SAMARINDA.BERITAKALTIM.CO-Lembaga Bantuan Hukum Kalimantan Timur yakin Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi) Samarinda menang berperkara dengan Pemerintah Provinsi Kaltim hingga ke tingkat kasasi (Mahkamah Agung) sebab, putusan pengadilan tingkat pertama baik di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) maupun di Pengadilan Negeri Samarinda, Yarsi sudah menang.
“Putusan PTUN maupun PN Samarinda obyektif sekali. Dijelaskan adalam amar putusan bahwa ada cacat hukum saat Pemprov Kaltim mengambil paksa operasional Rumah Sakit Islam maupun aset berupa tanah,” kata Ketua LBH Kaltim, Arifudin.
Hal itu dikatakannya setelah PN Samarinda, Senin lalu memutuskan bahwa majelis hakim yang diketuai Deky Velix Wagiju menganulir memorandum of understanding (MoU) yang diteken Ramli Yahya, pembina Yarsi dan Dirut RSUD AWS Rachim Dinata Marsidi.
Menurut Arifudin, perkara Yarsi dengan Pemprov Kaltim akan berkepanjangan kalau pihak yang kalah terus melakukan upaya banding atau kasasi. Meski banding atau kasasi, peluang Pemprov Kaltim maupun Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie yang mengambilalih operasional Rumah Sakit Islam sangat kecil. “Penggugat (Yarsi) bisa membuktikan secara hukum, tindakan tergugat melawan hukum,” ucapnya.
Dijelaskan pula, apabila Pemprov Kaltim benar-benar peduli kepentingan umum, layanan kesehatan untuk umat, maka sebaiknya tidak perlu banding atau meneruskan perkara hingga tingkat kasasi sebab, sengketa yang sudah terjadi bisa diselesaikan melalui musyawarah untuk mengambil kata mufakat.
“Tergugat sebaiknya mau meluruskan kembali prosedur atau tata cara pengambilalihan RSI agar fair, Yarsi tidak dirugikan karena yang jadi dasar mengambilalih cuma masalah aset berupa tanah rumah sakit, sedangkan aset lainnya berupa bangunan dan alat peralatan hasil usaha Yarsi,” ujar Arifudin.
Sebagaimana putusan PN Samarinda, item gugatan Yarsi yang dikabulkan adalah menyatakan MoU bernomor 445/1658/UM/VIII/2016 atau 103/Yarsi-1/VIII/2016 tentang peralihan manajemen, operasional dan pengelolaan RSI ke RSUD AWS pada 3 Agustus 2016 dinyatakan batal demi hukum. Menghukum AWS untuk menghentikan segala aktivitas manajemen dan operasional tanpa syarat apapun.
Alasannya adalah dalam nota kesepahaman tersebut, khususnya Pasal 3 tertuang tata cara pelaksanaan kesepakatan yang dijalin harus menyusun SPKS (surat perjanjian kerja sama) terlebih dahulu.
Dalam persidangan, tergugat tak bisa membuktikan aturan yang disepakati kedua belah pihak ini termaktub dalam SPKS yang dibentuk para pihak, yakni menjalankan prosedur peralihan tanpa menindaklanjuti SPKS, sehingga itu dianggap majelis hakim sebagai bentuk wanprestasi.
Sebelumnya di PTUN Samarinda, hakim juga menganulir Surat Keputusan Gubernur Kaltim bernomor 180/K.419/2016 tertanggal 25 Juli 2016 tentang pencabutan hak pakai lahan. Diketahui, polemik RSI ini sudah bergulir sejak 5 Agustus 2016 lalu dan operasional RSI pada 20 November 2016 terhenti lantaran izin operasionalnya tak dapat diperpanjang Pemkot Samarinda atas permintaan Pemprov Kaltim.#into
Comments are closed.