Inilah primata khas Kalimantan, Bekantan kahau (Nasalis larvatus). Memiliki bentuk hidung yang unik dan masuk dalam primata yang terdaftar di Appendix I dari CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Artinya, primata ini tidak boleh diperdagangkan. Statusnya juga dinyatakan “Endangered” dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List sejak 30 Juni 2008.
Bekantan adalah primata yang dijadikan maskot Provinsi Kalimatan Selatan. Populasinya ada di kawasan hutan di sepanjang aliran sungai di wilayah Kalimantan Selatan, tak terkecuali di kawasan pembangkitan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asam Asam, berjarak 130 km, atau sekitar 3 jam perjalanan darat dari ibukota provinsi, Banjarmasin. Sekitar 28 ekor bekantan terdapat di dalam konsesi wilayah PLTU seluas 175 hektar tersebut, hidup berkelompok di sepanjang bantaran Sungai Asam Asam.
“Kami bertekad untuk terus melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses ekologi maupun keseimbangan ekosistem di area PLTU Asam Asam secara berkelanjutan. Sinergi dengan alam, harmonisasi dengan bekantan,” ujar Dony Ocniza, Manager PLN UPK Asam Asam kepada tim esdm.go.id, Jumat (26/6).
Sebagai salah satu penanggung jawab program lingkungan, Alda Erfian menambahkan bahwa konservasi keanekaragaman hayati yang ada di area PLTU Asam Asam bertujuan menjaga kelestarian, mencegah, membatasi kegiatan yang dapat mengakibatkan kepunahan bekantan, dengan harapan generasi berikutnya dapat turut melihat langsung satwa endemik seperti bekantan ini.
“Di area kami terjadi kenaikan populasi bekantan yang awalnya 13 ekor di 2015, saat ini telah meningkat menjadi 28 ekor. Ini juga salah satu dampak dari pengkayaan pakan yang dilakukan melalui penanaman pohon Rambai (Baccaurea motleyana) yang merupakan makanan favorit bekantan,” ungkap Alda.
Alda menguraikan, dengan menanam 100 tanaman rambai di area konservasi tersebut juga bermanfaat sebagai perlindungan terhadap intrusi dan abrasi akibat air laut yang masuk ke Sungai Asam Asam serta yang paling penting penanaman pohon Rambai ini berkontribusi terhadap pengurangan emisi,” lanjutnya.
Tak hanya berkontribusi bagi konservasi bekantan, masyarakat Ring 1 PLTU Asam Asam yang bermatapencaharian sebagai pemanfaat nipah kini mendapat penghasilan tambahan dari menyewakan kapal untuk kegiatan wisata susur sungai sambil melakukan pengamatan bekantan. “Kami libatkan masyarakat dalam berbagai aktivitas, sesuai dengan sasaran kami dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati,” pungkas Alda.
Mendukung Pemerintah, PLTU Asam Asam berkomitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen-komponen lingkungan untuk pemanfaatan di masa yang akan datang. Melalui program ini pula, di awal 2020 PLTU Asam Asam juga menerima Indonesia Green Awards (IGA) yang diselenggarakan oleh The La Tofi School of CSR, untuk kategori Pengembangan Keanekaragaman Hayati. #
Sumber : Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM
Comments are closed.