BeritaKaltim.Co

Anhar: Proyek Terowongan Samarinda Sudah Bermasalah Sejak Awal

BERITAKALTIM.CO – Proyek terowongan raksasa yang tengah dibangun di Samarinda kini menuai sorotan tajam, Anhar Anggota Komisi III (DPRD) Kota Samarinda, mengkritik keras proyek yang menelan anggaran hampir setengah triliun rupiah itu. Kritik ini mencuat akibat berbagai masalah perencanaan dan prediksi yang keliru sejak awal proyek dimulai.

“Saya tidak mau bicara terlalu jauh ke depan, tetapi proyek ini sudah bermasalah sejak awal. Presentase pembangunan di DPRD, terutama di Komisi 3, sebelum adanya Memorandum of Understanding (MoU) seharusnya dilakukan dengan teliti. Pentingnya presentasi ini adalah untuk memastikan apakah proyek dapat diselesaikan dalam masa jabatan walikota,” ujar Anhar pada saat diwawancarai, Rabu (29/5/2024).

Sebelumnya anggota DPRD Komisi I Joni Sinatra Ginting mengungkap belum tersedianya dokumen AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) dalam proyek terowongan di Sungai Damak yang telah selesai sekitar 45 persen. Namun, pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda menjelaskan bahwa dokumen AMDAL proyek itu secara administratif sudah rampung.

“Administrasinya sudah selesai, sidang AMDAL juga sudah dilakukan, namun penyampaian dokumen AMDAL ke anggota dewan belum dilaksanakan,” ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda, Desy Damayanti,  saat usai acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) di Hotel Mercure, Kamis (18/5/2024).

Desy mengungkapkan bahwa penundaan penyampaian dokumen tersebut disebabkan oleh instruksi dari Wali Kota Samarinda, Andi Harun.

“Kami menunggu arahan dari Wali Kota Samarinda,” tambahnya.

KRITIK ANHAR

Politisi PDI Perjuangan, Anhar, mempertanyakan bagaimana proyek sebesar itu bisa disetujui dengan waktu pelaksanaan yang sangat singkat, yakni hanya dua tahun.

“Bagaimana DPRD bisa menyetujui proyek sebesar ini, yang hampir setengah triliun rupiah, dalam waktu yang sangat singkat? MoU ditandatangani saat masa jabatan wali kota hampir habis, dan sekarang kita melihat banyak masalah dalam pelaksanaannya,” tambahnya.

Dia juga mengkritik bahwa proyek ini tidak hanya bermasalah dalam perencanaan, tetapi juga dalam eksekusi dan prediksi waktu penyelesaian.

“Ini bukan lubang kepiting atau lubang tikus. Perawatan terowongan ini juga memerlukan biaya besar, seperti untuk blower dan penerangan. Pada awalnya, dikatakan Oktober akan selesai, tetapi sudah berapa Oktober berlalu dan proyek ini belum juga tembus,” ujarnya.

Kritik juga dilontarkan mengenai alokasi anggaran yang besar untuk proyek ini, sementara banyak kebutuhan dasar masyarakat yang belum terpenuhi.

“Anggaran hampir setengah triliun rupiah, sementara banyak masyarakat yang masih kekurangan air minum, sekolah-sekolah yang belum diperbaiki, dan daerah pinggiran yang belum tersentuh penerangan jalan umum. Puskesmas di daerah pinggiran juga belum ideal, dan banyak anak sekolah yang membutuhkan beasiswa,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyinggung tentang proyek lain seperti Teras Samarinda yang dibangun dengan anggaran puluhan miliar tetapi kontribusinya untuk daerah dipertanyakan.

“Teras Samarinda yang dibangun dengan anggaran besar, apa feedback-nya untuk daerah? Ini perlu dikaji ulang,” tutupnya.

Menurutnya, proyek terowongan ini harus ditinjau ulang karena dokumen studi kelayakan lingkungan baru dibuat di tengah jalan.

“Dasar pembangunan itu harus dari studi kelayakan lingkungan. Kalau tidak ada dokumen tersebut, bagaimana proyek ini bisa berjalan?” ujarnya penuh keprihatinan.

Sekedar catatan, proyek terowongan itu membentang dari Jalan Sultan Alimuddin hingga Jalan Kakap. Proyek ini merupakan salah satu proyek infrastruktur terbesar dengan nilai anggaran mencapai Rp 395 miliar. Pembiayaan proyek menggunakan skema Multi Years Contract (MYC) untuk memastikan kelangsungan pembangunan.

Reporter: Sandi | Editor: Wong

 

Comments are closed.