“Kalau pasokan dari PLTU berkurang karena kapasitas batubara berkurang, kita akan memaksimalkan penggunaan gas. Kalau pun gas masih kurang, maka kita dengan sangat sangat sangat terpaksa menggunakan BBM. Itu adalah opsi terakhir,” ungkap Rida.
Upaya lainnya adalah mengganti penggunaan tongkang dengan kapal untuk pengiriman batubara, dan menggeser (menjadwal ulang) waktu perawatan pembangkit. Bahkan Rida sudah mengingatkan ke PLN dan IPP mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrem. “Tujuan kita adalah menjamin tidak ada potensi pemadaman. Kita ingin menjamin listrik selalu tersedia di manapun. Per Oktober lalu kita sudah ingatkan ke PLN dan IPP agar mereka mengamankan supply chain,” kata Rida.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin Ridwan menegaskan semua perusahaan produsen batu bara telah menyampaikan komitmennya untuk memenuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri. “Semua perusahaan pemasok batubara kepada PLN sudah katakan komitmennya untuk penuni kewajibannya pada waktu yang disepakati,” pungkas Ridwan.
Mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) mewajibkan secara tahunan kepada pemasok batu bara untuk mengalokasikan 25% dari produksinya untuk pasar dalam negeri, khususnya untuk kepentingan pembangkitan listrik. DMO dari target 550 juta metrik ton batubara adalah 137 juta metrik ton, sedangkan kebutuhan batubara untuk pembangkit tahun ini diproyeksikan 113 juta metrik ton.
“Kebutuhan pasokan batubara ke PLN tidak boleh tidak cukup. Semua perusahaan pemasok batu bara sudah menyatakan komitmennya untuk memenuhi kewajibannya, ada 54 perusahaan. Pemerintah sesuai kebijakan mengutamakan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri,” pungkas Ridwan. #
Sumber: Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM
Comments are closed.