BERITAKALTIM.CO-Eksploitasi atas hutan yang ada di Kalimantan Timur sejak awal tahun 1970-an hingga sekarang ini, membuat sebagian besar warga masyarakat gelisah dan ketakutan, karena hutan hujan tropis yang ada semakin lama semakin rusak dan hancur akibat tindakan yang dilakukan untuk memanfaatkan sesuatu secara berlebihan atau sewenang-wenang, hanya untuk kepentingan ekonomi sendiri.
Kegelisahan masyarakat itu diungkapkan Teater Mahasiswa UWGM (Universitas Widya Gama Mahakam) Samarinda yang tergabung dalam teater Kaca Mata, yang mementaskan naskah Catatan Leluhur karya A Awing, mahasiswi UWGM semester 3 jurusan PGSD, di halaman Perpustakaan UWGM, Minggu (8/12/2024).
Bagi Awing yang lahir di Busang Kutai Timur, permasalahan kerusakan hutan yang terjadi di Kaltim, adalah sebuah kisah yang sangat menyedihkan, hutan yang dulunya hijau, kini berubah menjadi sebuah areal yang rusak dan penuh bopeng, karena keserakahan manusia.
Sebagai sosok penduduk asli, Awing hanya bisa melihat dan mengamati kondisi lingkungan yang semakin lama semakin rusak, hanya air mata kesedihan yang terus mengalir dalam hidup kehidupan masyarakat asli Kalimantan.
“Sebagai anak penduduk asli, kondisi ini sangat memprihatinkan dan menyedihkan, hutan yang dulunya hijau kini berubah menjadi sebuah lahan yang gersang dan tak terurus. Dampaknya sangat jelas akan membawa perubahan besar dalam hidup kehidupan masyarakat yang ada. Sebagai generasi muda kita coba untuk mengimbau dan meminta agar permasalahan yang dihadapi masyarakat asli bisa berkurang,” kata Awing usai pementasan.
Pentas Catatan Leluhur di buka dengan suasana indah seorang penari yang dengan lembutnya menarikan tari khas Dayak, Burung Enggang, gerakan yang lembut namun penuh kekuatan terlihat jelas, kemudian berlanjut dengan kemunculan tari yang dibawakan 5 penari penuh eksotika, sebuah gambaran demikian tenang dan indahnya kehidupan di wilayah hutan yang penuh kedamaian.
Namun kedamaian yang dirasakan penduduk asli selama berabad-abad berubah menjadi sebuah petaka, ketika perusahaan perkayuan muncul, hutan yang mulai porak poranda, tergusur buldozer, raungan chainsaw, mewarnai kehidupan sehari-hari penduduk asli. Mereka hanya bisa melihat hutannya hancur.
Dari kegelapan malam munculnya siluet seorang ibu yang menggendong anaknya, sambil bersenandung menenangkan anaknya agar kuat menghadapi beratnya kehidupan yang akan dideritanya kelak. Pergolakan batin Luwei saat dewasa untuk memperbaiki hidup kehidupan masyarakatnya ternyata tidak mendapat dukungan penuh, semuanya sia-sia, Luwei mencoba untuk berteriak dan meminta bantuan, namun suaranya makin lama makin serak dan habis, hingga Luwei tergolek dalam kesunyian diseret oleh kejamnya kehidupan.
Pentas Teater Kaca Mata UWGM cukup memukau dan sangat menyentuh sisi kemanusiaan, namun karena keserakahan pengusaha maka segala jerih payah sosok Luwei, hanya sebuah kemustahilan dalam sebuah perjalanan kehidupan manusia.#
Editor: Hoesin KH
Comments are closed.