JAKARTA, beritakaltim.co- Sejumlah aksi keprihatinan atas pengesahan Ketua DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Oesman Sapta Odang bermunculan. Selain aksi karangan bunga dari belasan organisasi koalisi masyarakat sipil, aksi lain datang dari aktifis Himpunan Mahasiswa Islam se-Jakarta.
Para mahasiswa, Rabu (7/6/2017) menggelar aksi demonstrasi di depan gedung kantor PTUN Jakarta Timur, Pulogebang, Jakarta.
Dalam orasinya, Kordinator Lapangan aksi HMI Jakarta, Galih Yudha Panca Kusuma, mengatakan, disahkannya OSO (Oesman Sapta Odang) sebagai Ketua DPD melanggar Undang Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPRRI, DPRD, dan DPDRI (UU MD3) serta UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Kami menilai bahwanya pemilihan atas nama saudara Osman Sapta Odang inkonstitusional dan bertentangan dengan kode etik DPD RI,” ujar Galih.
Para aktivis juga menyinggung soal status OSO yang telah menjadi ketua partai politik, Hanura. Mahasiswa beranggapan hal tersebut merusak kelembagaan DPD yang mestinya berasal dari independen.
“Adanya (anggota serta pengurus) partai politik telah berdampak merusak kelembagaan DPD dengan terjadinya perpecahan di kubu DPD,” kata Galih.
Ia menyebut tentang masa jabatan pimpinan DPD dari yang semula disepakati 2,5 tahun, tapi ternyata gagal dengan keluarnya putusan MA yang menyatakan masa jabatan pimpinan DPD adalah 5 tahun atau berakhir pada 2019. Namun secara aneh, Mahkamah Agung mengutus Wakil Ketua MA untuk memandu pelantikan OSO, padahal bertentangan dengan putusan MA sendiri.
Karena itu para demonstran meminta kepada Komisi Yudisial (KY) untuk bertindak tegas kepada Mahkamah Agung (MA). Salah satunya karena kehadirian wakil ketua MA saat proses pelantikan OSO beberapa waktu silam.
“Komisi Yudisial (KW) dengan segala kewenanganya dan tugas yang diembanya harus bersikap dengan menyatakan bahwa tindakan MA telah merusak marwah putusan MA. Karena tindakan wakil ketua MA yang menghadiri dan melantik pimpinan DPD itu bersebrangan (berbanding terbalik) dengan putusan MA,” jelasnya seperti dalam pers rilis yang diterima Wartawan.
Pelantikan OSO sebagai ketua DPDRI mendapatkan gugatan dari pimpinan DPD RI lama, GKR Ratu Hemas. Anggota DPD yang tidak menerima langkah politik OSO menguasai DPD menggugat ke PTUN Jakarta Timur terkait surat keputusan MA.
“Komisi Yudisial (KW) dengan segala kewenanganya dan tugas yang diembanya harus bersikap dengan menyatakan bahwa tindakan MA telah merusak marwah putusan MA. Karena tindakan wakil ketua MA yang menghadiri dan melantik pimpinan DPD itu bersebrangan (berbanding terbalik) dengan putusan MA,” tutur Galih. #le
Comments are closed.