BeritaKaltim.Co

LSF, Budayakan Menonton Sesuai Usia

BERITAKALTIM.CO-Membludaknya tontonan yang ada di media sosial, yang tidak sesuai dengan idiologi Pancasila, membuat LSF (Lembaga Sensor Film) menilai budaya menonton sesuai usia menjadi salah satu tonggak yang penting bagi hidup kehidupan yang ada saat ini.

Terlebih lagi dengan maraknya tontonan yang banyak mengandung unsur SARA (Suku, Agama, Rasis dan Antar golongan) serta juga kekerasan, sex dan lain sebagainya, sehingga perlu adanya pengawasan yang ketat bagi orang tua untuk mengawasi anak-anaknya dalam menonton sebuah tontonan.

Penegasan itu dikemukakan Ketua LSF Indonesia, Rommy Fibri Hardiyanto saat membuka Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, di Hotel Aston, Selasa (28/5/2024) yang diikuti hampir seratus pemerhati film yang ada di Samarinda.

“Tanggung jawab untuk mengawasi dan menilai sebuah tontonan sesuai usia, bukan hanya tanggung jawab LSF, melainkan tanggung jawab bersama, sebab dengan adanya pengawasan terhadap tontonan yang ada, maka dapat mengurangi dampak besar yang ada dan kemudian hari,” kata Rommy Fibri Hardiyanto.

Sementara itu Ketua Komisi I LSF Nasrullah dengan gamblang mengupas semua persoalan LSF dan peredaran film yang ada, semua film yang masuk LSF harus melalui sensor terlebih dahulu sebelum ditayangkan di bioskop-bioskop yang ada di seluruh Indonesia.

“Peran dan tanggung jawab LSF sangat besar, karena film yang beredar dan sudah disetujui LSF akan membawa dampak besar bagi hidup kehidupan masyarakat yanga ada. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti, dan protes kenapa film yang terkesan keras lolos dari sensor, demikian juga dengan film yang terkesan erotis. Itu semua sudah melalui proses sensor yang ketat. LSF menilai kesan keras dan erotis itu dilihat dari berbagai sisi, jadi tidak sembarangan diloloskan,” kata Nasrullah.

Sedangkan sineas muda kelahiran Kaltim David Richard yang didapuk sebagai salah satu pembicara, lebih menitik beratkan produksi film yang bernuansa budaya lokal, karena potensi film dengan kandungan budaya lokal sangat diminati oleh penonton.

“Film adalah media yang kuat untuk menyampaikan pesan dan nilai budaya, sehingga saat pekerja film menggarap sebuah kegiatan yang mengangkat kearifan lokal, dapat memperkaya cerita dan memperkuat identitas budaya,” kata David Richard.

Di sisi lain, David Richard menilai film juga menjadi sarana pendidikan, sebab dengan menonton sebuah film yang yang berlatar belakang sebuah daerah di Indonesia, maka kita bisa melihat landscape daerah tersebut dengan jelas serta film adalah sebuah identitas nasional.

“Produksi film yang mengangkat kearifan lokal akan mengembangkan industri kreatif yang ada, sebab dalam sebuah produksi film tentu akan menjalin kerjasama dengan pihak lain yang bisa mendukung prosuksi film tersebut yang akhirnya akan memperkaya industri kreatif,” papar David Richard.#

Editor: Hoesin KH

Comments are closed.