JAKARTA, beritakaltim.co- Perseteruan para “Senator” Dewan Pimpinan Daerah (DPD) terus bergulir. Kubu GKR Hemas dan kubu Osman Sapta Oedang (OSO) sama-sama mengklaim sebagai pimpinan yang sah lembaga tinggi negara itu.
Berita terbaru, anggota DPD mendatangi lagi Kantor KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara). Mereka menanyakan kelanjutan penanganan terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Laporan ke KASN disampaikan oleh 2 anggota DPD, Muhammad Asri Anas dan Nurmawati Dewi Bantilan, sejak 5 Mei 2017 yang diterima oleh Prof. Sofyan Effendi, Ketua KASN. Karena telah lebih 2 minggu belum ditanggapi, pelapor mendatangi untuk menanyakan bagaimana tindaklanjut laporan mereka.
Laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku oleh Sekjen DPD ini diminta pelapor agar masuk prioritas kasus yang ditangani oleh KASN. Sebab, kasus ini menyangkut sebuah lembaga negara yang sedang mengalami konflik akibat kepemimpinan yang tidak sah.
Tuduhan pelapor, Sekjen DPD sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) telah ikut berpolitik dan berpihak pada pimpinan DPD yang tidak sah, yaitu OSO. Akibatnya, tindakan Sekjen banyak yang melanggar aturan perundang-undangan dan melanggar kode etik ASN sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 2014.
Padahal menurut UU ASN, semestinya Sekjen bersikap netral, profesional dan taat pada perintah hukum, karena itu adalah kode etik mendasar yang harus dijalankan oleh seorang pejabat tinggi pemerintah.
“Sekjen sebagai pejabat eselon I harusnya jadi panutan bagi birokrat lainnya bagaimana bertindak yang benar, profesional dan taat hukum. Bukan sebaliknya,” kata pelapor.
Dalam laporan M Asri Anas dan Nurmawati Dewi Bantilan, Sekjen DPD harusnya taat pada perintah putusan Mahkamah Agung yang telah mengukuhkan kepemimpinan DPD selama 5 tahun, yaitu GKR Hemas dan Farouk Muhammad.
“Itulah perintah MA. Merekalah pimpinan DPD yang legitimate. Harusnya Sekjen taat. Tapi Sekjen justru ikut pada arus kekuasaan politik, akhirnya ikut-ikutan mendukung dan memberikan pelayanan pada pimpinan yang tidak sah, Osman Sapta Oedang (OSO),” ujar Asri Anas.
Menurut dia, sebagai pejabat tinggi pemerintahan, Sekjen DPD harusnya paham bahwa seorang ASN harus tunduk pada hukum, bukan pada kekuasaan dan keputusan politik yang tidak sah.
Kekecewaan lain para Senator dari kubu GKR Hemas, Sekjen misalnya turut “mengatur” (melobi) agar Wakil Ketua MA, Suwardi, melakukan pelantikan pada OSO yang telah jelas dipilih dengan cara yang tidak sah. Tindakan pelantikan ini sekarang sedang digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Ketidaktaatan Sekjen pada perintah putusan MA, lanjut dia, akhirnya melahirkan pelanggaran kode etik dan tidak profesional (unprofessional conduct) lainnya, misalnya mengunci pintu ruangan sidang yang akan digunakan oleh pimpinan DPD yang sah dan anggota DPD yang tidak mau mengakui kepemimpinan OSO.
“Kemudian yang terbaru adalah Sekjen mengancam anggota DPD dengan menahan dana reses yang menjadi hak masing-masing anggota DPD untuk berkomunikasi dengan masyarakat di daerah”.
“Ini merupakan kebijakan diskriminatif dan menunjukkan premanisme birokrat. Lagi-lagi, pembekuan dana reses hanya berlaku bagi anggota yang tidak mau mengakui kepemimpinan OSO. Sekjen sebagai ASN benar-benar telah dimanfaatkan oleh pimpinan DPD yang tidak sah,” ucapnya. #le
Tuntutan pengadu ke KASN:
1. Laporan ini harus menjadi prioritas KASN untuk ditangani
2. Segera menonaktifkan jabatan Sekjen DPD untuk mencegah terjadinya berbagai pelanggaran kode etik lainnya
3. Segera dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan Sekjen DPD
4. Memberikan sanksi yang tegas pada Sekjen DPD karena telah melakukan pelanggaran kode etik, kode perilaku dan disiplin sebagai seorang ASN.
Comments are closed.