BERITAKALTIM.CO-Kerajaan Hindu yang tertua di Indonesia, menurut sejarah berada di pedalaman Kalimantan, tepatnya di Muara Kaman, sebuah wilayah yang saat ini berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, kerajaan itu adalah Kerajaan Kutai Martapura, yang berdiri sekitar abad ke 4 masehi.
Letak kerajaan ini berada di daerah Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Keberadaan Kutai diketahui berdasarkan sumber sejarah yang ditemukan, yaitu berupa tujuh Prasasti Yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dengan Bahasa Sanskerta.
Dalam Prasasti Yupa, disebut nama Raja Kudungga yang pertama menduduki takhta Kerajaan Kutai dan disebut pula bahwa Kudungga memiliki seorang putra bernama Asmawarman yang menjadi raja kedua Kutai.
Asmawarman memiliki tiga orang putra, salah satunya bernama Mulawarman, yang akhirnya menjadi raja dan berhasil membawa Kerajaan Kutai menuju masa kejayaan.
Dari Prasasti Yupa, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Mulawarman disebut-sebut sebagai raja yang memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah mengadakan upacara persembahan 20.000 ekor lembu untuk kaum Brahmana yang bertempat di Waprakecvara.
Waprakecvara adalah tempat suci (keramat) yang merupakan sinkretisme antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia.
Sebagai keturunan Aswawarman, Mulawarman juga melakukan upacara Vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.
Pada masa pemerintahan Mulawarman, upacara penghinduan ini dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli.
Hal ini membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, karena Bahasa Sanskerta bukanlah bahasa rakyat sehari-hari.
Selain itu, di bawah kekuasaan Raja Mulawarman kehidupan ekonomi kerajaan mengalami perkembangan pesat dari sektor pertanian dan perdagangan karena letaknya sangat strategis.
Silsilah Kerajaan Kutai
Maharaja Kudungga,
Maharaja Asmawarman,
Maharaja Mulawarman,
Maharaja Sri Aswawarman,
Maharaja Marawijaya Warman,
Maharaja Gajayana Warman,
Maharaja Tungga Warman,
Maharaja Jayanaga Warman,
Maharaja Nalasinga Warman,
Maharaja Nala Parana Tungga,
Maharaja Gadingga Warman Dewa,
Maharaja Indra Warman Dewa,
Maharaja Sangga Warman Dewa,
Maharaja Singa Wargala Warman Dewa,
Maharaja Candrawarman,
Maharaja Prabu Mula Tungga Dewa,
Maharaja Nala Indra Dewa,
Maharaja Indra Mulya Warman Dewa,
Maharaja Sri Langka Dewa,
Maharaja Guna Parana Dewa,
Maharaja Wijaya Warman,
Maharaja Indra Mulya,
Maharaja Sri Aji Dewa,
Maharaja Mulia Putera,
Maharaja Nala Pandita,
Maharaja Indra Paruta Dewa,
Maharaja Dharma Setia
Kerajaan Kutai Martapura kemudian runtuh setelah ditaklukkan oleh Kesultanan Kutai yang memeluk Islam.
Pada 1635, raja terakhir Kerajaan Kutai Maharaja Dharma Setia gugur di tangan Pangeran Sinum Panji Mendapa dari Kesultanan Kutai.
Sejak saat itu, wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai Martapura berada di bawah kekuasaan Kesultanan Kutai Kartanegara.
Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan terpenting Kerajaan Kutai adalah keberadaan 7 buah yupa yang dibuat sekitar tahun 350-400 masehi. Semua prasastinya ditulis menggunakan huruf Pallawa dengan Bahasa Sanskerta.
Adapun isi ketujuh prasasti Kerajaan Kutai antara lain sebagai berikut, berisi silsilah Kudungga berputra Aswawarman yang seperti dewa matahari (ancuman) menumbuhkan keluarga.
Aswawarman berputra tiga, salah satunya Mulawarman, raja yang baik, kuat, dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan selamatan, mengadakan korban, maka didirikanlah tugu oleh para Brahmana.
Tempat sedekah Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada Brahmana di tempat tanah yang sangat suci (Waprakecvara).
Macam-macam aspek kebudayaan dari Prasasti Yupa dapat diketahui tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya.#
Editor: Hoesin KH/dari berbagai sumber