SAMARINDA.BERITAKALTIM.CO- Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat merasa heran dengan sikap kepala daerah, dalam hal ini Gubernur Kaltim, H Awang Faroek Ishak dan Bupati Kutai Kartanagera, Rita Widyasari yang tidak melindungi rakyatnya sendiri dari penggusuran yang dilakukan PT Perkebunan Kaltim Utama I (PT PKU I).
“Hak-hak rakyatnya, petani ditiga kecamatan (Muara Jawa, Sangasanga, dan Loa Janan) dirampas PT PKU didiamkan, bahkan tak berminat membentuk tim memverifikasi masalah pengaduan masyarakat ke lapangan,” kata Carolus Tuah dari Pokja 30 Kaltim dalam jumpa pers di Sekretariat Walhi Kaltim, kemarin.
Turut berbicara dalam jumpa pers itu, Ketua Koalisi Petani dan Nelayan Korban Sawit dan Tambang, Aqmal Rabbany , Fathur Roziqin (Walhi), Abdullah Qhohar (FNKSDA Kaltim), dan Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim.
Menurut Tuah, petani hanya ingin gubernur Kaltim dan bupati Kukar membantu mereka agar lahannya seluas 1.300,59 hektar dikembalikan, usaha perkebunan sawit PKU I tidak masuk ke dalam kampung, dan memulihkan lingkungan kampung yang rusak setelah adanya perkebunan sawit.
“Sangat sederhana, tapi kok sampai gagal memahami tuntutan petani,” ucapnya.
Ia mengaku sangat senang saat petani diterima gubernur awal bulan Januari lalu, dimana gubernur akan menyediakan pengacara negara membantu petani, tapi itu ternyata tak ada realisasinya, bahkan kemudian menjadi fasilitator untuk membela perusahaan. Memaksakan agar petani mau direlokasi dan melapas lahan dengan kompensasi petani dapat 20 persen dari hasil perkebunan sawit, plus dana sosial.
“Pupus harapan mendengarkan tanggapan gubernur maupun bupati,” tambahnya.
Baik itu Carolus Tuah, Abdullah Qhohar, dan Pradarma Rupang sependapat bahwa persoalan perampasan hak petani bisa diselesaikan gubernur dan bupati dengan menggunakan hak diskresinya, karena dari 8000 hektar GHU PKU I, yang dikeluarkan atau dienclave hanya 1.300,59 hektar, sesuai permintaan petani.
“Toh masih ada 6,700 hektar yang dikelola perusahaan,” sambung Pradarma.
Tuah menyarankan baik itu gubernur Kaltim maupun bupati Kukar untuk membaca kembali visi dan misinya sewaktu mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan terpilih, sebab muara dari visi dan misi keduanya untuk mensejahterakan masyarakat.
“Kalau yang terjadi sekarang, keduanya membiarkan rakyat sengsara,” ujarnya.
Ketiganya juga sangat kecewa dengan sikap Bupati Kukar, Rita Widyasari yang tak mau bertemu langsung dengan petani korban HGU PT PKU I sewaktu datang ke kediaman resmi bupati (pendopo) Tenggarong, dan melalui utusannya mengatakan lagi tidak enak badan.
Tentang jalan yang akan ditempuh membela petani di tiga kecamatan tersebut, Pradarma menegaskan, akan membawa masalah tersebut ke tingkat yang lebih tinggi, yakni mengadukan ke presiden atau wakil presiden sebab, proses penerbitan HGU PKU I tidak prosedural, sehingga aktivis berkesimpulan HGU itu asli tapi palsu.#into
Versi cetak artikel ini terbit di SKH “Kalpost”, edisi 28 Pebruari 2017
Comments are closed.