BeritaKaltim.Co

Warga Muara Kate Bersama LBH dan JATAM Kaltim Tuntut Janji Gubernur Rudy

BERITAKALTIM.CO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur kembali angkat suara terkait tragedi pembunuhan Rusel, warga Muara Kate, Kabupaten Paser, yang hingga kini belum menemukan titik terang.

Dalam konferensi pers yang digelar di Samarinda, mereka menyoroti lambannya proses hukum serta kelalaian pemerintah daerah dalam menegakkan aturan yang semestinya melindungi masyarakat dari dampak buruk aktivitas pertambangan. Padahal, sebelumnya dalam aksi yang di Kantor Gubernur Kaltim Jalan Gajah Mada  15 April 2025 lalu, Gubernur Rudy Mas’ud berjanji untuk menangani masalah itu berkoordinasi dengan aparat hukum.

“Saya selaku Gubernur tidak akan tinggal diam. Pertambangan itu wajib punya jalan khusus. Kalau mereka pakai jalan umum, saya tidak akan beri izin. Bahkan, kalau perlu, cabut izinnya,” tegas Rudy di hadapan masyarakat, waktu itu.

Tapi, buktinya, sampai saat ini tidak ada perubahan di lapangan sama sekali. Karena itu warga menggelar jumpa pers untuk mengabarkan masalah tersebut ke publik dan menuntut gubernur memenuhi janjinya kepada mereka.

KASUS PEMBUNUHAN

Latar belakangan kasus yang meluapkan emosi warga bermula dari adanya kasus pembunuhan terhadap Rusel, salah seorang warga desa mereka. Pembunuhan yang terjadi beberapa bulan lalu itu masih menjadi luka terbuka bagi warga Muara Kate, karena diduga terkait dengan aksi warga melarang perusahaan PT MCM mengangkut hasil batu bara melewati kawasan pemukiman warga.

Penolakan warga, termasuk diantaranya adalah Rusel karena lalu lalang truk hauling batu bara melintasi jalan umum sangat mengganggu warga di sana dan melanggar hukum.

Warga mengatakan, sudah ada larangan mengenai pengangkutan batu bara, yaitu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kaltim Nomor 10 Tahun 2012, yang mewajibkan perusahaan tambang menggunakan jalan khusus, bukan jalan umum, untuk aktivitas pengangkutan.

Pengacara Publik LBH Samarinda, Irfan Ghazy, menegaskan bahwa pelanggaran terhadap Perda tersebut bukan hanya masalah hukum administratif, tapi telah menimbulkan korban jiwa.

“Sudah ada korban, tapi pemerintah tampak abai. Perda sudah jelas, tapi penegakan minim. Sejauh ini, belum ada tindakan nyata dari Gubernur untuk menginstruksikan kepala daerah di bawahnya agar tegas menindak pelanggaran ini,” ungkap Irfan, Selasa (29/4/2025).

Irfan juga menyebut bahwa jika Gubernur Kaltim terus bersikap pasif, pihaknya siap mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena telah lalai menjalankan kewajiban hukum dalam melindungi masyarakat.

”Kita akan mengajukan gugatan ke PTUN, jika tidak ada tindakan tegas dari gubernur Kaltim,” katanya.

Sementara itu, dari Muara Kate, warga bernama Wartalinus menyampaikan kondisi terbaru terkait penyelidikan pembunuhan Rusel. Menurutnya, belasan warga telah kembali diperiksa oleh pihak kepolisian untuk menggali informasi tambahan. Namun demikian, rasa aman masih jauh dari kata cukup.

“Kami sudah meminta perlindungan, tapi sampai sekarang belum ada pengamanan khusus. Kami hanya bisa berjaga secara mandiri, bergantian menjaga kampung,” kata Wartalinus dengan suara berat.

Ia menambahkan bahwa sejak kejadian pembunuhan, aktivitas truk hauling memang sedikit menurun, tetapi bukan berarti hilang.

“Mereka tetap melintas, terutama saat kami lengah atau penjagaan warga melemah,” ungkapnya.

Dalam hal ini, Warta bersama masyarakat Muara Kate meminta perlindungan terhadap pemerintah, mengingat situasi yang belum terlalu kondusif setelah insiden pembunuhan Rusel.

Kondisi terbaru, beberapa masyarakat kembali diperiksa sebanyak 15 orang kurang lebih, oleh pihak kepolisian untuk penyelidikan tambahan, belum ada perlindungan khusus. Kami sudah meminta kepolisian untuk perlindungan, namun tetap saja kami masih waspada. Yang hanya bisa kami lakukan adalah menjaga diri kami sendiri.” pungkasnya. #

Reporter : Yani | Editor : Wong

Comments are closed.