BeritaKaltim.Co

Ada Pertamina di Konservasi Pesut Mahakam

“PESUT mahakam jumlahnya tinggal sekitar 70 ekor,” ucap Bobby Aryanto kepada sejumlah wartawan di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Hari Sabtu dan Minggu (19-20/10/2024) lalu, wartawan Beritakaltim berkesempatan mengunjungi desa itu. Desa ini sangat populer karena dikenal sebagai ‘rumah’ habitat ikan langka bernama Pesut Mahakam dengan nama latinnya; Orcaella brevirostris.

Bobby adalah pengurus Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) B3 atau Bekayuh Baumbai, Bebudaya. Dia juga sebagai Wakil Ketua BPD (Badan Pemusyawaratan Desa) Pela.

Data tentang jumlah Pesut Mahakam, diperoleh Bobby dari laporan sebuah LSM (lembaga swadaya masyarakat) bernama Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI). LSM ini sudah sejak tahun 1999 berada di kawasan itu, mengamati sampai meneliti keberadaan ikan langka Sungai Mahakam itu.

“Kalau beruntung, kita masih bisa melihat ikan pesut muncul ke permukaan. Biasanya pagi, diantara jam 6 sampai jam 8, ikan itu muncul,” cerita Bobby.

Tapi, sayangnya, sebanyak 13 wartawan yang datang ke desa itu termasuk tidak beruntung. Para jurnalis dari Kota Samarinda, Balikpapan dan Kutai Kartanegara itu gagal melihat Pesut berenang-renang ke permukaan.

Meski sudah mengitari Sungai Pela selama dua jam menggunakan kapal motor, yang dinanti-nantikan rupanya tak berkenan hadir untuk dipotret para wartawan.

Desa Pela sekarang dihuni 598 jiwa atau sekitar 175 KK (Kepala Keluarga). Untuk sampai ke desa ini, perjalanan dari Kota Samarinda bisa dengan speedboat sekitar 3 jam melintasi Sungai Mahakam. Atau jika ingin lewat jalan darat, mengikuti jalan provinsi Samarinda-Tenggarong-Kota Bangun, dan kemudian melanjutkan perjalanan naik kapal motor atau longboat menuju desa itu.

Dari posisi geografisnya, Desa Pela berada di anak Sungai Mahakam yang kemudian terhubung dengan Danau Semayang. Di kawasan ini terdapat 3 danau yang juga cukup populer, yaitu dua masuk Kabupaten Kutai Kartanegara Danau Semayang (13.000 ha) dan Danau Melintang (11.000 ha), sedangkan satu lagi Danau Jempang (15.000 ha) masuk administratif Kabupaten Kutai Barat.

Tiga danau ini diyakini masih menjadi tempat ‘jelajah’ habitat ikan Pesut. Hanya di kawasan inilah, para ahli meyakini, satwa ini bisa tumbuh berkembang baik.

***

Pemukiman warga Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara. Di sungai itulah habitat Pesut Mahakam bertahan hidup, walau populasinya sudah kian menipis, tinggal sekitar 70 ekor. (Foto: Charle/Beritakaltim)

Mimpi bertemu dengan satwa langka Pesut Mahakam, pupus sudah. Padahal, sudah terbayangkan keindahan punggung ikan Pesut yang meliuk-liuk mirip ikan lumba-lumba di lautan saat berenang berkejaran dengan kapal.

“Karena jumlahnya semakin sedikit, maka kesempatan untuk melihat secara langsung ikan pesut semakin langka juga,” ujar Bobby.

Sebenarnya, tidak hanya para wisatawan yang kecewa. Warga Desa Pela juga merasa dirugikan karena kian sulitnya tamu-tamu wisata menemukan ikan Pesut Mahakam. Sebab, kalau sempat bertemu dengan ikan pesut, tiap wisatawan tentu akan membawa cerita pertemuan itu dengan lebih seru dan mungkin menjadi viral di media sosial setelah mempostingnya.

“Dengan begitu, desa kami menjadi semakin populer dan akan lebih banyak wisatawan berdatangan,” ujar Bobby, berteori.

Kalau wisatawan banyak yang datang, pasti memberi dampak pada penghasilan warga di sana. Karena akan terjadi interaksi dan para wisatawan membelanjakan uangnya untuk biaya menginap, makan, sewa perahu, bermain paddling, dan lain-lainnya.

Teori ekonomi yang disampaikan Bobby, memberi penjelasan telah bergesernya minset warga desa di sana. Sekarang, warga menyadari bahwa ikan Pesut adalah berkah bagi mereka. Gara-gara satwa langka yang dilindungi itu, mengundang berdatangan para wisatawan.

“Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mempertahankan ikan pesut di sungai ini sekarang sudah mulai tumbuh dengan baik,” ungkap Bobby lagi.

Cerita lainnya datang dari Pak Yusni, 76 tahun. Masyarakat Desa Pela yang mayoritas dari suku Banjar, kata dia, pernah mengalami situasi kelam soal ikan Pesut ini.

Pada tahun 1974, kata Yusni, berdatangan rombongan dari Jakarta yang mengaku ingin meneliti dan melestarikan ikan Pesut Mahakam di Jakarta.

Waktu itu, masyarakat terkaget-kaget menerima kedatangan mereka. Apalagi tamu-tamu itu didukung oleh pejabat pemerintah, mulai dari Gubernur Kaltim Abdul Wahab Sjahranie (1967-1978) dan Bupati Kutai Drs H Ahmad Dahlan (Tiga periode: 1965-1979).

Tamu-tamu dari Jakarta juga mengaku diutus oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Mereka melakukan penangkapan Ikan Pesut untuk dibawa ke oceanarium di Gelanggang Samudera Ancol Jakarta.

“Saya ikut disuruh menangkap ikan pesut dan kemudian ikan pesut dibawa ke Jakarta,” ucap Yusni, mengenang.

Seingat Yusni, ada tiga kali penjemputan ikan pesut yang ditangkap masing-masing 2 ekor. Dan, ternyata, belakangan warga Desa Pela memahami, ikan Pesut hidup itu dibawa ke Jakarta untuk tujuan komersil, dipertontonkan kepada pengunjung yang datang dengan membayar.

“Waktu itu kami bergantian menangkap ikan pesut, dan dikasih upah,” tutur Yusni.

Video dokumentasi mengenai penangkapan ikan Pesut itu ada terekspos di kanal YouTube. Dari narasi yang menyertai film kuno hitam-putih itu, tidak bisa dibantah kalau aksi penangkapan satwa langka air tawar tersebut justru direstui oleh pejabat yang berkuasa di DKI Jakarta maupun Kaltim dan Kabupaten Kutai (Sebelum berubah jadi Kabupaten Kutai Kartanegara).

Tapi, boleh jadi, saat itu Pesut Mahakam belum dikatagorikan satwa langka yang dilindungi. Sebab, menurut catatan redaksi Pesut Mahakam termasuk satwa dilindungi sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990.

***

Salah satu titik point berkumpulnya wisatawan dan berfoto ria di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara. Foto(charl/Beritakaltim)

Berita tentang ikan Pesut Mahakam diambang kemusnahan, mengusik PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Setelah melewati diskusi panjang, akhirnya perusahaan di bawah PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) memutuskan untuk turun tangan.

Niatnya adalah membantu aksi konservasi ikan Pesut Mahakam. Maka, lahirlah program yang diberi judul; Komik Pesut Mahakam.

Komik adalah singkatan dari konservasi endemik. Jadi, jelas. basis kegiatan program PHM adalah konservasi satwa terancam punah.

Dari pemetaan secara detil dan mendalam, satu per satu persoalan masyarakat Desa Pela terurai dan perlu diselesaikan.

Misalnya, faktor-faktor penyebab matinya ikan Pesut. Ternyata 66 persen akibat terjebak jaring nelayan jenis rengge. Kemudian 10 persen tertabrak kapal.

Ada juga, 5 persen akibat faktor usia, keracunan dan terkena setrum listrik. Dan, sebesar 9 persen, menurut riset Yayasan Rasi, disebabkan hal lainnya.

“Untuk mengatasi berbagai persoalan yang menjadi penyebab musnahnya ikan pesut, yang pertama-tama adalah dengan membangun kesadaran masyarakat desa, terutama nelayan,” ujar Isna Hakiman, dari Community Developmen PT PHM (Pertamina Hulu Mahakam).

Isna yang ikut datang bersama para wartawan ke Desa Pela, fasih menceritakan nasib ikan Pesut dengan berbagai ancaman atas keberlangsungan hidup satwa langka itu.

Dia bercerita bagaimana sulitnya reproduksi ikan Pesut, karena durasinya sampai 3,5 tahun baru beranak lagi. Sementara usia kandungan janin sampai beranak, selama 14 bulan.

Isna juga menceritakan adanya pesut bernama Viona, yaitu yang dianggap sebagai neneknya pesut-pesut yang masih tersisa. Pesut yang dinamai viona ini, kata Isna disambung oleh Bobby, punya ciri yang berbeda dengan pesut lainnya, sehingga mudah dikenali.

“Nenek viona ini selalu ada kalau ada anak pesut lahir,” ujarnya.

PT Pertamina Hulu Mahakam berusaha keras meyakinkan warga, terutama para nelayan bahwa Pesut yang tinggal di sungai Desa Pela tidak boleh musnah. Nelayan harus menjaga habitatnya, karena jika terus terjaga, bahkan berkembang beranak-pinak, maka itu adalah berkah bagi warga, karena wisatawan bakal datang.

“Kondisinya memang sudah parah,” ujar Isna tentang populasi Pesut Mahakam.

Dari data PT PHM yang disampaikan kepada wartawan. Status konservasi sudah sampai tahap Terancam tingkat CR (Criticall Endangered). Levelnya terlihat tinggal setingkat lagi menjelang Punah.

Untuk menyelamatkan Pesut dari jeratan alat penangkap ikan (rengge). PT PHM menurunkan ahli-ahlinya untuk membuat terobosan. Dengan memadukan teknologi yang biasa dipakai para insinyur seismik yang bekerja di pengeboran lepas pantai, akhirnya muncul alat yang mereka sebut Pinger akustik.

Tapi karena alat itu dimodifikasi seperti pisang bertali, maka lebih cocok disebut Banana Pinger.

“Ada 250 alat banana pinger ini dibagikan kepada nelayan di desa Pela dan juga desa-desa tetangga lainnya,” ungkap Isna lagi.

Pinger Akustik bentuknya mirip pisang hijau. Di dalamnya berupa perangkat elektronik kecil yang dimodifikasi dari resonansi suara yang digunakan PHM dalam proses seismik. Alat ini mengeluarkan suara pulse (ultrasonik) agar Pesut tidak mendekat ke jaring nelayan.

Pesut sendiri mempunyai kemampuan mendeteksi dan menghindari rintangan/bahaya dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Sonar dari pinger akustik frekuensinya akan didengar Pesut dan menjaga Pesut tidak mendekat ke jaring nelayan.

“Alat banana pinger ini dipasang pada alat tangkap nelayan seperti jaring rengge. Terbukti, ikan pesut tidak mau mendekat,” cerita Isna, gembira.

Sejak dilakukan operasi memasang Banana Pinger tahun 2020 silam, lanjut Isna, tidak ditemukan lagi ikan Pesut mati karena terkena jaring.

***

Dari kiri: Bobby Aryanto (Pokdarwis B3), Yusni (Tokoh masyarakat), Misran (Pokdarwis B), Isna Hakiman, dari Community Developmen PT PHM (Pertamina Hulu Mahakam). (Foto: Beritakaltim)

 

Tidak hanya Isna dan Bobby yang fasih menceritakan pesut dan perilakunya. Mirwan yang juga anggota Pokdarwis B3 Desa Pela menjelaskan, wilayah jelajah Pesut Mahakam di Danau Semayang. Terutama saat terjadi air pasang.

“Tapi, memang lebih sering terlihat di sungai Desa Pela,” ujarnya.

Mirwan mengakui, sejak masuknya Pertamina Hulu Mahakam ke Desa Pela telah banyak yang berubah di kampung itu. Perusahaan itu tak hanya peduli terhadap populasi Pesut Mahakam, tetapi juga terhadap warganya.

Yang cukup krusial adalah dorongan agar lahirnya keputusan pemerintahan desa menjadikan kawasan ‘rumah’ Pesut Mahakam sebagai kawasan konservasi. Berkat kolaborasi dengan pemerintah daerah, maka sejak tahun 2018 lahir Peraturan Desa (Perdes) Nomor 2 tentang konservasi Pesut.

Perdes konservasi Pesut adalah dasar hukum bagi pemerintahan desa Pela untuk mengatur penggunaan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan, larangan membuang sampah ke sungai dan juga penetapan kawasan zona inti di mana siapapun tidak boleh melakukan aktifitas mencari ikan.

“Pertamina ini bagus. Bukan cuma memberikan bantuan untuk kampung nelayan, tetapi juga memberikan pelatihan untuk kemandirian warga,” kata Mirwan.

Dia menyebut pelatihan membatik, seni kriya kepada warga difasilitasi oleh PHM, selain juga ada bantuan untuk rumah-rumah warga unntuk dijadikan homestay jika ada rombongan wisatawan berdatangan dan menginap di sana.

Saat rombongan wartawan datang ke Desa Pela, warga menyambut dengan antusias. Di depan rumah-rumah mereka terlihat sudah terpampang tulisan homestay, yang artinya rumah mereka bisa disewa untuk tempat menginap.

“Kalau di rumah kami ini, biaya sewanya 50 ribu rupiah per malam per satu orang,” kata salah satu warga pemilik homestay.

***

Suatu hari saat berbincang dengan Frans Alexander A Hukom, Head of Communication Relations & CID Pertamina Hulu Mahakam, dia bercerita tentang aksi yang dilakukan perusahaannya terhadap Sungai Mahakam.

Di sebelah hilir, tepatnya di kawasan Delta Mahakam, PHM juga membangun komunitas nelayan laut agar menjaga lingkungannya dengan menanam mangrove. Mereka juga berpartisipasi membangun kemandirian warga pesisir agar punya bekal untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Sedangkan di kawasan hulu Sungai Mahakam, PHM bergerak untuk konservasi Pesut agar tidak punah.

“Datanglah ke desa pela,” ajak Frans Alexander A Hukom, ketika itu.

Suasana ‘Pertamina’ terasa sekali di Desa Pela. Beberapa spot terpampang logo-logo Pertamina, baik di ruang publik maupun di beberapa rumah warga.

Seperti di teras dermaga tempat bertambatnya perahu. Di sana terlihat ucapan “Selamat Datang di Desa Wisata Pela” dan disebelahnya terpampang juga logo dan tulisan Pertamina.

“Ya, memang masyarakat di sini berterima kasih dengan kepedulian pertamina,” tutur Pak Yusni, warga di sana.

PHM datang membawa peta jalan (Road Map) agar program konservasi sekaligus eko wisata berjalan sukses beriringan. Sejak 2019 hingga 2024, setidaknya ada 5 kelompok besar program yang dijalankan.

Dimulai dari studi pinger akustik, survei kualitas air dan populasi pesut, kampanye lingkungan, revitalisasi stasiun pantau Pesut serta pembangunan museum nelayan dan land mark desa.

Pada program lain juga ada pengembangan berupa bantuan alat tangkap nelayan ramah lingkungan, pelatihan pelaku wisata lokal (guide, homestay, kerajinan), penambahan pinger akustik, pengelolaan sampah organik hingga penerbitan Perdes tentang Konservasi Pesut.

“Kami terus melakukan pendampingan, membangun kemandirian warga,” ujar Frans.

***

Para remaja di Desa Pela mulai terbiasa tampil menari Jepen di depan wisatawan yang datang ke desa mereka, Sabtu (19/10/2024). Foto: Charle/Beritakaltim)

Malam itu, 13 wartawan merasakan bermalam di Desa Pela. Usai menikmati makan malam di dermaga dengan menu lokal, ikan patin, nila dan sambal khas kutai, masih ada penampilan sejumlah remaja menari tarian Jepen.

Ada juga grup band yang datang memberi hiburan. Para wartawan yang juga wisatawan sejenak melupakan kisah Pesut yang tak kunjung terlihat ke permukaan.

“Dulu, tidak pernah terbayangkan kalau di desa kami ini bisa ada penampilan kesenian dan band,” ujar seorang warga lainnya.

Begitulah situasi terkini di Desa Pela, yang telah berbenah setelah menjadi desa konservasi dan desa eko wisata. Tak berlebihan jika pada akhirnya sejumlah penghargaan datang, baik untuk pengelola desa maupun para inisiator yang telah meletakkan program pembangunan seperti PT Pertamina Hulu Mahakam.

Pada tahun 2022 Desa Pela ditetapkan sebagai juara 3 Desa Nasional dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia. Kemudian tahun 2023 lalu Desa Pela ditetapkan sebagai Member of The Best Tourism Village Upgrade Programme 2023 dari United Nation World Tourism Organization. Hanya ada 20 desa termasuk Desa Pela di seluruh dunia yang mendapatkan penobatan itu.

Sedangkan tahun 2024, Pokdarwis 3B Desa Pela meraih penghargaan bergengsi “Kalpataru 2024” katagori penyelamat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Sementara PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), kerja nyatanya mendapat apresiasi internasional The 15th Global CSR & ESG Summit & Awards 2023 di Vietnam, #

Penulis: Charles Siahaan, Wartawan Beritakaltim.co

Comments are closed.