JAKARTA, beritakaltim.co- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun berpendapat ada titik lemah dari pemilihan dan pelantikan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI. Namun ia tidak ingin menyimpulkan apakah gugatan yang dilakukan kubu Ratu Hemas dkk kepada Mahkamah Agung akan dikabulkan.
“Kita tidak tahu apa yang menjadi keputusan majelis hakim, besok. Apapun itu kita hormati,” ujar Refly Harun pada acara talkshow di Metro TV, Rabu (7/6/2017) malam.
Rencananya, Kamis (8/6/201), Majelis Hakim PTUN (Pengadilan Negeri Tata Usaha) Jakarta Timur bersidang kembali dengan agenda tunggal pembacaan putusan atas perkara gugatan keabsahan pelantikan Osman Sapta Odang (OSO) dkk sebagai Pimpinan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI.
Menurut Refly, dalam persoalan pimpinan DPD yang terpecah menjadi dua kubu tersebut, terdapat dua konteks yakni masalah sosial politik dan masalah hukum. Ia melihat, untuk masalah sosial politik kubu OSO memiliki kekuatan besar secara jumlah pendukung di DPD. Namun berbeda dari konteks hukum, Refly melihat adanya kelemahan sehingga bisa saja majelis hakim PTUN nantinya menerima gugatan yang dajukan kubu Ratu Hemas dan kawan-kawan.
Sejak terjadinya gaduh di DPD 4 April 2017 lalu, yakni adanya pemilihan ulang pimpinan DPD yang kemudian dimenangkan OSO, sudah tidak sah.
Ia merujuk sudah adanya putusan Mahkamah Agung bernomor 20 P/HUM/2017, yaitu putusan yang membatalkan Peraturan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan DPD adalah 2,5 tahun.
Dengan pembatalan tersebut, kata Refly, maka Tatib yang berlaku adalah Peraturan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2014 di mana masa jabatan pimpinan DPD adalah 5 tahun.
“Saya kira itu semua akal-akalan. Baik pemilihan sebelum dan setelah perubahan tata tertib. Sama-sama tidak sah karena tatib masa jabatan sudah dibatalkan MA dan sudah dicabut oleh pimpinan DPD, GKR Hemas dan Farouk Muhammad. Jadi tidak ada dasar untuk mengatakan masa jabatan pimpinan DPD berakhir,” ujar Refly, beberapa waktu lalu.
Alasan lain, kata dia, masa jabatan pimpinan DPD baru berakhir ketika pimpinan sebelumnya mengundurkan diri. Refly mengatakan dari awal sidang hingga akhir, baik Hemas ataupun Farouk tidak pernah mengundurkan diri.
“Jadi masa jabatan tidak bisa diakhiri dengan sebuah keputusan. Kecuali pimpinan mengundurkan diri. Tapi, ini kan tidak. Jadi Hemas dan Farouk masih pimpinan yang sah,” ujarnya.
Sementara Donal Faris, salah satu aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan, sengketa di PTUN bukalah pertaruhan bagi para penggugat. Justru sesungguhnya pertaruhan bagi Mahmakah Agung dan marwah dunia peradilan.
“Kekisruhan ini tidak bisa dilepaskan dari kekeliruan Wakil Ketua MA, Suwardi untuk melantik OSO meskipun bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung,” kata Donal.
Akibat dari kekeliruan itu, memunculkan banyak masalah dan sengketa di tubuh DPD yang berakibat pada polarisasi dua kelompok. DPD secara kelembagaan menjadi lumpuh karena keputusan-keputusan yang diambil berpotensi cacat secara hukum.
” Menjadi pertanyaan besar, siapa yang akan menghentikan polemik ini ? Jadi, jawabannya adalah pengadilan itu sendiri. MA melalui PTUN harus meluruskan kembali kekacauan hukum akibat pelantikan kubu OSO,” ujar Donal.
Sementara kuasa hukum kubu Ratu Hemas dkk, Irman Putra Sodin mengatakan, sekarang permasalahan semakin rumit karena kubu OSO mulai menggunakan cara-cara intimidatif kepada anggota DPD untuk mengakui keabsahannya. Di antaranya, dengan cara menahan dana reses anggota berseberangan dengan kubu OSO.
“Kita menunggu putusan majelis hakim PTUN. Bagaimanapun juga, putusan gugatan tersebut akan menentukan ‘hitam-putih’ Mahkamah Agung,” kata Irman Putra Sodin. #le
Comments are closed.