BERITAKALTIM.CO- Perlawanan terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mulai dilakukan oleh warga bernama Marjiati yang merasa terzalimi dengan adanya pembongkaran paksa rumah yang telah ditempatinya selama lebih 40 tahun.
“Saya, keluarga kami, menempati rumah ini sejak tahun 1977. Tapi sekarang diminta bongkar oleh pemerintah kota,” cerita Marjiati seperti disampaikan kuasa hukumnya, Fathul Huda Wiyashadi dan Mangara Tua Silaban dalam rilis yang diterima beritakaltim.co, Rabu (2/3/2022).
Marjiati melaporkan penggusuran rumah yang dialaminya kepada ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur. Intinya, Marjiati beserta keluarganya merasa keberatan dengan tindakan Pemkot Samarinda dalam melakukan penggusuran rumah yang ditempatinya.
Tanah itu letaknya di Danau Semayang RT 16 Kelurahan Sungai Pinang Luar, Samarinda. Marjiati mengklaim tanah itu adalah miliknya, yang diperoleh dari hibah pihak keluarga. Tercatat rumah itu sudah ditiggali keluarga Marjiati sejal tahun 1977.
Marjiati juga mengklaim memiliki surat hibah tanah sebagai alas hak kepemilikan. Namun dia tidak menyangka Pemkot datang dan membongkar bangunan di atas tanah itu.
Keberatan Marjiati dan keluarga sudah disampaikan secara resmi 17 Februari 2022 lalu. Marjiati didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda datang ke Balaikota dan mengajukan surat keberatan administratif.
Para kuasa hukum Marjiati menilai ada maladministrasi dalam aksi penggusuran Pemkot Samarinda. Maladministrasi mulai dari Sekda, Camat Samarinda Kota dan Lurah Sungai Pinang Luar. Lantaran itu, Marjiati dan kuasa hukum mengadukan ke ombudsman.
“Oleh karena itu, saat ini tanggal 01 Maret 2022, Ibu Marjiati yang didampingi oleh LBH Samarinda melaporkan perihal tindakan maladministrasi,” ujar Kuasa Hukum Marjiati.
Pihak Pemkot Samarinda punya alasan mengapa menggusur bangunan rumah yang ditempati Marjiati dan keluarganya. Menurut keterangan Kabag Tata Pemerintahan Pemkot Samarinda, Moch Arif Surochman seperti dikutip dari pemberitaan media online, pembongkaran dilakukan pihaknya sebagai bentuk pengamanan aset-aset Pemkot Samarinda.
“Masih banyak aset lain yang akan kami inventarisir dan amankan agar bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas,” sebutnya.
Ia menegaskan, mulai tahun ini hingga ke depan pihaknya akan melakukan pengamanan aset lagi di tempat lainnya. Moch Arif menambahkan, setelah dilakukan pengosongan Pemkot Samarinda akan mendesain untuk ruang terbuka hijau atau bangunan lainnya yang bisa digunakan untuk masyarakat umum.
Tentang klaim tanah Marjiati beserta keluarga, Kepala Bidang Aset di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda, Yusdiansyah menuturkan, tanah yang berada di Jalan Danau Semayang, RT 16 Kelurahan Sungai Pinang Luar, Kecamatan Samarinda Kota itu memang benar milik pemkot.
“Lahan seluas 84 hektar persegi itu dulunya adalah lahan pemerintah yang digunakan sebagai kantor kelurahan,” ungkap Yusdiansyah.
Tentang klaim Marjiati mendapat hibah, Yudiansyah menjawab yang bisa menghibahkan hanya pejabat yang berkompeten dan punya kewenangan mengelola aset. Dari sepengetahuan Pemkot Samarinda surat hibah yang dimiliki Marjiati dan keluarga dibuat oleh lurah. Padahal seorang Lurah bukan pejabat yang berkompeten untuk memberikan hibah atas aset pemerintah. Sebab sudah ada OPD terkait yang mampu menangani soal aset.
Yudiansyah juga mengatakan orang yang menghibahkan tanah itu kepada keluarga Marjiati, ketika itu sudah tak berstatus sebagai pejabat lagi. Sementara Pemkot Samarinda punya dasar kepemilikan tanah tersebut sebagai aset dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Tanah (SPPHT). #
Wartawan: Hardin
Comments are closed.