
BERITAKALTIM.CO – Suasana tegang dan penuh emosi menyelimuti Kantor Gubernur Kalimantan Timur saat puluhan warga dari Muara Kate dan Batu Kajang, Kabupaten Paser, menyampaikan aspirasi mereka atas konflik berkepanjangan dengan PT Montimin Coal Mining (MCM).
Perusahaan tambang batu bara ini dituding sebagai dalang dari sejumlah tragedi yang merenggut nyawa warga dan merusak lingkungan sekitar.
Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, menegaskan komitmennya untuk berdiri bersama masyarakat dan menindak tegas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan tambang, termasuk PT MCM.
“Saya selaku Gubernur tidak akan tinggal diam. Pertambangan itu wajib punya jalan khusus. Kalau mereka pakai jalan umum, saya tidak akan beri izin. Bahkan, kalau perlu, cabut izinnya,” tegas Rudy di hadapan masyarakat, Selasa (15/4/2025) siang di Samarinda.
Pernyataan itu disampaikan merespons tragedi yang menimpa Rusel (60), warga Muara Kate yang tewas tertabrak truk hauling batu bara saat aksi damai pada 18 November 2024 lalu. Hingga kini, pelaku belum ditahan oleh pihak kepolisian, memicu kemarahan warga.
“Besok saya akan bertemu langsung dengan Kapolda di Balikpapan. Saya ingin tahu sejauh mana proses hukum berjalan. Ini menyangkut nyawa manusia,” ujar Rudy dengan nada serius.
Tak hanya itu, Gubernur juga telah menandatangani surat resmi kepada Kepala Dinas ESDM Kaltim agar segera menindak perusahaan tambang yang melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Gubernur Rudy Mas’ud menutup pertemuan dengan pernyataan yang menenangkan hati warga,
“Saya maju sebagai Gubernur karena tanggung jawab sosial. Saya tidak akan biarkan masyarakat Kaltim dizalimi. Kita akan kawal ini sampai tuntas.”tegasnya.
Perwakilan masyarakat, Wartaw Linus, menyampaikan bahwa aksi di depan Kantor Gubernur merupakan bentuk akumulasi kekecewaan dan kemarahan warga. Ia menyebut kematian Rusel bukan satu-satunya tragedi yang terjadi.
“Seorang pendeta, Veronika Fitriani, juga tewas dilindas truk tambang pada 26 Oktober 2024. Dua warga lainnya dianiaya pada hari yang sama saat Rusel meninggal. Ini bukan kebetulan, ini sistematis,” kata Wartaw.
Menurut warga, aktivitas hauling PT MCM yang menggunakan jalan umum sepanjang 126 kilometer—melewati tiga kecamatan—melanggar berbagai aturan, termasuk UU Lalu Lintas dan Perda Nomor 10 Tahun 2012. Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Kaltim pun sudah menyatakan bahwa jalan tersebut tidak layak digunakan untuk aktivitas tambang.
Dalam pertemuan dengan Gubernur, masyarakat mengajukan tuntutan tegas: penegakan Perda, penghentian aktivitas tambang ilegal, pencabutan izin PKP2B PT MCM, penangkapan pelaku penganiayaan dan penabrak Rusel, serta pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan dan dampak sosial.
Kini, masyarakat menanti bukti dari komitmen tersebut—apakah suara rakyat akan benar-benar menjadi komando utama di Bumi Etam? Atau akan kembali tenggelam oleh kepentingan korporasi tambang? #
Reporter : Yani | Editor : Wong
Comments are closed.