BeritaKaltim.Co

Gaffar dan Abun dalam Bidikan

SAMARINDA, beritakaltim.co- Dua tokoh terkenal di Kota Samarinda, Jafar Abdul Gaffar dan Hery Susanto alias Abun jadi target kepolisian untuk diperiksa dalam kasus Pungli (Pungutan Liar) di Pelabuhan Palaran Samarinda.

Jafar Abdul Gaffar yang juga Ketua DPD II Partai Golkar Samarinda diperiksa polisi dalam kapasitasnya sebagai Ketua Koperasi Samudera Sejahtera (Komura). Saat Tim Saber (Sapu Bersih) Pungli beroperasi di Kantor Komura, ditemukan uang Rp6,1 miliar.

Sementara Hery Susanto alias Abun adalah pengusaha yang juga pendiri organisasi sekaligus Ketua Umum DPP PDIB (Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu). Organisasi ini berkantor pusat di Samarinda dan direncanakan berdiri di seluruh provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.

Sejak tahun 2012 lalu, PDIB dengan koperasinya bermitra dengan pengelola pelabuhan. Awal masuknya PDIB ketika mereka membuat aksi memportal jalan akses masuk ke Pelabuhan Palaran bagi kendaraan.

Aksi portal itu dilakukan lantaran jalan yang dilintasi menuju Pelabuhan Palaran sepanjang 500 meter adalah lahan milik Abun. Sekitar bulan September 2012 lalu supir-supir truk merasa keberatan dengan portal dan kewajiban membayar itu, namun akhirnya Wali Kota Samarinda turun tangan sampai memberikan surat izin memungut tersebut.

Kapolda Kaltim, Irjen Safaruddin di Samarinda, mengatakan, pihaknya akan memeriksa Jafar Abdul Gaffar maupun Abun.

“Pasti akan kami periksa sebab dia (Gaffar-red) sebagai ketua koperasi. Nanti hasil pemeriksaan akan menentukan apakah dia tersangka atau hanya sebagai saksi,” kata Safaruddin.

Untuk kasus Abun, polisi juga memeriksa Wali Kota Samarinda. Polisi mendalami dokumen yang diterbitikan pemerintah terkait penarikan retribusi bagi setiap truk ke Pelabuhan Peti Kemas Palalaran yang dilakukan oleh PDIB. Polisi menemukan surat yang mensahkan penarikan retribusi tersebut, yakni SK Wali Kota Samarinda.

Terdapat perbedaan data. Walaupun PDIB sudah beraksi mengutip setiap mobil sejak tahun 2012, namun terbitnya SK (Surat Keputusan) Wali Kota pada tahun 2016.

Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang sudah diperiksa polisi, Sabtu (17/3/2017). Pemeriksaan dilakukan sejak pagi hari sampai Minggu (18/3/2017) dini hari. Wali Kota mengakui menerbitkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Samarinda Nomor 551.21/083/HK-KS/11/2016.

Surat itu itu tentang Penetapan Pengelola dan Struktur Tarif Parkir pada Area Parkir Pelabuhan Peti Kemas Bukuan Palaran atas nama KSU Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) itu. Tapi, dia menyatakan saat proses pengajuan hingga pembuatan SK itu, dirinya tidak menjabat sebagai wali kota.

Syaharie Jaang habis masa jabatannya sebagai wali kota Samarinda periode pertama pada 23 November 2015. Sejak dia meninggalkan Balai Kota Samarinda, posisi pemimpin pemerintahan Samarinda dipegang Penjabat Wali Kota Meiliana. Jaang sendiri baru dilantik kembali menjadi wali kota pada 17 Februari 2016.

Jaang menyebutkan periode masa jabatannya sebagai Wali Kota Samarinda berakhir pada 23 November 2015, sementara Koperasi Serba Usaha milik Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) mengajukan permohonan pengelolaan parkir pada 24 November 2015.

“Saat pengajuan KSU PDIB, saya tidak lagi menjabat wali kota karena periode masa jabatan saya berakhir sehari sebelum permohonan itu diajukan. Kemudian memo aktif itu dilakukan Penjabat Wali Kota Samarinda pada 10 Februari, selanjutnya saya dilantik kembali sebagai wali kota pada 17 Februari dan SK tersebut saya tanda tangani pada 20 Februari 2016,” katanya.

Lantaran fakta-fakta ini Syaharie Jaang mengakui merasa terpukul. Sebab, sementara ia mendukung Presiden Joko Widodo dalam pemberantasan Pungli oleh Tim Saber, tapi aktifitas liar itu justru terjadi di wilayahnya.

“Jadi, saya perintahkan kepada Kepala Inspektorat agar melakukan pemeriksaan internal terhadap pihak yang mengeluarkan kebijakan dan saran (masukan) atas terbitnya SK pengelolaan parkir di Pelabuhan Peti Kemas Bukuan Palaran. Ini agar semua bisa jelas bahwa pada prosesnya saya tidak terlibat pembuatan SK tersebut,” tegas Jaang.

Setelah diperiksa Tim Saber Pungli dari Bareskrim Polri, esoknya Syaharie Jaang langsung mencabut surat keputusan tentang parkir di kawasan Pelabuhan Peti Kemas Palaran untuk ormas PDIB. Ia berjanji akan membersihkan pejabat di Pemkot Samarinda yang terlibat pengajuan dan memberi saran sampai keluarnya kebijakan proses terbitnya keputusan tersebut.

“Berdasarkan berbagai pertimbangan, salah satunya dalam rangka mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo pada pemberantasan pungutan liar, maka SK Nomor 551.21/083/HK-KS/II 2016 tentang Penetapan Pengelola dan Struktur Tarif Parkir pada Area Parkir Pelabuhan Peti Kemas Bukuan Palaran atas nama KSU Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) saya cabut,” tegas Syaharie Jaang, kepada wartawan di Samarinda, Minggu (19/3/2017).

Modus operasional pungutan liar yang dilakukan di Pelabuhan Palaran Samarinda, berdasarkan temuan Tim Saber Pungli ada di dua tempat. Yakni adanya pungutan bongkar muat yang dioperasikan Komura dan pungutan parkir mobil di areal yang diklaim dikuasai PDIB yang dipimpin Abun.

Kedua praktik pungli tersebut membuat biaya di Pelabuhan Palaran Samarinda menjadi mahal.

Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin menjelaskan, biaya jasa bongkar-muat di Samarinda terlalu tinggi. Dibandingkan dengan Surabaya, Kota Tepian mematok harga Rp 180 ribu untuk kontainer 20 feet, dan Rp 350 ribu untuk kontainer berukuran 40 feet.

Harga itu jauh dibandingkan dengan Kota Pahlawan, yaitu Rp 10 ribu per kontainer, baik feet berukuran 20 maupun 40.
“Pelabuhan di Samarinda kan sudah menggunakan mesin, tapi masih diminta biaya buruh dengan cukup tinggi,” ungkap perwira lulusan Akpol 1984 itu.

Lantaran itu polisi tidak ragu menetapkan tiga tersangka, yakni sekretaris Komura DHW, NA dan AB.

“Benar, tersangkanya sudah tiga orang,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, Brigjen Agung Setya, Minggu (19/3/2017).
NA ditetapkan sebagai tersangka atas perannya menginisiasi pemerasan, sedangkan AB menjadi penanggung jawabnya.

Ketiga tersangka duduga melanggar pasal 368 KUHP dan/atau Pasal 3,4,5 UU No 8 Tahun 2010 dan/atau Pasal 12 e UU No 31 Tahun 1999 jo 56 KUHP. Sementara barang bukti uang sebesar Rp6,1 milyar dari kantor Komura diduga merupakan uang hasil kejahatan (Corpora delict).

“Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi,” kata Kapolda seraya mengatakan bahwa kenaikan tarif dilakukan secara sepihak.

Presiden Joko Widodo sendiri menaruh perhatian terhadap pengungkapan kasus pungli oleh Tim Saber Pungli ini.

“Saya ingatkan agar semuanya hati-hati, layani dengan baik, layani dengan cepat. Karena yang namanya Saber Pungli itu bekerja,” kata Presiden Jokowi kepada wartawan saat mengunjungi Pasar Hong Kong di Singkawang, Kalbar, Jumat (17/3/2017) malam.

Presiden menilai, angka Rp 6,1 miliar hasil OTT diduga pungli itu adalah angka yang besar, dan pasti sudah dipantau sejak lama. “Itu yang ketahuan lho ya. Hati-hati, saya ingatkan,” tutur Presiden.

Gara-gara terungkapnya kasus itu, Menhub Budi Karya Sumadi juga segera terbang ke Samarinda dari Jakarta. Dia mengapresiasi hasil kerja Tim Saber Pungli di TPK Palaran.

“Saya rasa ini langkah yang bagus, namun sisi lain juga ada kekecewaan kejadian luar biasa seperti ini,” ujarnya.

Menurut dia, tarif parkir maupun bongkar muat peti kemas ditetapkan dalam sebuah kesepakatan. Dalam hal ini adalah Pelindo serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Namun, menurut dia, tarif Rp 20 ribu untuk satu mobil terlalu tinggi.

“Mestinya seperti itu. Namun, tidak tahu apakah pihak yang diamankan ada melakukan kesepakatan. Dan saya enggan menduga-duga,” ujarnya. Dia menyerahkan penyelidikan kepada pihak polisi. Jika nanti ada oknum perhubungan terbukti terlibat dalam pungutan liar tersebut, pihaknya akan serahkan sesuai ketentuan hukum.

Sementara Jafar Abdul Gaffar, ketua TKMB Komura, menilai tak ada yang salah dalam mekanisme bongkar muat barang di koperasi yang dipimpinnya.

Apalagi, informasi yang diperolehnya, nominal uang yang disita tak menyentuh angkat miliaran. “Sekitar Rp 5 juta, itu pun sebagai mahar menyewa jasa bongkar-muat,” tuturnya.

“Dan itu jadi temuan di TPK (Terminal Peti Kemas) Palaran,” imbuhnya. Mengenai temuan uang Rp6,1 miliar, ia mengaku uang itu adalah gaji para buruh yang harus segera dibayarkan. Sedangkan ketika ditanya mengenai nominal pungutan, diakui Jafar Abdul Gaffar merupakan hasil dari kesepakatan berbagai pihak yang terlibat dalam urusan bongkar muat.

“Jangan disamakan dengan Surabaya,” tutur anggota komisi II DPRD Samarinda itu.

Dalam sebuah berita di laman tribunkaltim.co.id, tanggal 18 September 2012, ada judul berita “Aksi PDIB Kaltim Jadi Mitra Bisnis Pelabuhan Samarinda”.

Dalam berita tersebut disebutkan, aksi portal dilakukan Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) Kaltim terbukti ampuh.

Tak lama setelah memortal akses jalan masuk ke Pelabuhan Palaran, Pemkot Samarinda langsung menyetujui keinginan PDIB menjadi mitra bisnis di kawasan pelabuhan peti kemas tersebut.

PDIB memasang portal di atas jalan sepanjang 500 meter di jalan masuk pelabuhan dan memungut tarif untuk setiap kendaraan yang melintas sebesar Rp 6 ribu untuk roda 10 dan Rp 4 ribu untuk roda 4. Jalan akses pelabuhan tersebut diketahui milik PDIB dan belum dibebaskan oleh Pemkot. Selain jalan, PDIB juga memiliki lahan seluas 30 hektare yang berada di area cakupan master plan kawasan pelabuhan.

Menurut Lurah Lurah Bukuan Willy Prameswanto, adanya pungutan dan portal di jalan ini sempat memicu akan adanya demontrasi oleh ratusan sopir truk. Tapi Pemkot segera turun tangan dengan memanggil semua pihak terkait di Balaikota Samarinda, Selasa (18/9/2012). “Kita mengantisipasi adanya portal oleh PDIB dan juga rencana pungutan karena melintasi jalur jalan pendekat ke pelabuhan milik saudara Abun (alias Hery Susanto, pengusaha dan pimpinan PDIB Kaltim) sepanjang 500 meter. Jalan ini tidak bisa ada pungutan karena dibiayai APBD,” kata Wakil Walikota Samarinda Nusyirwan Ismail usai pertemuan, Selasa (18/9/2012).

Terkait status lahan PDIB yang di atasnya dibangun jalan akses, menurut Wawali karena jalan dibangun menggunakan APBD maka ada 2 opsi penyelesaian yakni hibah atau ganti rugi. Tentunya 2 opsi itu setelah status seluruh lahan jelas (clear) di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Prosesnya itu tentunya dipengaruhi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Infrastruktur Nasional, dan Perpres Nomor 71 tahun 2012.

“Kalau sudah clear status lahan, balik nama, sertifikat dan lainnya pasti akan kita proses. Kalau hibah pemerintah berterimakasih dan kalau ganti rugi itu wajar dan tentunya masih ada proses,” kata Wawali. #charlessiahaan

Comments are closed.