karena kita tidak pernah menyatukan pandangan antara cara hidup kita dan kondisi lingkungan kita.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, negara besar dengan garis pantai yang panjang. Masyarakat Adat mampu mempertemukan bagaimana kita hidup dalam kondisi ekologi Indonesia. Ini bukan soal Hutan Adat, ini soal dignity, ini soal jati diri. Hutan Adat itu memang banyak bonusnya kalau kita pertahankan seperti iklim, pangan, air. Namun yang paling utama atas pengakuan Hutan Adat ini adalah jati diri bangsa Indonesia yang beragam, yang keberagamannya ditopang oleh ekosistem, salah satunya Hutan Adat. ini bukan sekadar kumpulan pohon, ini soal identitas sekumpulan manusia.
Sudah diakui oleh dunia bahwa Masyarakat Adat adalah yang paling efektif dalam menjaga hutan. Dengan adanya pengakuan ini, apakah Masyarakat Adat akan meningkat potensinya dalam menjaga hutan, atau justru teralihkan kepada peran yang lebih luas?
Pelestarian hutan itu adalah bonus. Utamanya adalah kekokohan kita sebagai bangsa. Kekokohan kita sebagai negara kepulauan. Kekokohan kita sebagai Nusantara. Itu dulu yang utama karena kita tidak bisa dipisahkan dari ekologi kita, dalam hal ini hutan adat itu sendiri, maka itulah yang akan menjadi bonus kepada dunia.
Jadi, apakah salah jika ada yang mengatakan bahwa perjuangan ini adalah perjuangan dunia maju?
Itu adalah perjuangan Masyarakat Adat untuk mengembangkan dirinya. Sedangkan mereka tidak bisa berkembang tanpa hutan. Proses berkembang bersama hutan inilah yang melahirkan proses perlindungan hutan yang berkontribusi pada perlawanan climate change. Perspektif barunya begitu.
Saya mengamati bahwa Masyarakat Adat itu mempunyai militansi yang kuat, mengingat sejarah perjuangannya, tetapi sekarang Masyarakat Adat sudah mulai masuk ke dalam mainstream atau arus kehidupan global. Jika demikian, apakah militansinya berkurang? Lalu bagi orang yang tidak dibesarkan di lingkungan Masyarakat Adat namun ingin mendukung Masyarakat Adat, bagaimana ia harus menempatkan diri?
Menurut Gus Dur, semua hal bisa kita bikin indigenisasi. Agama bisa kita indigenisasi, Pembangunan bisa kita indigenisasi. Intinya, semuanya harus kita bangun dari dalam diri kita. Jangan yang dari luar itu mengarahkan dan membuat kita menjauh dari identitas kita. Gerakan Indigenisasi, gerakan pribumisasi, jadi gerakan dimana kemajuan yang datang dari luar itu untuk memperkaya yang sudah ada, bukan menggusur yang sudah ada.
Nilai-nilai politik besar dan kapital di masyarakat akan digantikan oleh nilai-nilai Masyarakat Adat yang terindigenisasi. Betulkah demikian?
Betul, bahkan yang sudah berada di luar negeri pun, bisa mempunyai rasa kebangsaan yang tinggi. Ini bukan lagi soal tempat, tapi ini soal rasa.
BOX KETERANGAN RUTIN
Yayasan Perspektif Baru bekerjasama dengan Yayasan Konrad Adenauer memproduksi program PERSPEKTIF BARU, dimuat sebagai sindikasi empat koran se-Indonesia, yaitu Duta Masyarakat Surabaya, Harian Jogja, Joglo Semar Solo, B Magazine dan Harian Pagi Siwalima.
Naskah ini merupakan transkrip wawancara radio yang disiarkan sindikasi ratusan stasion radio melalui Jaringan Radio KBR 68 H, Jaringan Radio Antero NAD, Bravo FM Palangkaraya, Gemaya FM Balikpapan, Metro RGM Purwokerto, Global FM Bali, Lesitta FM Bengkulu, Maya Pesona FM Mataram, Pahla Budi Sakti Serang, Poliyama FM Gorontalo, BQ 99 FM Balikpapan, Gita Lestari Bitung, Dino FM Samarinda, Genius FM Pare-Pare, Civica FM Gorontalo, Shallom FM Tobelo Maluku Utara, Marss FM Garut, Sangkakala FM Banjarmasin, M83 FM Kutai Kartanegara, RPFM Kebumen, BFM Bangka Belitung, Sehati FM Bengkulu, BPKB FM Gorontalo, Suara Pangaba Balikpapan, RDP Kutim,Citra FM, Hulontalo FM, Suara Celebes FM.
PERSPEKTIF BARU ONLINE : www.perspektifbaru.com
E-mail : yayasan@perspektifbaru.com
Hak cipta pada Yayasan Perspektif Baru, faks. (021) 722-9994, telp. (021) 727-90028 (hunting)
Comments are closed.