SAMARINDA, beritakaltim.co- Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim di Lantai 6 Gedung Kompleks DPRD Kaltim, pekan lalu, diwarnai protes salah satu anggota Komisi II Baharuddin Demmu mengenai lahan kehutanan yang digunakan menjadi kebun sawit oleh perusahaan di Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara.
“Apakah kalau di dalam kawasan kehutanan bisa masuk perusahaan sawit didalamnya,” tanya Demu kepada jajaran Dinas Kehutanan Kaltim saat rapat dengar pendapat, Selasa (3/3/2020).
“Tidak,” jawab salah satu Kepala UPTD dari Dinas kehutanan.
Mendengar jawaban itu, Demmu mengemukakan hasil temuannya di lapangan. Tepatnya di Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, terdapat perusahaan yang menanam kelapa sawit dalam wilayah kawasan kehutanan.
“Saya tanyakan karena saya lihat ada plang kehutanan yang menandakan lahan itu kawasan kehutanan. Tetapi ada perusahaan sawit di dalamnya,” kata Demmu.
Menurutnya, di dalam kawasan hutan ada yang namanya hutan lindung, hutan produksi maupun hutan konservasi. Apapun alasannya, kata Demmu, tidak diperbolehkan ada aktifitas perkebunan sawit di dalamnya.
Namun dalam pertemuan itu terungkap bahwa wilayah yang dimaksud anggota dewan itu berada dibawah kewenangan pemerintah pusat. Oleh karena itu, Demmu meminta kepada Dishut untuk mengkroscek wilayah perusahaan sawit yang belakangan diketahui milik PT Tritungal Sentra Buana.
“Saya minta itu dicek dan silahkan dilaporkan kepada Menteri. Kalau tidak berani lapor, maka saya yang akan laporkan. Nanti saya akan minta kepada komisi II untuk menghadap ke Kementrian agar kita laporkan bahwa disini ada permasalahan begini, lalu kita cari solusinya,” jelasnya.
Demmu menilai jika ini dibiarkan maka ada ketidakadilan terhadap perkebunan masyarakat. Kebijakan nasional dalam hal ini perhutanan sosial ada aturan bahwa ketika ada aktifitas masyarakat di wilayah kawasan kehutanan, seperti salah satunya kebun sawit, maka hanya sampai batas waktu 12 tahun. Setelah itu, kebun-kebun sawit harus ditebang.
“Ini tidak adil. Bagi kebun kebun rakyat hanya pada usia 12 tahun sudah harus dibasmi, sementara itu perusahaan jelas melanggar kok, makanya saya minta itu dicek,” urainya.
Demmu juga meminta kepada Kepala Dinas Kehutanan untuk memperjelas setiap kawasan hutan, baik itu hutan produksi, hutan lindung maupun hutan konservasi. Dia meminta kepada jajaran Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim agar mematok atau memberi tanda pada setiap kawasan.
Menurutnya selama ini dinas kehutanan juga masih keliru dalam memberikan status lahan. Mestinya kata Demmu, pemerintah harus memasang patok atau tanda pada setiap batas wilayah.
“Supaya masyarakat tau bahwa di lokasi yang mereka tempati itu merupakan kawasan hutan, agar masyarakat tidak melanggar aturan,” tutupnya. #
Wartawan: Heriman
Comments are closed.