TANJUNG REDEB, BERITAKALTIM.com- Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau akhirnya menerima hasil kajian dan kesimpulan yang disampaikan para pakar ahli bidang lingkungan, yang menjadi tenaga konsultan PT Parama Mulabhakti (PM) terkait kapasitas daya tampung dan daya dukung Sungai Segah.
Secara umum, disimpulkan bahwa kapasitas daya tampung dan daya dukung Sungai Segah saat ini masih cukup baik. Meskipun, beberapa indikator kimiawi dan biologis baku mutu badan air sungai Segah ada yang cukup tinggi, yakni zat besi (Fe), Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), bakteri E-Coli serta Total Susppended Solid (TSS) badan air Sungai Segah.
Menanggapi kesimpulan itu, Bupati Muharram meyakini, terkait dengan hasil riset kapasitas daya tampung dan daya dukung Sungai Segah itu, para pakar bidang lingkungan yang menjadi tenaga konsultan PT PM itu telah memberikan ilmu dan kemampuannya secara maksimal. Untuk itu, terlepas hasilnya bagaimana, Pemkab Berau khususnya DLHK tentu harus menerima apa adanya.
“Karena tidak mungkin juga kita mau melakukan argumentasi bahwa hasil kajian mu tidak benar atau benar. Sementara, kita sendirikan tidak memiliki ilmunya, makanya kita tunjuk pihak independen yang bisa melakukan penelitian secara ilmiah. Hasilnya bagaimana pun, itulah kita terima,” ungkapnya saat ditemui, Minggu (29/1/2017).
Dari hasil kajian itu, lanjut Muharram, tentu pemerintah daerah serta masyarakat Berau sebetulnya ingin mendapatkan jawaban akan apa penyebab sehingga terjadinya fenomena sungai Segah pada tahun 2015 lalu. Dimana, sungai Segah berubah warna menjadi biru kehijau-hijauan, yang kemudian dilanjutkan dengan banyaknya biota sungai yang mati secara mendadak.
“Kemudian, bagaimana cara menanggulangi, itu sebetulnya yang mau kita dapat,” lanjutnya.
Dikatakan Muharram, penelitian ini tentu tidak banyak memberikan efeknya ketika tidak menemukan akan apa penyebab terjadinya fenomena tersebut dan bagaimana cara menanggulanginya. Terlebih, anggaran yang dikucurkan pemerintah daerah cukup besar yakni sekitar Rp 650 juta.
“Maksud saya, itu yang harus. Artinya, ini diakibatkan oleh apa, apa penyebabnya dan bagaimana caranya supaya ini teratasi. Sebetulnya, itukan buahnya, di satu sisi,” katanya.
Namun, tambah Muharram, kajian ini disisi lain juga sebagai lahan untuk mengkaji ilmu baru, jika memang fenomena yang terjadi di sungai Segah itu merupakan suatu kejadian baru atau langkah. Sebagai Bupati, dirinya tentu juga tidak bisa mengintervensi hasil penelitian para pakar tersebut agar sesuia dengan harapan pemerintah daerah maupun masyarakat.
“Yang jelas, mereka sudah serahkan hasilnya ke BLH (DLHK –red),” tambahnya.
Terkait ganti rugi untuk para pelaku usaha keramba apung yang mengalami kerugian akibat fenomena sungai Segah itu, menurut Muharram, pemerintah daerah juga tentu mengalami kesulitan untuk memberikan kompensasi kepada para pelaku usaha tersebut atas matinya ribuan ekor ikannya.
Sebab, fenomena itu tidak memberikan kepastian hukum untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat atau pelaku usaha yang merugi akibat fenomena yang berlangsung kurang lebih 2 bulan itu.
“Kalau misalnya sekarang (dikasih ganti rugi), yang menjadi dasar untuk membayar itu apa? Sementara, itu tidak ada bukti nyata bahwa penyebabnya si A, si B, atau kesalahan pemerintah daerah, itukan susah,” pungkasnya. #MAR
Comments are closed.