JAKARTA, beritakaltim.co- Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengirimkan karangan bunga papan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Jakarta. Karangan bunga ini adalah bentuk aksi damai untuk meminta hakim PTUN independen dalam mengadili perkara fiktif positif antara sebagian Anggota DPD RI melawan Ketua Mahkamah Agung (MA).
Perkara fiktif positif ini telah dilakukan sebanyak delapan kali sidang, yaitu antara sejumlah Anggota DPD melawan Ketua MA.
Karangan bunga tidak untuk memengaruhi keputusan hakim, tetapi lebih berupa support moral agar hakim PTUN dapat merdeka, independen dan adil dalam memutus perkara dimaksud. Adapun organisasi masyarakat sipil yang mengirimkan karangan bunga papan tersebut adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Kode Insiatif, Perludem, Indonesia Parliament Center (IPC), Formappi, Ansipol, GPPI dan LPI.
Kemudian organisasi KOPEL, YAPPIKA, Lakpesdm NU Jakarta, APHI, National Corruption Care, PBHI dan AAMI.
Menanggapi aksi itu, aktivis ICW Donald Faris mengatakan, aksi karangan bunga memiliki pesan agar Hakim PTUN bersikap bebas dan merdeka dalam memutus perkara fiktif positif pelantikan Osman Sapta Odang.
“Agar hakim bebas dari pengaruh dan intervensi, baik internal dari Mahkamah Agung maupun Eksternal dari pihak-pihak yang berperkara,” ujarnya.
Dia berpendapat MA melakukan kesalahan saat melantik OSO sebagai Ketua DPD RI.
“Kita tidak ingin Mahkamah Agung Jatuh dua kali ke dalam lubang yang sama. Kita berharap MA tidak ceroboh untuk kedua kalinya, karena telah melakukan kesalahan melantik OSO melalui wakil Ketua MA suward,” ujarnya.
Sementara, Ahmad Hanafi, Direktur Indonesia Parliament Cendtre (IPC) mengatakan, hal istimewa yang menjadi perhatiannya adalah bahwa PTUN akan memutus perkara yang melibatkan atasannya sendiri.
“Oleh karena itu, kami mengirimkan karangan bunga untuk memberikan semangat, dukungan, dan pesan moral agar hakim PTUN tetap berpijak pada kebenaran dan keadilan serta independen dan objektif dalam meutus perkara ini,” kata dia.
Ahmad Hanadi mengatakan tidak menginginkan adanya intervensi baik secara struktural maupun dari pihak lain yang sedang berperkara. Semua hal ini penting untuk kita jaga bersama, dan menjadi perhatian kami mengingat putusan PTUN terhadap perkara fiktif positif tersebut berdampak terhadap masa depan demokrasi dan penegakan hukum di Indoensia.
“Tetapi kami tetap percaya bahwa bahwa hakim PTUN masih memiliki hati dan pikiran yang jernih serta mampu membebaskan diri dari tekanan pihak manapun dalam memutus perkara ini,” ujar dia. #le
Comments are closed.