SAMARINDA, BERITAKALTIM.CO-Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur yang melambat dalam lima tahun terakhir, bahkan ditiga tahun terakhir hanya nol koma, semakin mendekatkan rakyat kekenyataan “anak ayam mati kelaparan di lumbung padi”.
Ekonomi yang melambat menjadikan pendapatan per kapita rakyat bila dihitung menggunakan tahun dasar 2000 semakin tergerus dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2013 pendapatan per kapita rakyat Kaltim masih 64,12 juta terjun bebas ke angka 50,27 juta di tahun 2016.
Sebaliknya, rata-rata pengeluaran per kapita rakyat untuk berbagai konsumsi setiap bulannya meningkat. Rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan pada tahun 2016 Rp1.193.642,oo atau naik Rp57.469,oo.
Rata-rata pengeluaran konsumsi makanan per kapita juga demikian, dimana di tahun 2015 menjadi Rp549.351,oo atau naik Rp40.550,oo dari tahun sebelumnya. Rata-rata pengeluaran per kapita untuk konsumsi non makanan di tahun 2015 mencapai Rp644.291,oo atau naik Rp16.919,oo.
Hal itu terungkap dari telisik Kalpost atas Resume Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kalimantan Timur Tahun 2018 Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Kaltim tidak terlepas dari faktor melemahnya perekonomian dunia, menurunnya produksi dan harga minyak, batubara, dan mengecilnya investasi yang masuk ke Kaltim sejak tahun 2014. Pada tahun 2013 investasi PMA/PMDN masih Rp18,441 triliun, mulai tahun 2014 turun ke angka Rp12,983 triliun, setahun kemudian melorot ke Rp9,611 triliun, dan di tahun 2016 tinggal Rp6,885 triliun.
Dampak lanjutan dari melorotnya kinerja ekonomi Kaltim adalah menurunya PDRB per kapita yang dihitung menggunakan tahun dasar 2010 dua tahun terakhir. Pada tahun 2014 PDRB per kapita masih Rp155,14 juta/bulan, di tahun 2015 tinggal Rp143,25 juta/bulan atau turun Rp11,89 juta.
Saat ekonomi makro daerah dan negara tak menentu, kinerja keuangan Pemprov Kaltim juga tergerus. Sempat menikmati APBD dalam hitungan Rp11 triliun di tahun 2013 dan 2014, pada tahun 2015 turun ke angka Rp8,9 triliun, dan di tahun 2016 dan 2017 ke kisaran Rp8 triliunan, atau rata-rata turun 12,36 persen.
Hampir semua komponen pembentuk pendapatan daerah turun dikisaran 10-19 persen di tahun 2016. PAD turun 11,09 persen dan Dana Perimbangan turun 10,31 persen. Komponen PAD yang turun adalah pajak daerah -14,11 persen, retribusi daerah -15,74 persen, hasil pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan turun 15,74 persen. Sedangkan dana bagi hasil yang trun dari bagi hasil pajak/bukan pajak -19,59 peren, lain-lain PAD yang sah trun 23,82 persen, pendapatan dari dana penyesuaian minus 24,56 persen.
Dampak dari serba turunnya penerimaan daerah tersebut, membuat belanja langsung dan tidak langsung pemerintah di tahun 2016 juga berkurang signifikan. Bantuan keuangan provinsi ke kabupaten/kota di tahun 2016 tinggal Rp848,149 miliar atau turun 24,12 persen. Belanja bagi hasil provinsi ke kabupaten dan kota juga turun 16,34 persen atau hanya Rp1,478 triliun. Sedangkan belanja langsung, seperti untuk pegawai, barang dan jasa, belanja modal tergerek ke bawah rata-rata 13-18 persen.
Meski tahun 2017 belum menjadi tahun kebangkitan kembali ekonomi Kaltim, tapi Pemprov Kaltim begitu optimis di tahun 2018 pendapatan Kaltim naik menjadi Rp9,358 triliun dibandingkan tahun 2017 yang hanya Rp8,098 triliun.
Pendapatan yang diproyeksi naik di tahun 2018 adalah semua komponen penerimaan yang termasuk PAD, seperti pajak dan retribusi daerah, dan lain-lain dengan jumlah keseluruhan Rp4,187 triliun, dimana di tahun 2017 hanya berkisar Rp3,987 triliun. Pendapatan dari dana perimbangan di tahun 2018 diproyeksi Rp5,151 triliun, atau lebih besar dari tahun 2017 yang hanya Rp4,092 triliun. #intoniswan
Comments are closed.