BeritaKaltim.Co

Guru Besar Ahli Pemilu Menilai Pelanggaran Administrasi

TANJUNG REDEB BERITAKALTIM.CO-Sidang dugaan pelanggaran pidana kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kaltim 2018, dengan terdakwa Bupati Berau Muharram, digelar secara maraton sejak Selasa (17/7) lalu.
Agenda sidang yang terus berlanjut hingga tahap mendengarkan keterangan ahli yang didatangkan pihak terdakwa, Jumat (20/7) kemarin.
Pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb kemarin, tim penasihat hukum terdakwa mendatangkan Guru Besar Ahli Pemilu dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Prof DR Juajir Sumardi, untuk memberikan keterangan ahli guna mencari titik temu dalam menggali nilai-nilai kebenaran dengan menyampaikan pandangan yuridis yang harusnya dijalankan pihak yang berkaitan dalam perkara tersebut.
Juajir Sumardi menilai, setelah membaca secara detail perkara dan melihat praktik perkara yang terjadi di kota lain, seperti Kota Makassar, ternyata pasal 71 ayat 1, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, berada di ranah pelanggaran administrasi, bukan pidana.
Dijelaskannya, unsur-unsur pada pasal 71 ayat 1 tersebut, berkaitan dengan larangan membuat keputusan dan melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Ternyata kelihatannya dalam persidangan, dakwaan dibawa ke dalam konteks kampanye yang diatur dalam pasal 70 (Undang-Undang 10/2016), bukan pasal 71,” katanya dalam konferensi pers yang digelar tim penasihat hukum terdakwa di Grand Parama Hotel, Jumat sore kemarin.
Pasalnya pelanggaran yang dilakukan Muharram yang akhirnya harus diselesaikan di meja hijau, adalah pelaksanaan kampanye yang dilakukan Muharram di saat hari kerja, tanpa mengajukan cuti ke gubernur, sesuai ketentuan pasal 70 Undang-Undang 10/2016.
Padahal, lanjut dia, harus ada pembuktian yang dilakukan terlebih dahulu untuk memenuhi unsur pidana sesuai yang diatur pasal 71 undang-undang tersebut.
Yang pertama, larangan kepada pejabat daerah, TNI/Polri, membuat putusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan pasangan calon. “Dalam perkara ini, tidak dijelaskan apa itu keputusan dan tindakan yang dianggap melanggar pasal,” katanya.
Dalam konteks pejabat daerah, penjabarannya juga dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan. Atau ketika menjalankan fungsi dan kewenangannya sebagai pejabat daerah. Seperti membuat suatu ketetapan tertulis dalam rangka melaksanakan fungsi dan kewenangannya, yang kemudian memberikan keuntungan atau merugikan pasangan calon lain dalam pelaksanaan pemilihan gubernur yang dimaksud.
“Apakah dalam hal ini bupati membuat suatu ketetapan tertulis? Kalau tidak, maka unsur itu tidak terpenuhi,” terangnya.
Pria yang pernah menjabat Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan tersebut menambahkan, pasal 71 yang didakwakan kepada terdakwa, mengarah pada penyalahgunaan kewenangan. Dan itu yang harus dibuktikan.
“Sekarang ini, bupati tidak dilarang berkampanye asal ada izin. Kalau tidak ada izin, benar itu pelanggaran, tapi sanksinya administrasi yang diberikan diberikan atasannya (gubernur, red),” jelasnya.
Melaksanakan kampanye untuk mendukung pasangan calon nomor urut 3 pada Pilgub Kaltim yang disangkakan kepada Muharram, juga perlu dibuktikan. Karena menurutnya, pelaksanaan kampanye adalah kegiatan yang menyertakan pemamaran visi dan misi serta program kerja seorang calon. “Kalau hanya memberikan sambutan, tidak memaparkan visi-misi atau program kerja, bukan kampanye namanya,” terang dia.
“Jadi, jika pasal 71 yang digunakan untuk menjerat Pak Muharram, itu harus dibuktikan juga, apakah sudah memenuhi unsur kampanye atau tindak,” sambungnya.
Dari kaca matanya, pasal yang dilanggar Muharram adalah pasal 70 UU Nomor 10/2016, bukan pasal 71.
“Tapi karena pasal 70 tidak ada sanksinya, mungkin dilihat kurang seksi. Makanya dibawa ke pasal 71,” ujarnya.
Seperti yang telah terjadi sidang perkara dugaan pelanggaran dalam Pemilu yang disangkakan kepada Bupati Muharram, dan sidang berlangsung mulai Selasa (17/7) lalu. mar

Comments are closed.