BONTANG, BERITAKALTIM.co- Puluhan karyawan PT. YUM mendatangi kantor DPRD Kota Bontang. Kedatangan tersebut untuk memenuhi undangan Komisi I dalam rangka rapat dengar pendapat terkait beberapa kejanggalan pengupahan yang dialami karyawan tersebut.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi I, Agus Haris, didampingi tiga anggotanya yakni Bilher Hutahaean, Setyoko Waluyo, dan Abdul Malik diselenggarakan di ruang rapat DPRD Kota Bontang, Selasa, 24 Oktober.
Dalam hearing turut dihadiri Direktur PT. YUM, Arif, perwakilan PT. Pupuk Kaltim (PKT), Perwakilan Dinas Dinas Penanaman Modal Tenaga Kerja dan PTSP Kota Bontang, dan tamu undangan lainnya.
Kuasa puluhan Karyawan, Sukria mengatakan persoalan PT. YUM ini kerap terjadi apabila ada penambahan kontrak baru dari PKT selaku pemberi kerja. Menurutnya hal tersebut disebabkan adanya kesalahan pihak PT. YUM yang selalu tidak pernah tuntas menyelesaikan masalah pengupahan.
“Intinya pihak PT. YUM dengan PKT sebagai pemberi kerja mestinya mengacu pada peraturan menteri ketanagakerjaan nomor 19 tahun 2012 artinya pekerja borongan dan outsourching tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh PT. YUM sehingga terjadi kesalahpahaman. Dan sejak 2010 dipekerjakan hingga pada 2011 di kontrak yang digunakan adalah upah minimal sektor kimia (UMSK),” jelasnya.
Tak hanya itu, Sukria juga mengungkapkan hal lain yang mereka bawa dalam rapat yang berlangsung selama kurang lebih dua jam itu, seperti adanya karyawan yang ditempatkan pada lokasi yang tidak sesuai dengan yang tertera di agreement, ketidakjelasan status karyawan yang telah bekerja diatas lima tahun, dan adanya karyawan yang telah bekerja selama tiga tahun namun dipecat tanpa diberikan pesangon tetapi hanya diberikan uang tali asih senilai satu kali basic.
“Untuk itu kami minta kepada dewan (Komisi I, red) supaya menyelesaikan persoalan ini tetap pada jalur yang sudah digariskan oleh aturan yang ada. Karena regulasi yang dimainkan pihak PT. YUM mengecewakan kami selaku pekerja,” imbuhnya.
Salah satu karyawan yang hadir dalam rapat, Setia Budi juga ikut bersuara. Ia mempertanyakan nasibnya bersama beberapa rekannya yang sempat dirumahkan.
“Bagaimana solusi status kami mohon dipertanggung jawabkan. Lalu masalah kontrak kerja dari kelompok kami yang mana dalam agreement dikatakan ditempatkan di NPK Fusion namun kenyataannya ditempatkan atau dibuang ke PPU. Kami pun tidak mengetahui pekerjaan disana (PPU, red) maka kami minta tempat kami sama seperti lokasi yang ada pada kontrak kerja sebelumnya,” tegasnya.
Sementara itu selaku pimpinan rapat, Agus Haris meminta kepada kedua pihak agar keadaan dapat kembali seperti semula tanpa melihat siapa yang benar dan siapa yang salah.
“Kita sengaja menghadirkan PKT disini selaku pemberi jasa untuk minimal kita sama-sama mengetahui setiap kali ada terjadi permasalahan yang ada disana dan dapat diselesaikan secara aman dan melihat dari sisi kemanusiaan nya,” kata politisi Gerindra ini.#st/ Adv
Comments are closed.