JIKA membaca kalimat “Mayeri Assaniar” identik dengan nama seseorang yang berasal dari distrik Malabar, merupakan negara bagian “Kerala” yang terletak di antara Ghats Barat dan Laut Arab. Daratan ini membentang meliputi wilayah Geografis Utara Bharatta Puzha hingga Kusaragod, Kerala (India). Putra Malabar kelahiran tahun 1908, yang merantau ke Indonesia tujuan Balikpapan dan melanjutkan perjalanan ke Loa Kulu.
Ketika itu Mayeri Assainar, masih bujangan dan merantau dengan profesi pedagang keliling di Loakulu dan pulang-pergi ke Malabar (India-Indonesia)-Kalimantan Timur (Kaltim), dan transit di Singapura. Setelah sekian lama menggeluti usaha sebagai pedagang keliling, Assainar, terpincut seorang wanita, Loa Kulu dari Kutai. Wanita itu bernama “Intan” asal Desa Rempanga, Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Mayeri Assainar, pada awalnya bertolak dari Malabar, Kerala negara India dengan tujuan Nusantara (Indonesia). Setelah berada di Nusantara kemudian, dia melanjutkan perjalanan ke Balikpapan, dan seterusnya ke Loa Kulu. Profesi pedagang keliling penjual “kain”, dahulu orang menyebutnya “rombengan”, pekerjaan itu ditekuni Mayeri Assainar bertahun-tahun, pulang-pergi kampung halamannya di Malabar (India).
Selama berdagang keliling, Mayeri Assainar kemudian terpincut dengan seorang gadis berasal dari, Loa Kulu (Kutai). Setelah Mayeri Assainar-Intan resmi menjalani prosesi pernikahan. Kemudian suami istri berbulan madu ke Malabar. Di sana pasangan suami ini kemudian di karunia ini dua orang anak, masing-masing Muhammad dan Asmah, lahir di Malabar, Kerala (India), barulah anak-anaknya diboyong ke Balikpapan.
Kembalinya ke Indonesia Mayeri membawa perlengkapan untuk pembuat Martabak (Roti Canai) atau lebih terkenalnya Roti Maryam (Martabak India). Peralatan tersebut berupa penggilingan bumbu yang terbuat dari batu. Alas marmer untuk membanting adonan tepung, wajan terbuat dari besi baja, sebagai tempat penggorengan atau membakar Roti Maryam. Dan rempah-rempah untuk membuat Kare India, serta bibit pohon Kare.
Sekitar Tahun 60-an Mayeri Assainar pertama kali menjual Martabak India (Roti Maryam), dengan khas Kare Indianya. Pertama kali pedagang Martabak India di Balikpapan, terdapat di kawasan Kelandasan di seberang jalan, depan Bank Kalimantan, yang kemudian berganti nama menjadi Bank Bumi Daya (BBD), setelah itu BBD, tergabung dalam Bank Dagang Negara dan Bank Expor Impor, telah menjadi Bank Mandiri.
Kemudian Mayeri Assainar di awal 70-an, kemudian memindahkan dagangan Roti Maryam di kawasan Pasar Baru, tepatnya depan pendingin Ikan Pasar Baru sekarang. Di sini para penggemar Martabak India, semakin banyak peminatnya, terutama penduduk lokal, termasuk orang-orang yang berasal dari daratan India yang tinggal di Balikpapan, setiap malam selalu membanjiri penjual Martabak India.
Kemudian pedagang Martabak India, di tahun 1976 dari kawasan Pasar Baru kemudian pindah ke Simpang Gunung Malang, tepatnya lokasi tersebut yang sekarang ditempati Bank BRI, depan lampu merah Simpang Gunung Malang-Gunung Sari. Juga tidak jauh dari tempat tinggalnya, yang sekarang rumah Mayeri Assainar, telah menjadi Neo Hotel simpang Gunung Malang.
Semenjak Mayeri Assainar pidah rumah ke Jalan Banjar, dia tidak melanjutkan usahanya sebagai pedagang Martabak India. Dia hanya membuat untuk keperluan keluarga saja. kemudian dia tutup usia (76) pada tahun 1984, dimakamkan di tempat Pemakaman Umum (TPU) Pasar Baru, kemudian sang istri (Intan), juga menyusul dan meninggal dunia
pada tahun 2009, disemayamkan tempat pemakaman umum, Sentosa (Pasir Rige).
Sementara itu jejak keluarganya yang masih bisa ditelusuri adalah Haji Muhammad dengan panggilan bapa kecil, dengan perawakan tinggi masih hubungan keluarga dan dahulu tinggal di Markoni di belakang Auto 2000, salah seorang putra bernama Leman, yang terkenal dengan panggilan Leman Cambang dan anggota Serse Polresta Balikpapan, yang juga jika memanggil Mayeri Assainar/kakek dengan panggilan abah.
Martabak India, yang setiap bulan Ramadhan di kawasan Km 1, samping Kantor Samsat Balikpapan Utara, selalu di tunggu penikmat Roti Maryam dengan khas “Kare Indianya”. Saat ini, penikmat Roti Maryam, selalu mencari sajian tersebut, yang dibuat langsung oleh orang India, yang tinggal di Balikpapan, walaupun ada namun hanya setahun sekali di Pasar Ramadhan Kebun Sayur, Balikpapan Barat.
Sementara pada era tahun 1970-an Martabak India dan Kare India Gunung Balikpapan, yang dijual “Kai Hamsjah”, merupakan orang India dari Malabar pada saat itu juga cukup terkenal. Tidak sedikit pengunjungnya, terutama bagi orang-orang pelaut yang kebetulan kapalnya bersandar di Jetty Pertamina. Termasuk para karyawan Permina/Pertamina selalu singgah di warung Kai Hamsjah, untuk makan martabak Indianya..
Menurut Heryanto, yang dipanggil dengan sapaan Herry Kades, juga sebagai mantan Persiba Junior. Herry mengutip cerita ibunya (Asmah). Dahulu perkumpulan orang-orang India yang bermukim di Balikpapan, sering bertandang ke rumahnya di kawasan Jalan Banjar. Karena sang kakek, selaku sesepuh orang tokoh India di perantauan, yang bermukim di Balikpapan.
Kades juga menyinggung tentang ayahnya yang masih ada hubungan keluarga dengan Achmad Suganda, sebagai “kakak ipar” salah seorang pejuang Rakyat Balikpapan. Ayahnya bernama Muhammad Juhransjah, juga salah seorang legendaris PS Belalang (1956-1962), selalu mengenakan nomor punggung lima (5). PS Belalang sebagai merupakan cikal bakal
Persatuan Sepakbola (PS Persiba).
Bahkan Juhransjah, selama menggeluti si kulit bundar pada klub Sepak Bola PS Belalang, ayahnya sempat memperkuat cabang sepak bola PON Kaltim selama tiga kali berturut-turut dan terakhir untuk ketiga kalinya pada Tahun 1970. karena telah bekerja sebagai Duana, sekarang “bea cukai”, kemudian berhenti menggeluti si kulit bundar pada era tahun 1976 dan fokus dengan keluarga.#
Penulis:Muhammad Asran/Pemerhati Sejarah|Editor: Hoesin KH
Comments are closed.