JAKARTA, beritakaltim.co- Organisasi hak asasi manusia tingkat global, Amnesty International menyatakan, bahwa penahanan terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan merusak reputasi Indonesia sebagai negara yang sangat toleran selama ini.
“Putusan ini menunjukkan ketidakadilan pada hukum penistaan agama di Indonesia yang harus segera dicabut,” kata Direktur Asia Tenggara dan Pasifik untuk Amnesty International, Champe Patel melalui rilis pers, Rabu 10 Mei 2017.
“Meski telah ada bukti tidak bersalah dan bukti bahwa kata-katanya dimanipulasi untuk tujuan politik, dia telah dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Putusan tersebut akan merusak reputasi Indonesia sebagai negara yang toleran,” ujarnya menambahkan.
Atas hal ini, Amnesty International menyarakan kepada pihak berwenang Indonesia untuk mencabut Pasal 156 dan 156 (a) KUHP, yang digunakan untuk mengadili dan memenjarakan orang karena penghinaan agama.
“Mereka telah secara damai menjalankan hak mereka atas kebebasan berekspresi atau kebebasan berpikir, hati nurani atau agama, yang dilindungi oleh Undang Undang sesuai prinsip hak asasi manusia internasional,” ujarnya.
Amnesty International mencatat bahwa setidaknya sebanyak 106 orang telah diadili dan dihukum karena pasal penodaan agama. Pasal karet itu dikhawatirkan gampang dimanfaatkan untuk menjerat seseorang untuk kepentingan tertentu.
Sementara Badan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations Human Rights, khususnya melalui kantor regional Asia Tenggara menyoroti kasus penodaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok setelah ditahan pada Selasa, 9 Mei 2017 diketahui sudah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta.
Melalui kantor UN Human Rights Asia dan akun Twitter resmi @OHCHRAsia, badan HAM tersebut menyayangkan penggunaan pasal penodaan agama yang dianggap sebagai pasal karet dan tak relevan lagi karena bisa mengekang kebebasan berpendapat.
“We are concerned by jail sentence for #Jakarta governor by alleged blasphemy against #Islam. We call on #Indonesia to review blasphemy law,” demikian dituliskan melalui @OCHRAsia, Selasa malam, 9 Mei 2017.
UN Human Rights Asia karena itu meminta agar Indonesia melakukan perubahan dan mengkaji ulang soal pasal penodaan agama yang dinilai telah banyak makan “korban”. Sebelumnya, diketahui bahwa beberapa kali pasal ini diajukan untuk uji materiil, namun tak juga berhasil.
UN Human Rights Asia berkantor di Bangkok, Thailand. Badan regional PBB ini banyak memantau dan mengkritisi kasus-kasus pelanggaran HAM dan demokrasi khusus di wilayah Asia.
Perhatian atas kasus Ahok sebelumnya juga disampaikan Uni Eropa melalui Kedutaan Besar untuk Indonesia. Uni Eropa berharap bahwa Indonesia bisa mempertahankan kebebasan berpendapat di tengah masyarakatnya yang pluralis sekalipun mayoritas Muslim.
Di bagian lain, delegasi Uni Eropa di Indonesia turut memberikan pernyataan terkait kasus penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Uni Eropa menanggapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas kasus tersebut yang menyampaikan vonis dua tahun penjara atas Ahok pada 9 Mei 2017.
Melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, disebutkan bahwa Uni Eropa senantiasa memuji kepemimpinan Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. Namun, demokrasi yang kuat dan negara yang bangga atas tradisi dan pluralisme yang dimiliki harus dijaga.
“Kami mengimbau agar pemerintah Indonesia, lembaga-lembaga dan warganya untuk senantiasa mempertahankan tradisi toleransi dan pluralisme yang ada selama ini,” demikian keterangan tertulis tersebut.
Disebutkan, Indonesia dan Uni Eropa sepakat untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak sebagaimana termaktub dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik seperti kebebasan berpikir, hati nurani dan beragama, serta kebebasan berekspresi.
Oleh karena itu, Eropa menekankan bahwa kebebasan tersebut adalah hak-hak yang saling terkait, saling melengkapi, melindungi setiap orang dan melindungi hak menyampaikan pendapat mengenai agama serta kepercayaan mana pun. Kondisi itu sesuai dengan hukum hak-hak asasi manusia internasional.
“Uni Eropa secara konsisten telah menyatakan bahwa hukum yang mengkriminalisasikan dengan penistaan agama secara diskriminatif dapat menimbulkan terhalangnya kebebasan berekspresi dan atau kebebasan beragama dan kepercayaan,” dituliskan dalam rilis resmi itu.
Ahok divonis dua tahun penjara setelah dikenakan pasal penodaan agama. Vonis hukuman yang dijatuhkan tersebut lantas mendorong pro dan kontra.
Apalagi vonis tersebut dijatuhkan hakim di atas tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut Ahok satu tahun penjara dengan hukuman percobaan dua tahun dan tidak menggunakan pasal penodaan agama, namun pasal ujaran kebencian yang menyebabkan kebencian. #de
Comments are closed.