BERITAKALTIM.CO – Calon Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) nomor urut 2, Rudy Mas’ud, baru-baru ini diterpa isu dinasti politik yang ramai diperbincangkan publik. Kritik tersebut muncul lantaran beberapa anggota keluarganya, termasuk saudara-saudaranya, saat ini memegang posisi strategis di panggung politik Kaltim.
Di antaranya Rahmad Mas’ud yang kembali mencalonkan diri sebagai Wali Kota Balikpapan, Hasanuddin Mas’ud sebagai Ketua DPRD Kaltim, dan Syahariah Mas’ud sebagai anggota legislatif Kabupaten PPU.
Menanggapi tudingan tersebut, Rudy Mas’ud yang dikenal energik tak tinggal diam. Dalam sebuah rekaman video yang tersebar di media sosial, ia dengan lantang menegaskan bahwa politik di Indonesia tidak berjalan dengan sistem monarki, melainkan demokrasi.
“Kita bukan ditunjuk, karena ini bukan kerajaan, bukan monarki. Siapa yang menentukan? Itu adalah masyarakat. Rakyat yang memilih kita, bukan ditunjuk,” tegasnya dari atas sebuah speed boat, dengan ekspresi yang penuh semangat.
Rudy melanjutkan, bahwa keberhasilannya serta keluarganya dalam dunia politik bukanlah karena faktor keturunan, melainkan atas dasar pilihan rakyat.
“Kenapa bisa terpilih? Tanyakan kepada masyarakat. Mungkin karena punya kompetensi, punya energi, kapasitas, dan kapabilitas,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa dalam demokrasi, yang penting bukanlah siapa yang mencalonkan diri, melainkan proses pemilihannya yang harus jujur, adil, dan transparan.
Ahli tata negara, Associate Professor Dr. Elviandri, dari Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) menjelaskan, dinasti politik bukanlah hal baru dalam sejarah kepemimpinan dunia. Banyak negara, termasuk yang memiliki sistem monarki seperti Inggris, Belanda, dan Malaysia, masih menjalankan model dinasti politik.
Namun, dalam konteks demokrasi, setiap orang memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih, selama proses tersebut mengikuti konstitusi dan demokratis.
“Masyarakatlah yang memutuskan dalam pemilu, bukan soal siapa yang maju, tetapi bagaimana prosesnya,” ujar Prof. Elviandri saat di hubungi melalui telepon.
Ia juga menambahkan bahwa penting untuk menilai demokrasi bukan hanya dari prosedur, tetapi juga dari substansinya. Apakah proses pemilihan benar-benar demokratis? Apakah memenuhi prinsip keadilan dan keterbukaan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menurutnya harus menjadi fokus perdebatan.
Dalam isu dinasti politik, Prof. Elvi menekankan bahwa kompetensi bukanlah satu-satunya penentu dalam Pemilu, melainkan elektabilitas.
“Dalam Pemilu, konsekuensinya adalah elektabilitas, bukan sekadar kompetensi. Jadi, jika seseorang dari keluarga yang sama maju dalam kontestasi, yang menentukan adalah rakyat, bukan karena mereka bagian dari dinasti,” pungkasnya.
Dengan jawaban yang tegas dan penuh percaya diri, Rudy Mas’ud tampaknya tetap berfokus pada kampanyenya, menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada rakyat Kaltim, sesuai dengan prinsip demokrasi yang diyakininya. #
Reporter : Yani | Editor : Wong
Comments are closed.