JAKARTA, beritakaltim.co- Sidang perdana sengketa Pilpres 2019 digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang dibuka sekitar pukul 09.00 WIB oleh Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan dihadiri tim kuasa hukum BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandiaga, kuasa hukum KPU dan Bawaslu dan TKN (Tim Kemenangan Nasional) Jokowi-Mar’uf Amin.
Dalam gugatannya, Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang dipimpin Bambang Widjojanto membacakan temuan-temuan mereka yang mengindikasikan adanya kecurangan dalam Pilpres 17 April 2019 lalu. Selain menyoal soal penggelembungan suara, juga disajikan tuduhan adanya penyalahgunaan kekuasaan dan anggaran.
Sidang pertama berlangsung sampai pukul 11.15 WIB dan kemudian diskors sampai usai ibadah sholat Jumat pukul 13.30 WIB.
Tentang fakta terjadi penggerusan dan penggelembungan suara dalam Pilpres 2019, menurut Bambang dalam gugatannya, diketahui berdasarkan hitungan Tim IT internal, yaitu ada penggerusan suara 02 lebih dari 2.500.000 dan penggelembungan suara 01 di atas 20.000.000.
“Sehingga perolehan sebenarnya untuk suara pasangan 01 sekitar 62.886.362 (48%) dan suara untuk pasangan 02 sekitar 71.247.792 (52%),” kata Ketua Tim Hukum Bambang Widjojanto di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat 14 Juni 2019.
Tim Kuasa Hukum BPN menguraikan, proses penggerusan dan penggelembungan itu diduga dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi dengan ditemukannya indikasi proses rekayasa atau engineering. Sekaligus adjustment atas perolehan suara yang dari awal sudah didesain dengan komposisi atau target tertentu dengan menggunakan sistem IT tertentu.
Menurut dia, fakta itu menuntut pemeriksaan form C1 di Mahkamah Konstitusi harus selangkah lebih maju. Yakni dengan memperhatikan, melibatkan dan menggunakan IT dalam proses uji, konfirmasi dan klarifikasi suara yang tersebut di dalam form C1 yang ada di Sistem Informasi Penghitungan Suara KPU.
“Sehingga seyogyanya pemeriksaan atas keabsahan hasil pemilu juga perlu menggunakan atau membandingankannya dengan IT,” ujar mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Berdasarkan hasil analisis IT forensik yang dilakukan atas sistem informasi hasil penghitungan suara KPU, tim IT internal BPN juga menemukan kecurangan berupa penggelembungan suara di 25 Provinsi. Kemudian, terjadi di lebih dari 400 Kabupaten/Kota.
“Jika dilihat dari besar jumlah suara, penggelembungan suara terbesar terjadi di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Lampung,” kata BW W.
Untuk Jawa Tengah, penggelembungan suara pasangan 01 secara presentase terbesar terjadi di Rembang, Kota Pekalongan, Batang, Pekalongan, Kudus, Kendal, Purbalingga, Demak, Wonosobo, Blora, dan Jepara.
Sedangkan untuk Provinsi Jawa Timur, penggelembungan terbesar terjadi Trenggalek, Tuban, Mojokerto, Jombang, Gresik, Kota Pasuruan, Pasuruan, Kota Probolinggo, Nganjuk dan Probolinggo.
“Sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat, penggelembungan terbesar terjadi di Kota Cirebon, Cirebon, Indramayu, Sukabumi, Purwakarta, Karawang, Majalengka, Bekasi, Bogor, Subang dan Kuningan,” ujarnya.
Anggota Tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang lain, Denny Indrayana yang membacakan berkas gugatan bergantian, menyebut Jokowi selaku petahana melakukan abuse of power.
“Yang dihadapi oleh paslon capres dan cawapres Prabowo-Sandiaga Uno bukanlah paslon 01, tetapi sebenarnya adalah presiden petahana Joko Widodo yang menyalahgunakan kekuasaannya (abuse of power),” kata Denny, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu.
Denny menambahkan abuse of power yang dilakukan adalah penyalahgunaan anggaran negara dan aparatur negara. Selain itu, Denny menyebut kecurangan yang dilakukan Jokowi-Ma’ruf Amin bukanlah kecurangan biasa.
“Paslon 01 telah melakukan kecurangan pemilu yang tidak hanya biasa-biasa saja, tetapi sudah bersifat TSM,” kata Denny.
Di bagian lain tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga menyebut Presiden Jokowi yang maju Pilpres 2019 bersama KH Ma’ruf Amin, melakukan penyalahgunaan anggaran. Tim Prabowo-Sandi mengatakan, kecurangan penggunaan anggaran dilakukan dengan matang dan sistematis.
Adapun penyalahgunaaan yang dipermasalahkan adalah:
1. Menaikkan gaji PNS, pensiunan, TNI dan Polri Rp 2,61 Triliun
2. Menjanjikan Pembayaran Gaji ke 13 dan THR lebih awal Rp 40 Triliun
3. Menaikan gaji perangkat desar Rp (kurang lebih) 114 miliar
4. Menaikkan dana keluaran Rp 3 Triliun
5. Mencairkan dana bansos Rp 15,1 Triliun
6. Menaikkan dan mempercepat penerimaah PKH Rp 34,4 triliun
7. Menyiapkan skema rumah DP 0% untuk ASN, dan Polri Rp 100 Triliun.
“Dapat diduga Paslon 01 dan tim kampanyenya akan berdalih bahwa program negara tersebut bukanlah vote buying karena tidak dilakukan oleh paslon sebagaimana diatur dalam pasal 286 UU 7/2017. Dalih demikian harus dibantah meskipun secara cerdik yaitu disampaikan dalam forum kenegaraan. Hal demikian tidak menghilangkan hakekat bahwa anggaran dan program tersebut sedang disalahgunakan oleh Presiden Petahana Jokowi untuk kepentingan pemenangan Paslon 01,” kata kuasa hukum Prabowo-Sandi.
Tim Prabowo menyinggung dugaan penyalahgunaan APBN hingga menyoroti netralitas aparat.
“Kami mendalilkan bahwa dalam PIlpres 2019 ini yang berkompetisi bukanlah paslon 01 dengan paslon 02, tetapi adalah antara paslon 02 dengan presiden petahan Joko Widodo lengkap dengan fasilitas aparatur yang melekat pada lembaga kepresidenan,” kata tim hukum Prabowo-Sandiaga.
Tim hukum Prabowo menyebut bentuk kecurangan yang dilakukan Presiden Jokowi adalah a) Penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintahan; b) Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN; c) Ketidaknetralan aparatur negara: polisi dan intelijen; d) Pembatasan kebebasan media dan pers; e) Diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.
“Kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat TSM, dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, dan mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia,” kata Bambang Widjojanto. #le
Comments are closed.