BeritaKaltim.Co

Digusur Berdagang di Pasar Subuh Samarinda, Pedagang Gulirkan 6 Tuntutan

BERITAKALTIM.CO – Rencana Pemerintah Kota Samarinda memindahkan Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso Samarinda berbuntut benturan antar petugas Satpol PP dibantu Polisi dan TNI dengan para pedagang.

Sempat terjadi kericuhan menegangkan, Jumat (9/5/2025), saat petugas dengan armadanya turun membongkar paksa lapak-lapak para pedagang. Meski terjadi nyaris baku pukul dengan para pedagang, namun petugas berhasil membersihkan.

Para pedagang yang sekitar 47 orang didampingi oleh sejumlah aktifis dan LBH (lembaga bantuan hukum) Patih.

“Kami telah menyampaikan surat keberatan,” kata Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Subuh, Abdus Salam dalam rilis yang dikirim ke redaksi Beritakaltim.

Ia menjelaskan, sebelum ada aksi bongkar paksa, para pedagang sudah mengajukan surat permintaan audiensi, dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara resmi ke DPRD Kota Samarinda.

“Sayangnya, seluruh kanal partisipasi rakyat ini ditolak tanpa alasan yang transparan,” ujarnya.

Para pedagang melalui LBH Patih menggulirkan tudingan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) atas apa yang dilakukan oleh aparat pemerintah melalui Satpol PP, Polri dan TNI.

“Tindakan penggusuran paksa hari ini merupakan bentuk nyata pelanggaran HAM,” kata dia.

Dia mengurai pelanggaran HAM tersebut terdapat pada Pasal 3 dan Pasal 5 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM “menjamin hak atas pengakuan, perlindungan hukum yang adil, serta perlakuan yang setara di hadapan hukum tanpa diskriminasi”.

Kemudian pelanggaran Pasal 15 UU No. 39/1999 “menjamin hak warga untuk membangun masyarakat dan bangsanya, termasuk melalui aktivitas berdagang”.

LBH Patih juga mengutip Pasal 44 UU No. 39/1999, yang menyebut menjamin hak untuk menyampaikan pengaduan, pendapat, dan permohonan kepada pemerintah. Kemudian ada Komentar Umum CESCR No. 7 Tahun 1997 yang menegaskan; bahwa penggusuran paksa hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir, setelah seluruh bentuk musyawarah dilakukan dan dengan jaminan perlindungan prosedural yang ketat.

Lantaran itu, LBH Patih bersama pedagang dan sejumlah aktivis menggulirkan 6 tuntutan, yakni;

1. Mengecam keras segala bentuk kekerasan oleh aparat dalam proses penggusuran Pasar Subuh.
2. Menyatakan bahwa penggusuran paksa yang dilakukan hari ini cacat prosedur dan melanggar hukum serta HAM.
3. Menyayangkan sikap Pemerintah Kota Samarinda yang menutup ruang mediasi, padahal telah disiapkan tim mediator independen.
4. Mengutuk diabaikannya proses administratif, seperti surat keberatan, audiensi, dan RDP yang sudah diajukan secara sah.
5. Melanjutkan perjuangan melalui mekanisme RDP dan langkah hukum lainnya.
6. Menolak relokasi sepihak dan menuntut pendekatan yang partisipatif, adil, dan bermartabat.

“Kami tegaskan, penggusuran bukan hanya soal fisik ini adalah soal martabat, sejarah, dan hak hidup ribuan keluarga yang bertumpu pada denyut pasar subuh Kota Samarinda. Kami tidak akan diam. Keadilan akan terus kami perjuangkan,” tutupnya.

Pemerintah Kota Samarinda rencananya memindahkan para pedagang Pasar Subuh ke Pasar Rakyat Beluluq Lingau di Jalan PM Noor Samarinda.

Pasar Tradisional itu diresmikan Wali Kota Samarinda, Andi Harun pada 8 Februari 2023, dipersiapkan untuk melayani kebutuhan masyarakat selain Pasar Segiri dan Pasar Pagi Samarinda. Ada 100 lapak untuk berdagang dan masih bisa bertambah.

Sementara pedagang Pasar Subuh menolak pindah lantaran di tempat itu merupakan pasar tradisional legend. Pasar subuh tersebut terkenal karena hanya beroprasi subuh hari dan diantaranya menjual daging non halal seperti Babi. #

Editor: Wong

Comments are closed.