BERITAKALTIM.CO – Isu pembentukan Provinsi Kutai Raya sebagai DOB (Daerah Otonomi Baru) menjadi perbincangan hangat di Kalimantan Timur.
Enam kabupaten disebut-sebut akan bergabung, yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, serta tiga masih berstatus Calon Daerah Otonom Baru (CDOB), yang artinya pemekaran wilayah harus dilakukan sebelum pembentukan Provinsi Kutai Raya terwujud.
Menanggapi isu ini, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Shalehuddin, memberikan pandangannya. Menurut legislator dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) ini, pemekaran daerah memang menjadi salah satu keniscayaan, namun tidak dapat direalisasikan dalam waktu dekat karena adanya moratorium pemekaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Pemekaran itu sampai sekarang masih terhalang moratorium, termasuk peraturan pemerintahnya. Ini memang keniscayaan, tetapi kapan dan bagaimana itu masih menjadi tanda tanya besar. Yang pasti, ini merupakan bagian dari aspirasi masyarakat yang harus kita dorong jika memang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan di daerah,” ungkapnya dalam rapat paripurna ke-22 di Gedung Utama B, Kompleks DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Jalan Teuku Umar, Karang Paci, Samarinda, Selasa (6/8/2024).
Shalehuddin menegaskan bahwa tahapan pemekaran harus dijalankan dengan benar agar masyarakat tidak menjadi korban dalam proses kontestasi politik.
“Jangan sampai masyarakat kita dibuat seolah-olah pemekaran itu mudah dan bisa diwujudkan dalam sekejap. Ini harus melalui proses yang panjang, dari tingkat kelurahan, kecamatan, hingga akhirnya menjadi kabupaten atau kota,” lanjutnya.
Shalehuddin juga mengungkapkan pengalamannya saat menjadi Ketua DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara. Ia pernah memimpin proses pemekaran dua kecamatan, namun ia menegaskan bahwa isu tersebut tidak pernah ia gunakan sebagai alat kampanye politik.
“Waktu saya menjadi Ketua DPRD Kukar, saya sudah mekarkan dua kecamatan, tapi itu tidak pernah saya jadikan isu politik. Baru setelah terpilih, saya jalankan lagi agar masyarakat tidak merasa terjebak dalam janji-janji yang belum tentu terealisasi,” tegasnya.
Meskipun pemekaran Kutai Raya masih berada dalam wacana dan kajian, isu ini akan terus menjadi topik yang menarik, terutama menjelang Pilkada. Apalagi, dengan berkembangnya populasi dan kebutuhan akan layanan publik yang semakin tinggi, pemekaran dianggap sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Namun, sebagaimana diingatkan oleh Shalehuddin, semua proses harus dilakukan sesuai ketentuan dan tidak boleh terburu-buru.
“Masyarakat harus diberikan pemahaman yang jelas agar tidak menjadi korban kepentingan politik semata. Dalam konteks ini, peran pemerintah dan DPRD menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil adalah demi kepentingan rakyat banyak.” pungkasnya.
Pemekaran wilayah seperti Kutai Raya bukanlah sesuatu yang bisa diwujudkan dalam waktu singkat. Meskipun aspirasi masyarakat dan kebutuhan akan peningkatan layanan publik menjadi dorongan utama, realisasinya memerlukan perencanaan matang, dukungan politik, serta pemenuhan berbagai persyaratan administratif dan infrastruktur. #
Reporter: Yani | Editor: Wong
Comments are closed.