BeritaKaltim.Co

Pedagang Lintas Batas Nunukan-Tawau Unjukrasa, Tolak PP 34

NUNUKAN, beritakaltim.co- Pedagang lintas batas Sebatik Kabupaten Nunukan menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2019 tentang Perdagangan Perbatasan. Alasannya, hal tersebut belum bisa diterapkan karena nantinya akan memutus perekonomian sejumlah pedagang di Kecamatan Sebatik. Karena itu, puluhan pedagang lintas batas menyampaikan aspirasi ke anggota DPRD, Senin (1/07) di ruang rapat Ambalat I Kantor DPRD Nunukan.

Pedagang Lintas Batas tersebut meminta kepada Pemerintah Daerah untuk segera memediasi permasalahan ini khususnya Bea Cukai Kabupaten Nunukan agar tetap membuka jalur perdagangan lintas batas di Pulau Sebatik, harapannya agar perputaran ekonomi masyarakat termasuk pedagang tetap terpenuhi.

“Harus ada aturan yang menyentuh kearifan lokal terhadap hal ini, karena untuk menyekolahkan anak kami, memenuhi kebutuhan sembako bagi masyarakat, mungkin selanjutnya terhenti karena rencananya pintu lintas batas perdagangan ini akan ditutup,” kata Rusli, Pedagang Sembako Sebatik.

Ia menambahkan, kebutuhan pokok di Kabupaten Nunukan terpenuhi, karena akses lintas batas Indonesia dan Malaysia-Tawau, terbilang dekat dari Kecamatan Sebatik. Sementara di wilayah Indonesia membutuhkan waktu dua hari untuk memenuhi segala kebutuhan pokok masyarakat di Kabupaten Nunukan.

“ Pak jangan kami ditekan karena perdagangan ini sudah berlangsung hampir ratusan tahun, kenapa langsung mau ditutup,” kata Rusli di depan instansi terkait yang di undang DPRD Nunukan.

Membenarkan hal tersebut, Anggota DPRD Nunukan, Fery, S.Kom mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Perdagangan perbatasan yang disebutkan pada pasal 5 pemerintah belum melakukan perjanjian menentukan tempat atau lokasi yang menjadi pusat perdagangan lintas batas, demikian juga pada pasal 6, harus melalui perjanjian bilateral.

“ tidak bisa kita mengambil keputusan karena belum ada perjanjian bilateral untuk tempat perdagangan itu sendiri, begitu juga dalam pasal 6. untuk bea cukai ada tidak barang-barang dan tempat masuk dalam perjanjian bilateral, sekarang ini aturan belum sempurna dengan utuh kita langsung berlakukan, mari kita carikan solusi sambil menunggu nanti di hari-hari berikutnya.” kata Fery.

Menurut Fery, segala aktifitas masyarakat terkait dengan perdagangan lintas batas tersebut tetap berjalan, karena hal tersebut merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian maka hal tersebut sudah masuk perbincangan antara kedua negara, untuk melakukan perjanjian bilateral

“Pemerintah daerah dan provinsi tidak memiliki kewenangan, saran saya termasuk ketua pedagang, ketika nanti kementrian perdagangan atau luar negeri datang ke nunukan, kita minta untuk segera menyelesaikan perjanjian bilateral ini, dengan merekomendasikan pemerintah kabupaten dan provinsi menyelsaikan persoalan bilateral, kalau kita menunggu keputusan kementrian menyelesaikan permasalahan ini tidak bakalan selesai.” tegas kader partai Demokrat ini.

Anggota DPRD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Burhanuddin S.HI juga mengatakan hal yang sama, bahwa Peraturan Pemerintah tersebut belum bisa diterapkan di Kabupaten Nunukan, karena terdapat dua pasal yang menurutnya belum memenuhi kriteria terhadap penutupan Perdagangan Lintas Batas yang dimaksud.

“Sebenarnya kita belum siap dengan aturan itu, pintu masuk resmi belum ada yang bisa terapkan bea cukai, yang mana pintu yang sah untuk dilalui. Ketika kita paksakan dengan aturan kemudian kita paksakan aturan itu yang menjadi korban adalah masyarakat,” tegas Burhanuddin SHI.

Karena itu melalui rapat dengar pendapat tersebut, Bea Cukai dan instansi terkait diminta untuk tetap membuka perdagangan lintas batas negara, sambil menunggu pihak kementerian, baik kementerian Perdagangan maupun Kementerian Luar Negeri untuk membahas permasalahan ini. #

Comments are closed.