BERITAKALTIM.CO- Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur H Jahidin menanggapi adanya isu pengurusan surat tanah perumahan Korpri Loa Bakung Samarinda dari HGB (Hak Guna Bangunan) menjadi SHM (Sertifikat Hak Milik).
Saat ditemui wartawan anggota Fraksi PKB ini menyampaikan, dia mendengar ada yang Curhat dari warga Perum Korpri yang sebagian notabene adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan sebagian lagi sudah purna tugas. Mereka curhat mengajukan permohonan untuk mendapatkan SHM terkait perumahan yang selama ini dihuni mereka.
“Kalau menurut pengalaman saya, karena kebetulan juga saya memiliki rumah HGB kemudian ditingkatkan menjadi Hak milik, tentu ada batas waktunya. Kalau memang berakhir batas waktu sertifikat, maka kita ajukan permohonan untuk diproses,” katanya.
Dalam hal ini, menurut Jahidin, berbeda dengan perumahan Korpri yang permasalahannya sudah terjadi beberapa tahun ini dan tidak disetujui sampai sekarang.
“Bahan acuan mereka adalah timbul rasa kecemburuan, karena ada beberapa lokasi di Kaltim khususnya di Samarinda yang status tanahnya sama dari korpri, tetapi realitanya bisa menjadi hak milik,” katanya.
Menurut Jahidin, ada perumahan dari pemerintah yang saat ini sudah memiliki SHM seperti perumahan dosen di Sidomulyo, Tapi perlu dipahami, bahwa pada saat mengajukan hak milik itu memang dibenarkan karena tidak ada permasalahan.
“Khusus dengan perumahan korpri, setelah saya koordinasi dengan pemerintah provinsi kaltim saat rapat, ternyata ada surat dari Kemendagri yang tidak memperbolehkan menjadi hak milik, kendalanya di situ,” katanya.
Lebih lanjut dalam hal ini, gubernur tidak dapat mengambil kebijakan karena proses pensertifikatan itu oleh BPN (Badan pertanahan nasional) yang merupakan instansi vertikal, dan juga adanya larangan dari Kemendagri itu sendiri.
“Berbeda dengan ruko-ruko yang sifatnya komersial, perdagangan dan lain-lain,” katanya.
Memang ada daerah tertentu yang tidak bisa diberikan SHM, karena itu adalah suatu aturan dari pemerintah, yang kalau diberikan langsung hak milik tentu tidak diperpanjang maka akan mengurangi pendapatan asli daerah.
“HGB di perumahan korpri itu kekuatan hukumnya beda-beda tipis dengan SHM. Hanya pemahaman warga korpri bahwa nilai jual HGB dan SHM berbeda,” katanya.
Jahidin menambahkan, bahwa HGB itu sendiri bisa dijadikan agunan ke bank untuk mendapatkan pinjaman dan bisa juga dikuasai dan dimiliki secara turun temurun.
“Hanya yang membedakan adalah ada batas untuk diperpanjang lagi, tetapi tidak akan diambil alih oleh pemerintah dan ini sudah sah,” katanya. #
Reporter: Yani | Editor: Charle | ADV | DPRD Kaltim