BERITAKALTIM.CO- Akhirnya tim penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah II Kalimantan Seksi Samarinda hadir dalam sidang di Pengadilan Negeri Tenggarong, Jumat (19/8/2022). Setelah absen pada sidang perdana, tim penyidik Balai Gakkum mengirim 4 kuasa hukumnya menghadapi gugatan praperadilan seorang pengusaha dari Kutai Barat yang merasa dirugikan.
Awalnya, sidang terjadwal pukul 10.00 Wita. Para pemohon praperadilan dan para pengacaranya sudah terlihat hadir sejak pagi di Pengadilan Negeri Tenggarong. Tapi, ternyata sidang baru bisa dimulai jam 14.00 Wita, setelah umat Muslim sholat Jumat.
Empat staf dari Balai Gakkum KLHK yang hadir di pengadilan dipimpin Muh Nur. Sementara pemohon praperadilan Teddy Rakhmat didampingi oleh tim kuasa hukumnya dari Kapojos Patanan & Associates, masing-masing Melcky Kapojos SH, Yulius Patanan SH MH dan Shinta Pratiwi SH.
Sidang perdana dengan hakim tunggal Andi Ardiansyah, langsung menghadirkan dua orang saksi dari pihak pemohon praperadilan. Mereka adalah Tatang selaku operator dari CV Berkah Alam Mantar dan Zul yang membawa mobil truk pembawa kayu.
Dalam sidang tersebut, setidaknya ada tiga serangan dibombardir kuasa hukum Teddy Rahmat. Tiga serangan itu, pertama; soalnya sah atau tidaknya barang bukti.
“Karena ini berbicara Undang-undang khusus nomor 18/2003, maka kita mengacu pada Undang-undang ini khususnya di Pasal 40, yakni penyidik yang melakukan penyitaan barang bukti temuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meminta izin peruntukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3×24 jam,” ujar Yulius.
Serangan pertama itu terjawab di persidangan. Seharusnya dalam tempo 3×24 jam penyidik mengajukan permohonan penetapan sita barang bukti ke pengadilan setempat, tapi termohon (penyidik Gakkum-red) baru mengajukannya tanggal 27 Mei 2022.
“Amanat undang-undang itu 3 hari. Harusnya tanggal 21 Mei dimohonkan penetapan ke Pengadilan,” ujar Yulius.
Serangan kedua, mengenai Pasal 41 KUHAP. Di situ disebutkan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 7 hari setelah menerima permintaan penyidik, sebagai mana dimaksud Pasal 40 ayat 3 wajib menetapkan peruntukan penyitaan barang bukti.
“Tetapi tadi dalam persidangan, penetapan itu keluar tanggal 6 Juni 2022, sedangkan permohonan tanggal 27 Mei 2022, harusnya tanggal 3 Juni keluar penetapan dari pengadilan tentang sahnya barang bukti yang disita oleh Gakkum,” kata Yulius.
Terkait serangan ketiga, disampaikan oleh rekan kuasa hukum lainnya Melki Kapojos. Dia mengatakan, wajib sebenarnya penyidik Gakkum mengeluarkan berita acara penyitaan mobil truk dan kayu dan ditandatangani kedua belah pihak.
“Tapi ternyata berita acara yang keluar penyitaan itu tanggal 22 Mei. Seharusnya pada saat barang bukti dibawa, maka pada waktu itu dibuat berita acara,” ujar dia.
Sampai 19 Agustus 2022, truk dan kayu tetap ditahan dengan dokumen yang tidak jelas. Kurang lebih 92 hari, kasus itu terkatung-katung.
“Seharusnya secara Undang-undang kalau tidak ditetapkan tersangka maka bebas demi hukum,” ujar Melky.
Menjawab serangan itu, perwakilan Balai Gakkum KLHK, Muh Nur menjawab, instansi tempatnya bekerja berdasarkan bukti yang diperoleh dari keterangan saksi dan keterangan ahli.
“Sejauh keterangan saksi dan keterangan ahli mengatakan bahwa kayu tersebut tidak berizin, kita mengatakan tidak berizin, kita tidak pernah menyimpulkan secara subjektif tetapi yang ada bukti yang kita peroleh,” kata Muh Nur.
Mengenai barang bukti truk berikut isi kayunya, diakui Muh Nur masih dalam penyitaan penyidik di kantor Gakkum KLHK.
AWAL CERITA KASUS PENANGKAPAN KAYU
Kasus praperadilan itu muncul lantaran adanya aksi penangkapan truk membawa kayu gergajian yang dilakukan tim penyidik Balai Gakkum KLHK. Peristiwanya 18 Mei 2022 lalu, satu unit mobil truk nomor polisi DD 8594 YE, ditangkap membawa 10 Meter kubik kayu.
Penangkapan terjadi di jalur dua Tenggarong Seberang. Ketika mobil truk sedang ada masalah kerusakan. Petugas tim penyidik Gakkum turun memeriksa dokumen kayu, tapi dokumen yang ditunjukkan supir truk berupa barcode, tidak bisa diakses scanning. Karena itu petugas Gakkum langsung menangkap dengan tuduhan kayu liar alias tanpa dokumen.
Karena penangkapan tersebut membuat pihak pemilik kayu tidak terima dengan tuduhan tebangan liar. Pengusaha itu Teddy Rakhmat yang juga Ketua MPC (Majelis Pimpinan Cabang) Pemuda Pancasila Kutai Barat mendatangi tim penyidik Balai Gakkum. Dia merasa ada kesalahpahaman saja, karena dia memiliki izin yang diterbitkan pemerintah.
Hanya saja, pihak Gakkum KLHK tetap saja tidak melepaskan truk dan kayu-kayunya. Hingga lebih 2 bulan tak juga kunjung dilepas, akhirnya Teddy mengajukan permohonan praperadilan. Pengusaha ini juga mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Samarinda. #
Comments are closed.