BeritaKaltim.Co

Charles Siahaan Menerima Kartu Pers Nomor Satu

Oleh: Charles Siahaan

Entah kenapa, PWI Pusat memberikan nama Press Card Number One?
Padahal, menurutku, kalau pakai nama Kartu Pers Nomor Satu saja sudah keren.

Tidak semua Wartawan berkesempatan menerima penghargaan profesi ini. Apalagi saat membaca catatan kalimat di dalam kartu yang disingkat PCNO itu; Pemegang Kartu Ini Adalah Wartawan Profesional Dengan Kompetensi dan Integritas Tinggi.

Tiba-tiba saja dada saya naik membusung.

“Iya kah?” ujarku dalam hati.

Di sebuah resto di Samarinda Hari Minggu, 13 Februari 2022 tadi, saya menerima penghargaan Press Card Number One. Penyerahannya oleh Ketua PWI Kaltim Endro S Efendi, ditemani Sekretaris Wiwid Marhaendra Wijaya dan Bendahara Heldi Yanur.

Ada sebuah kartu kecil seukuran KTP bertuliskan Kartu Pers Nomor Satu dan foto saya. Kemudian ada sertifikat HPN (Hari Pers Nasional) dan SK (Surat Keputusan) selaku penerima PCNO se-Indonesia dari PWI Pusat.

Ada 30 Wartawan penerima PCNO saat puncak acara HPN di Kendari Sulawesi Tenggara, 9 Februari lalu. Tiga diantaranya dari Kalimantan Timur, yakni Syafruddin Pernyata, Intoniswan dan saya; Charles Siahaan.

Hanya saja, saya dan Pak Syafruddin Pernyata tidak hadir di Kendari, sehingga secara simbolis penghargaan diberikan kepada Intoniswan.

“Sebenarnya PCNO ini diberikan oleh Presiden saat Hari Pers Nasional di Kendari. Tapi, karena Pak Presiden tidak hadir, yang memberikan Ketua Dewan Pers,” ucap Endro.

Mendengar PCNO semestinya diberikan oleh Presiden, saya berusaha menahan nafas, agar dada saya yang kembali membusung tidak begitu tampak.

Untunglah Syafruddin Pernyata cepat menimpali;
“Jadi teringat masa-masa liputan berita,” ujarnya, mengupas penggalan cerita masa-masa jadi Wartawan era Orde Baru.

Bang SP – begitu kami sering menyebut Syafruddin Pernyata, termasuk Wartawan yang punya perjalanan hidup dan karir yang lengkap. Dulu, dia Dosen di FKIP Unmul. Terus ikut berburu berita karena beliau adalah Koresponden Koran Harian Angkatan Bersenjata (AB) dan juga di tabloid lokal “Sampe”.

Saya waktu itu di Surat Kabar Harian Suara Kaltim dan Intoniswan di Harian ManuntunG.

Kemudian SP ditarik Gubernur Suwarna memperkokoh barisan birokrasi Kantor Gubernur sebagai Kepala Biro Humas dan Protokol. Sampai era Gubernur Awang Faroek Ishak dia terus menekuni jadi pejabat sebagai Kepala Diknas Kaltim, Kepala Badan Perpustakaan Kaltim, Bandiklatprov Kaltim dan sampai pensiun sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kaltim.

Masih ada lagi. Bang SP juga menggeluti dunia kesenian. Dia punya label sebagai seniman, budayawan. Bukan hanya jago menulis, tapi juga jago bertutur cerita.
***

Cerita tentang 3 Wartawan Kaltim menerima PCNO saat HPN di Kendari sudah banyak menyebar di media sosial sejak diserahkan di Kendari, 9 Februari 2022.

Sampai suatu saat, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi juga memforward ke WhatsApp saya sebuah foto dan tulisan tentang penerimaan penghargaan itu.

Dari tulisan dan fotonya saya tahu, itu bersumber dari Kadis Kominfo Kaltim Pak Muhammad Faisal yang memang sudah lebih dulu memposting melalui akun facebook pribadinya. Pak Kadis berada di Kendari mewakili Gubernur Kaltim dan menyaksikan langsung pemberian penghargaan itu.

Saya pun segera menjawab Pak Hadi dengan kata-kata terima kasih atas atensinya. Dalam hati saya berucap; Jarang-jarang seorang Wagub menyapa khusus kepada warganya.

Lalu, Saya menulis lagi jawaban ke Pak Hadi dengan sedikit “bumbu” kalimat canda;

“Itu artinya ulun sudah siap jadi Wartawan Istana Negara Nusantara, Pak”.

Why not?
***

Tidak hanya dari Wagub Hadi Mulyadi. Melalui aplikasi chatting lainnya, saya melihat notifikasi dari seorang Wartawan. Namanya Misman Rsu. Di samping Wartawan, dia juga adalah pegiat lingkungan.

Intinya, Misman ingin saya memberikan statemen tentang PCNO dan ulasan sedikit mengenai catatan karir jurnalistik selama ini.

Pikiran saya pun segera menerawang. Menari-nari ke sana-sini;

Apa saja yang sudah saya lalui?
Pengalaman apa yang paling berkesan?

Saya tidak pernah mencatatnya.
Sampai akhirnya saya putuskan menuliskan begini;

Mulai masuk ke dunia pers tahun 1987, saat masih menjadi mahasiswa bersama Tabloid Mingguan Suara Kaltim.

Dari awal karir sudah menjadi penyuka kasus-kasus hukum. Sampai akhirnya memang selalu ditugaskan sebagai wartawan desk hukum mulai di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

Terus saat Suara Kaltim menjadi harian, menjadi Redaktur Hukum.

Hampir semua kasus-kasus hukum era 90-2000 jadi perhatian saya.

Kasus-kasus besar, seperti saat terjadi pembunuhan supir pribadi oleh Bos sebuah bank di Samarinda. Kasus itu sangat menarik perhatian publik karena ada cinta segitiga, di mana sang sopir dituding ada selingkuh dengan istrinya.

Tulisan saya ketika itu “berjilid-jilid” di Harian Suara Kaltim. Dan, Pemred kasih ruang besar berita itu karena memang koran laris dan ditunggu-tunggu masyarakat pembaca.

Kasus lain yang terjadi di Kampung Kanaan Bontang. Pembunuhan yang dilakukan seseorang, tapi ternyata yang dihukum dan dipenjara bukan pembunuh sebenarnya. Kasus ini saya bongkar bersama dengan Alm. Sulaiman Amir dan alhamdulilah berhasil.

Saat kasus korupsi mantan Gubernur Suwarna AF dan Bupati Kukar Syaukani terungkap, saya termasuk Wartawan yang fasih secara detil menceritakan kasus itu di koran.

Sampai saya menerbitkan majalah Mingguan Bongkar. Sayangnya, usianya hanya sekitar 5 tahun. Majalah itu saya hentikan terbit karena tidak mampu lagi mencetak dan berubahnya era yang ditandai beralihnya pembaca dari media cetak ke media online.

Tapi, meski gemar di bidang hukum, bukan berarti saya terus berada di sana. Saya beberapa kali ditugaskan meliput peristiwa politik seperti sidang MPR zaman Presiden Soeharto.

Juga Kongres PDI yang akhirnya membuat PDI pecah antara Ketua PDI Soerjadi dan Ketua PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Saya juga turun ke Jakarta meliput jatuhnya Presiden Gus Dur.

Saya juga pernah jadi redaktur pelaksana Majalah Olahraga “Voli” dan “Squas” bersama sahabat saya Sudarsono Gunawan di Jakarta.

Begitu sekilas perjalanan karir jurnalistik saya. Karena terbiasa menulis tentang orang lain, saya merasa sungkan menuliskan berita diri sendiri.

Oh, ya. Satu lagi. Menggeluti dunia Wartawan, saya sudah terbiasa menghadapi teror dari orang-orang yang gak jelas.

Hadapi saja. Yang terpenting saat membuat berita untuk ditayangkan kepada masyarakat, kita mengerti unsur-unsur berita terpenuhi.
Niatnya cuma satu; bikin berita karena beritanya penting menyangkut kepentingan umum.

Sekarang saya mendirikan Media Siber beritakaltim.co dan sudah terverifikasi administrasi oleh Dewan Pers.

Kalau ditanya apa tanggapan saya setelah menerima penghargaan PCNO?

Tentu saja saya mengucapkan terima kasih, sangat, sangat, sangat, kepada PWI Kaltim dan PWI Pusat serta Dewan Pers. Tentu PCNO itu bukan sekedar kartu, tapi menjadi tanggungjawab saya dalam menjaga dunia jurnalistik tumbuh sehat dan independen.

Tapi ada satu hal yang mengganjal benak saya;
Setelah menerima PCNO, kok sekarang rasanya saya jadi begitu tua?

Samarinda, Minggu 13 Februari 2022.

Comments are closed.