JAKARTA, beritakaltim.co- Prof Bagir Manan hadir di persidangan lanjutan ke-6 Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rabu (24/5/2017). Mantan Ketua Mahkamah Agung itu dihadirkan sebagai saksi ahli oleh pemohon Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang menolak pelantikan Oesman Sapta Odang (Oso) dan 2 pimpinan lainnya sebagai Ketua DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Mengenakan stelan batik berwarna hijau gelap dan celana hitam, Bagir Manan menjelaskan mengenai perspektif hukum hadirnya Wakil Ketua MA (Mahkamah Agung) memandu sumpah jabatan Oso sebagai ketua dan dua rekannya sebagai Wakil Ketua DPD.
Menurut Bagir pada sidang PTUN di Jalan A Sentra Primer Baru Timur Pulo Gebang Jakarta Timur itu, kegiatan Wakil Ketua MA memandu pelantikan Oso bukan tindakan yudisial seperti menyelesaikan sengketa hukum. Kegiatan itu adalah admiistratif yang sifatnya individual, di mana MA bisa menolak.
“MA (Mahkamah Agung, red) harusnya bilang kami tidak bisa memandu sumpah yang bertentangan dengan putusan kami sendiri,” ujar Bagir Manan.
Seperti diketahui pelantikan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua baru Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, membuat kisruh lembaga tinggi negara itu. Kubu Gusti Kanjeng Ratu Hemas merasa paling berhak atas jabatan tersebut menggantikan Irman Gusman yang tertangkap tangan kasus korupsi.
Mengenai aturan yang bertentangan itu, Bagir Manan mengatakan, Tata Tertib DPD RI Nomor 1 yang menyebutkan masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun sudah diuji oleh Mahkamah Agung dan diputuskan bertentangan serta dicabut. Kemudian mengenai masa jabatan itu kembali pada Peraturan Tatib DPD RI Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur kepemimpinan DPD menjadi 5 tahun.
Setelah adanya putusan MA tidak ada kekosongan pimpinan. Karena itu pelantikan Oso dan dua pimpinan lainnya menggunakan aflikasi Tatib Nomor 1Tahun 2016 yang sudah dicabut MA, membuat pelantikan itu tidak sah.
Hal lain yang juga diungkap Bagir Manan di persidangan PTUN, tindakan memandu pengucapan sumpah jabatan pimpinan DPD oleh wakil ketua MA, bukan semata sebagai seremonial. Tetapi sudah perbuatan hukum. Menurutnya, setiap perbuatan hukum akan menimbulkan akibat hukum tertentu.
Irman Putra sidin selaku Kuasa Hukum pemohon Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengatakan, saksi ahli sudah menjelaskan bahwa permintaan pemanduan sumpah bisa ditolak oleh MA.
“Dari keterangan saksi itu terlihat tidak boleh pemanduan sumpah itu dilakukan. Karena pemanduan sumpah bisa ditolak jika subjek yang dipandu bertentangan dengan MA atau melanggar asas-asas kecermatan,” kata Kuasa hukum pemohon, Irman Putra Sidin.
Menurut Irman, tindakan permintaan pemanduan sumpah bukan sesuatu yang wajib dipenuhi MA. Sebab jika hal itu terjadi, dikhawatirkan ke depannya terjadi kembali pimpinan DPD lain yang minta disumpah.
“Harus ada prinsip kecermatan, siapa obyek yang disumpah. Nanti bisa 20, 30 paket pimpinan DPD bisa dipandu tiap hari sumpahnya,” ujar Irman. #les
Comments are closed.