JAKARTA, beritakaltim.co- Kisruh di tubuh DPD (Dewan Perwakilan Daerah) juga mengundang reaksi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Se-Jakarta
Para mahasiswa melakukan aksi di depan Gedung PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), Rabu (7/6/2017), dengan menyerukan agar Majelis Hakim PTUN yang rencananya membacakan putusan sengketa Ratu Humas Dkk melawan SK Mahkamah Agung bersikap independen.
Kekuatiran para mahasiswa lantaran dalam sengketa terkait Pimpinan DPD Oesman Sapta Odang itu, Majelis Hakim PTUN bertindak mengadili surat keputusan hakim MA yang secara kedinasan berada satu atap.
“Keberadaan dua kubu Pimpinan DPD akan menyandera kinerja lembaga perwakilan kedaerahan itu. Bahkan bukan tidak mungkin menyebabkan tidak bekerja,” tutur Ashar, Koordinator Lapangan dalam aksi BEM itu.
Menurut para aktivis BEM se Jakarta itu, keributan anggota DPD RI dalam sidang paripurna tanggal 11 April 2017 lalu memberikan gambaran buruk terhadap masa depan lembaga hasil reformasi konstitusi itu.
Dalam pandangan para mahasiswa setelah berusaha membedah kerja DPD, mereka mengaku menemukan masalah serius, di antaranya;
1. Mendominasinya partai politik di kelembagaan DPD. Setidaknya terdapat 70 anggota dan pengurus partai yang merangkap sebagai anggota DPD-RI (lebih dari 50%).
2. Terpilihnya Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) sebagai Ketua DPD. Hal itu menunjukan terdapat korelasi kenapa partai mendominasi DPD dengan dipilihnya pimpinan partai sebagai komando lembaga yang menampung aspirasi daerah tersebut.
3. Adanya dugaan bahwa proses pemilihan Ketua DPD dilakukan dengan cara-cara ilegal. Pandangan itu didasari argumentasi bahwa pemilihan pimpinan DPD-RI yang baru bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 38P/HUM/2017 dan Putusan Nomor 20P/HUM/2017 yang mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya terkait masa jabatan Pimpinan DPD harus hingga terpilihnya anggota DPD yang baru pada Pemilu berikutnya;
4. Bagaimanakah sifat putusan MA? Sebagian kalangan berpendapat bahwa karena belum terdapat upaya mencabut Peraturan DPD yang dibatalkan MA, maka ketentuan tersebut masih berlaku, sehingga berkonsekuensi terhadap berakhirnya masa jabatan Pimpinan DPD dengan komposisi M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad;
5. Kehadiran Wakil Ketua MA dalam proses pelantikan Pimpinan DPD versi Oesman Sapta Odang (OSO), diperdebatkan karena selain bertentangan dengan Putusan MA, juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 260 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
6. Proses pemilihan pimpinan DPD dilakukan dalam rapat yang tidak memenuhi quorum.#le
Comments are closed.