PERNAH dengar kuwitan (orang tua) bemamai. Saya kira kita semua pernah merasakan. Dan sering. Terutama waktu kecil. Terkadang kita tidak sadar melabeli ibu atau mama sebagai orang tua yang pemamaian. Itu lantaran kita kesal. Padahal bemamai itu tujuannya baik, untuk mengingatkan atau melatih kita bertindak yang benar atau supaya kita tidak celaka.
Istilah bemamai itu bahasa Banjar. Ada yang bilang dikenal juga dalam budaya Kutai. Bahasa Banjar dan Kutai memang satu rumpun. Karena itu banyak kosakata yang sama atau mirip. Misalnya orang tua. Dalam Bahasa Banjar disebut kuwitan dan dalam Bahasa Kutai disebut kuitan. Saudara dari orang tua kita yang termuda (bungsu) sama-sama menyebutnya busu. Ada yang beda sedikit. Sidin (Banjar), kalau Kutai: sida. Ini sebutan untuk dia yang umurnya sama atau lebih tua atau yang dituakan, beliau dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia, bemamai itu sama dengan mengomel. Marah-marah tapi tujuannya baik dan bernuansa mendidik. Karena itu bemamai lebih banyak diarahkan dalam kasus orang tua memarahi dan menasihati anaknya. Tapi terkadang juga berlaku umum.
Menurut tokoh seniman Kaltim Hamdani, budaya bemamai umumnya disampaikan dengan tempo cepat, nada dan emosi yang agak tinggi kepada orang yang lebih muda atau seumuran. Biasanya menggunakan idiom-idiom khas Banjar seperti “bungul, ngeramput, pina harat, pina nehep” dan lainnya.
Saya tak mengira budaya bemamai ini menginspirasi pengurus Dharma Wanita Provinsi (DWP) dan PKK Kaltim mengadakan Lomba Bemamai Beregu mewarnai acara Pesta Rakyat 2023 memeriahkan HUT ke-66 Provinsi Kaltim di halaman parkir Gelora Kadrie Oening, Sempaja, pekan lalu.
Pesertanya cukup banyak. Ada 33 regu dari ibu-ibu Dharma Wanita wakil OPD atau dinas di provinsi. Rupanya gara-gara Covid-19 sudah lama aksi bemamai tertunda. Sakit jua muntung lawas kada bemamai. “Alhamdulillah luar biasa peserta dan antusiasme penonton. Mungkin karena dua tahun tak ada kegiatan akibat Covid,” kata Wakil Ketua I PKK Hj Erni Makmur, istri Wagub Hadi Mulyadi yang membuka lomba.
Menurut Ketua DWP Kaltim Hj Indri Indah Winarni, selain lomba bemamai, mereka juga mengadakan lomba merangkai empon-empon. Ini juga unik karena empon-empon itu adalah rempah-rempah seperti jahe, kunyit, serai, lengkuas, temu lawak dan temu kunci. Biasanya yang dirangkai bunga atau buah. Bukan rempah.
Saya menyesal tidak sempat menyaksikan. Menurut cerita bubuhannya, lucu banar lombanya. Umumnya mereka mengenakan baju guring dan bapupur basah. Makanya banyak penontonnya termasuk anak-anak sekolah terhibur dan terbahak-bahak. Tak kalah dengan grup lawak profesional. Saya juga bemamai dengan dingsanak saya, Dr Meiliana, yang biasanya mengabari kalau ada hal yang menarik.
Tema yang ditetapkan untuk lomba bemamai juga trend. Soal stunting dan kecanduan bermain gadget atau HP. Ini menyangkut pertumbuhan anak-anak kita. Sangat mungkin tumbuh kembang anak jadi tidak sehat kalau kondisinya stunting atau terlalu kecanduan main HP atau gawai.
Gubernur Isran Noor sering mengawali sambutannya dengan menunjuk dirinya tak sampai ke tiang mikrofon. “Nasib, namanya orang stunting,” katanya mengundang gerr undangan. Tentu Isran punya maksud lain. Dia mengingatkan kita semua agar lebih perhatian terhadap penanganan kasus stunting.
Stunting ditandai dengan perkembangan tinggi anak tidak sesuai dengan usianya. Ada yang bilang kerdil. Ini bisa terjadi sejak anak dalam kandungan. Penyebab utamanya karena gizi buruk. Bisa juga karena infeksi berulang dan stimulasi yang tidak memadai.
Wagub Hadi Mulyadi selaku ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kaltim mengatakan kasus stunting di daerah ini tahun 2021 sudah turun menjadi 22,8 persen di bawah angka nasional. Tapi diakui masih ada kabupaten/kota yang angkanya relatif tinggi.
Guru Besar Fisip Unmul Prof Harihanto mengingatkan agar kasus stunting di Kaltim harus segera dituntaskan sebelum pemindahan IKN. “Kalau tidak, SDM kita bakal kalah bersaing dengan pendatang yang ramai-ramai mengincar peluang di IKN,” katanya dalam sebuah seminar kependudukan.
Keluar sebagai juara pertama adalah regu bemamai dari Diskominfo. “Cocok haja bubuhannya pintar bemamai, sabab Diskominfo itu ‘kan juru pander pemerintah,” kata seorang ibu peserta lain.
“Kami kada menyangka juara, padahal baru sekali umpat,” kata Ade Putri yang memerankan “Mama Irus” dan Eka Rahman, yang menjadi “Julak Aluh” di regu Diskominfo.
Lomba Bemamai pernah juga dilaksanakan di Pesta Erau 2022 di Tenggarong. Lucu juga karena sebagian peserta menggunakan bahasa Kutai meski ada yang belepotan. “Lopat lah awak ni, jadi kanak bini pembayut beneh, ndik ndak sama sekali bantu emek betepas atau masak, malah pacaran terus. Mun awak gini terus, kanak laki mana ada yang ndak dengan awak?” omel seorang ibu peserta seraya berkacak pinggang.
SANGAT BURUK
Selain soal stunting, kita memang harus menaruh perhatian dalam kasus anak kecanduan gadget. Ini fenomena seluruh dunia. Kondisi ini disebut dengan Screen Dependency Disorder (SDD). Sekitar 70 persen orang tua mengaku mengizinkan anak usia 6 bulan sampai 4 tahun bermain gadget pada saat dia sibuk mengerjakan urusan rumah tangga. Sekitar 65 persen melakukan hal yang sama untuk menenangkan si anak di tempat umum.
Satu seperempat orang tua mengaku meninggalkan anaknya waktu mau tidur cukup mereka ditemani gadget. Padahal radiasi cahaya layar terang gadget dapat membuat rusak mata. Kebanyakan anak cenderung menggunakan gadget untuk bermain game, menonton video dan bermain aplikasi.
Salah satu ciri khas anak tergolong SDD adalah ia selalu mengambil gadgetnya ketika bangun tidur dan makan di meja dengan mata terfokus kepada layar gadget.
Penggunaan gadget yang berlebihan membawa dampak buruk bagi perkembangan anak. Antara lain anak menjadi pribadi yang tertutup, gangguan tidur, suka menyendiri, perilaku kekerasan, pudarnya kreativitas, dan ancaman cyberbullying.
“Anak kecanduan gadget atau gawai menjadi tantangan serius kita. Tapi banyak orang tua tidak mengetahui hal ini,” kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto.
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO menyebut kecanduan main game sebagai gangguan kesehatan jiwa, yang masuk sebagai gangguan permainan atau gaming disorder. Banyak orang tua sekarang ini membawa anaknya ke psikolog dan psikiater untuk dilakukan penyembuhan.
Saya curiga tingkat bemamai orang tua khususnya ibu berkurang saat ini karena anaknya tidak banyak beraktivitas kecuali main gadget saja. Karena anaknya banyak diamnya, kecuali mata dan jarinya, jadi orang tua terkecoh. Tenang dan kada banyak bemamai. Padahal bermain gadget berlebihan sangat berbahaya. Jadi bemamai sebenarnya tetap diperlukan, supaya anak tidak kecanduan bermain gadget.
Terinspirasi dari lomba bemamai DPW dan PKK Kaltim, perlu juga ulun bemamai lawan Ketua Kerukunan Bubuhan Banjar Kaltim (KBBKT) Irianto Lambrie atau Ketua KBB Balikpapan H Redy Asmara. Rasanya balum pernah atau setidaknya jarang KBB menyelenggarakan lomba semacam ini. Pinanya sidin sudah rancak dimamai bini, jadi kada ingat lagi kalau baik jua jika dilombakan.
Ini ada kesah mahalabiu. Julak Ibus (sosok rekaan Pak Irianto) mendadak bulik ke rumah. Sampai di rumah sidin langsung bemamai. Sampai keluar pandiran kada nyaman atau kada karuan tampuh. “Urang di rumah ini bungul sabarataan, bungul banar. Kada bautak,” ujar sidin sambil menuju dapur. Sampai di dapur sidin takajut. Langsung putih pucat muha sidin. Ternyata ada mintuha laki lagi measah parang. Julak Ibus langsung bapandir bagemet. “Pian aja yang kada,” ujarnya marunduk-runduk nangkaya Palui badapat Raja.(*)
*) Rizal Effendi
– Wartawan senior Kalimantan Timur
– Wali Kota Balikpapan dua periode (2011-2021)