BERITAKALTIM.CO – Pemilu 2024 menjadi momen bersejarah bagi sebagian besar pemilih dari generasi Z, yang merupakan orang-orang yang lahir mulai 1995 hingga 2000-an. Mereka berhak menggunakan hak suaranya untuk pertama kalinya dalam kontestasi politik lima tahunan ini.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih dari generasi Z adalah sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Mereka menjadi salah satu kelompok pemilih yang potensial dan berpengaruh dalam menentukan arah politik Indonesia.
Salah satu pemilih pemula dari generasi Z adalah Angga Damara Putra (21), yang menyatakan kegembiraannya sebagai bagian dari pesta demokrasi.
“Jujur senang banget bisa berkontribusi nyata secara langsung, untuk memberikan hak suara demi Indonesia yang lebih baik,” terangnya di Samarinda pada Jumat (16/2/2024).
Angga mengaku sudah terbiasa mengikuti jalannya pemilu, mulai dari pemilihan walikota, gubernur, hingga presiden, bersama orang tuanya. Namun, kali ini ia merasa lebih bersemangat karena bisa menentukan pilihan sendiri.
Meskipun begitu, ia mengaku sempat merasa kebingungan saat melihat lima surat suara yang harus dicoblos. Pasalnya, calon legislatif dari DPRD Kota hingga DPR RI cukup beragam dan banyak yang tidak dikenalnya.
Untungnya, ia sudah memiliki jagoan sendiri untuk capres. Maka, ia pun mencari caleg dari partai pengusung capres tersebut.
“Setelah mendapatkannya, saya tinggal memilah caleg yang mana untuk dipilih,” tutur pria yang karib disapa Angga ini.
Ia juga membagikan sejumlah tips untuk memilih caleg. Ia menyarankan untuk melihat dari alat peraga kampanye (APK) yang terpasang di beberapa sudut kota. Kemudian, ia pun mencari tahu visi misi yang diusung oleh caleg tersebut di internet, misalnya dari laman KPU yang sudah disediakan.
Ia juga menghindari caleg yang tidak mempublikasikan profilnya. Menurutnya, caleg tersebut tidak terbuka dan tidak apa adanya.
“Kenapa tidak terbuka saja? Yang tidak mau mencantumkan profilnya saya blacklist. Saya suka caleg terbuka, apa adanya, menyampaikan profil walau hanya tanggal lahir, saya jadi tahu caleg terbuka. Mana yang mantap dengan pilihan saya,” jelas Angga.
Tidak berbeda jauh dengan Angga, Ajeng Nadya (21) juga merasa turut senang bisa berpartisipasi pada kontestasi politik pertama kalinya.
“Alhamdulillah senang banget kali ini bisa nyoblos pilihan sendiri, setelah pesta demokrasi yang saya ikuti,” ungkapnya.
Ajeng merasa beruntung karena anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tempat ia mencoblos merupakan teman se-RTnya. Mereka bersikap ramah dan membantu para lansia maupun pemilih pemula. Mulai dari mengarahkan cara pencoblosan hingga memasukkan surat ke kotak suara.
Namun, ia juga menemui beberapa kesulitan dalam pengalaman pertamanya. Seperti, kesulitan dalam melipat surat suara yang besar. Kemudian saat memasukkan ke dalam kotak suara, ia harus melakukannya berulang kali. Karena masih ada surat suara sebelumnya yang masih tersangkut.
Dalam menentukan pilihan, ia mencari tahu visi misi yang dibawa oleh caleg maupun capres. Kemudian ia merasakan sejauh mana, gagasan tersebut sudah berpengaruh ke kehidupan pribadinya.
Bagi Ajeng, caleg baru yang minim promosi harus menjadi salah satu yang ia hindari. Ia lebih memilih caleg yang sudah dikenal dan memiliki rekam jejak yang baik. Ia juga melakukan banyak diskusi bersama teman-temannya yang sadar akan pentingnya pendidikan politik.
Terakhir, ia berharap “2045 Indonesia Emas” tidak sekadar menjadi jargon. Ia bercita-cita agar siapapun yang terpilih nanti, dapat menjadi orang-orang yang bertanggung jawab.
“Intinya berharap, biar kita lebih sejahtera aja lah,” tutup Ajeng. #
Reporter: Sandi | Editor: Wong