BeritaKaltim.Co

Indosat Mau Dibeli Jokowi Lagi? Ini Penjelasannya

JAKARTA, beritakaltim.co- Di tahun politik, Calon Presiden Joko Widodo mendapat serangan massif dari lawan politiknya. Salah satunya terkait Indosat, asset BUMN Indonesia yang dijual ke pengusaha asing pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Saat acara debat Capres tahun 2014 di televisi, Capres Prabowo Subianto menanyakan apa langkah Jokowi soal Indosat tersebut.

Mendapat pertanyaan itu, Jokowi dengan tenang mengatakan bahwa aksi jual BUMN adalah hal biasa. Indonesia bisa membeli kembali, kalau memang punya uang. “Tapi, dengan harga yang wajar,” ucap Jokowi, waktu itu.

Gara-gara ucapan itu, kubu Prabowo menjelang Pilpres 2019 mengungkitnya. Karena pemerintahan Jokowi tak juga merealisasikan pembelian Indosat, narasi yang dibangun kubu ini adalah Jokowi pembohong.

Tapi, apa benar pemerintahan Joko Widodo ingkar janji tak mau membeli Indosat kembali?

Ternyata tidak juga. Pada 29 November 2018 lalu Presiden Jokowi menerima kedatangan Direktur Utama PT Indosat Tbk, Chris Kanter. Salah satu materi pembicaraan adalah rencana pembelian kembali (buyback) saham Indosat yang kini berada di tangan investor Qatar.

Sebagai seorang professional, Chris Kanter menjelaskan posisi perusahaan Indosat. Saat ini, kata Kanter, bukanlah waktu yang tepat jika pemerintah Indonesia ingin buyback. Alasannya, karena saat investor Qatar membeli saham Indosat dari pemerintah nilai kapitalisasi pasar perusahan sekitar US$ 3,3 miliar, sementara saat ini turun menjadi kurang dari US$ 1 miliar, sehingga tidak mungkin investor tersebut mau menjual dalam posisi rugi.

“Dia itu uangnya banyak dan tujuannya mau jadi operator dunia. Tidak mungkin mau jual rugi apalagi dia banyak duit. Saya jelaskan tentu kalau mau lakukan buyback harus waktu yang tepat. Kalau sekarang si pemegang mayoritas tidak mau melepas sahamnya,” terang Chris Kanter seperti dikutip media detik.

Perusahaan Qatar pemegang saham Indosat itu, Ooredoo, juga berambisi menjadi operator terbesar di dunia. Perusahaan Qatar itu ingin mengembangkan Indosat lantaran sekitar 40 persen pelanggannya berasal dari Indosat.

“Pelanggan Indosat itu 40 persen dari seluruh grup yang tersebar di 11 negara. Jadi logikanya dia tidak dalam appetite jual, apalagi jual dalam kondisi rugi,” ujar Chris.

Kalaupun Ooredoo mau memberikan diskon 50 persen atas harga saham yang mau dijual ke pemerintah, menurutnya negara malah justru dirugikan.

“Katakanlah belinya dengan hitungan nilai kapitalisasi pasar US$ 1,5 miliar, ya buat pemerintah merugikan kan barang sebenarnya US$ 1 miliar. Itu malah jadi isu besar,” tambahnya.

Menurut Chris kalaupun pemerintah punya uang untuk melakukannya juga lebih baik digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting lainnya. Dia juga menyarankan agar pemerintah fokus untuk mendorong perkembangan industri telekomunikasi tanah air.

“Lebih baik didorong untuk maju, malah secara komersial itu si telco-telco pasti akan berkonsolidasi, ke depan pasti itu. Justru saat itu timing yang bagus untuk pemerintah untuk melihat peluang-peluang yang ada,” terangnya.

Chris menambahkan sebenarnya pemerintah melalui Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu sudah pernah difasilitasi bertemu dengan investor Qatar untuk menyampaikan niat membeli kembali Indosat Ooredoo, namun Qatar memang tidak memiliki rencana untuk menjual.

Bahkan sebaliknya saat ini mereka justru menyetujui perusahaan untuk meningkatkan nilai capex secara masif untuk bisa berkembang lebih cepat ke depan yakni sebesar US$ 2 miliar untuk 3 tahun.

Seperti diketahui saham Indosat dibeli oleh Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT) sebanyak 41,94 persen pada 2002 silam. Selanjutnya pada 2008 saham Indosat secara tidak langsung diakuisisi oleh Qatar Telecom (Qtel) Q.S.C. (Qtel) melalui Indonesia Communications Limited (ICLM) dan Indonesia Communication Pte. Ltd. (ICLS) sejumlah 40,81 persen.

Kemudian Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19% dari publik sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan sebesar 65% pada 2009. Dengan demikian Qtel atas nama Ooredoo Asia Pte. Ltd. (dahulu Qtel Asia Pte. Ltd.) sampai saat ini menguasai 65 persen saham Indosat.

Laporan kerugian Indosat pada tahun 2018 ini bukan omong kosong. Sebagai emiten telekomunikasi PT Indosat Tbk. (ISAT) terlihat terjungkal lantaran rugi hingga triliunan rupiah pada kuartal III-2018 dari sebelumnya laba.

Berdasarkan laporan keuangan yang dikutip Jumat 30 November 2018, Indosat membukukan rugi bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk senilai Rp1,53 triliun.

Jika ditelisik lebih dalam, terpuruknya kinerja perusahaan provider selular ini lantaran koreksi pendapatan yang cukup besar. Total pendapatan perseroan anjlok 25 persen menjadi Rp16,77 triliun dari Rp22,56 triliun.

Pada periode Januari-September 2018, tekanan terbesar Indosat terjadi pada pendapatan selular yang merosot 29,6 persen year-on-year (yoy). Pendapatan selular Indosat mencapai Rp13,17 triliun dari tahun sebelumnya Rp18,73 triliun. #le

Comments are closed.