BERITAKALTIM.CO- Serapan anggaran APBD Kalimantan Timur yang masih berada pada kisaran 36 hingga 37 persen per awal September dinilai masih sangat rendah. Hal tersebut juga menjadi sorotan sejumlah kalangan baik dari kalangan masyarakat biasa hingga sejumlah anggota DPRD Kaltim.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kalimantan Timur, Sa’aduddin mengatakan rendahnya serapan tersebut terjadi karena sejumlah faktor, salah satunya yakni rendahnya satuan standar harga belanja.
Sebagai contoh yakni perjalanan Dinas keluar kota (Jakarta) pada eselon II yang biasanya Rp2 juta hingga Rp3 juta namun saat ini hanya Rp400 ribu.
“Sejak awal memang sudah kami prediksi akan rendah dan tidak hanya di Kaltim tapi seluruh Indonesia, termasuk di dewan saya sudah ngomong. 2021 ada penyebab utama, di 2021 ada sistem baru namanya SIPD sehingga pada waktu nyusun APBD kemarin itu SKPD tidak begitu siap. Kurang ada pelatihan sehingga begitu APBD selesai, SKPD mau melaksanakan tidak bisa,” ujar Sa’aduddin saat ditemui di kantornya, Selasa (21/9/2021).
Pun menurutnya kalau Dewan sportif, salah satu dari penyebab rendahnya serapan tersebut adalah terlambatnya pengesahan APBD, kemudian prosedur pengadaan barang dan jasa. Setelah Perpres keluar namun petunjuk teknis (Juknis) nya terlambat sehingga berimbas pada daerah.
“Dengan adanya lelang terlambat otomatis kan serapannya telat. Ketiga adalah pertama kalinya kita menerapkan standarisasi harga, itu rendah sekali, jauh sekali. Nah 3 hal itulah yang menyebabkan serapan APBD kita rendah,” paparnya.
Namun demikian Dudin menegaskan bahwa perilaku belanja biasanya akan menanjak pada akhir tahun, untuk batas waktunya yakni per 15 Desember.
Terkait Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 49 yang dinilai juga menjadi faktor terlambatnya serapan anggaran, namun pihaknya menegaskan bahwa bukan ranahnya untuk merubah atau merancang regulasi tapi sebagai pelaksana.
“Saya katakan tidak karena saya PNS, kami taunya melaksanakan pergub. Justru Pergub sebagai pengendali agar tidak terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Duddin menegaskan bahwa Pergub tersebut sasarannya lebih pada Bantuan Keuangan (Bankeu) bukan pada anggaran Pokok-pokok Pikiran.
“Itulah orangnya berpikir keliru, kami mengatur itu mengenai Bantuan Keuangan bukan Pergub mengenai pokir, Bankeu itu hubungan antara Gubernur dengan Bupati, bukan Gubernur dengan masyarakat,” paparnya. #
Wartawan: Heriman
Comments are closed.