Oleh : Herliana Tri M
PERJUANGAN masyarakat dunia untuk membantu Gaza dan melepaskan dari penjajahan Israel terus berlangsung hingga kini. Berbagai aksi protes yang disampaikan masyarakat dunia baik muslim maupun non muslim terus berlangsung tak kenal lelah. Berbagai aksi di berbagai penjuru dunia, boikot produk- produk yang berafiliasi dengan Israel, gerakan kemanusiaan untuk mengirimkan berbagai macam kebutuhan pokok, susu untuk bayi, peralatan medis dan lain-lain sebagai bagian dari upaya meringankan beban derita warga Gaza.
Namun upaya ini masih butuh terobosan baru. Mengingat berbagai upaya sering dihalang-halangi oleh zionis. Sebagian besar truk- truk bantuan mengantri di perbatasan Rafah menunggu izin untuk dibolehkan masuk. Namun hingga kini, hanya sedikit sekali bantuan yang berhasil masuk dan sebagjan besar tak mampu sampai ke tangan warga Gaza bahkan bantuan- bantuan yang ada sengaja dihancurkan oleh tentara- tentara Israel.
Berbagai kebuntuan dalam rangka menyalurkan bantuan ke Gaza, menjadikan warga sipil dunia memikirkan berbagai cara yang bisa dilakukan seperti melalui jalur laut, ataupun melalui jalur darat dan meminta izin kepada Mesir untuk diizinkan bantuan masuk, juga melalui jalur udara dengan mengirimkan bantuan lewat pesawat terbang. Namun sampai kini, perjuangan masih tak mampu memberikan hasil nyata. Mesir tetap tak bergeming dan menutup rapat- rapat pintu Rafah. Tak habis pikir apa yang terjadi dengan Mesir, sehingga bantuan makanan saja tak diizinkan untuk lewat dan mirisnya harus menunggu restu dari Zionis penjajah.
Aksi Solidaritas Sipil Terus Menggema, Menunggu Peran Negara
Aksi terbaru yang dilakukan rakyat sipil dunia adalah melakukan aksi Global Sumud Flotilla, disebut juga dengan Global Freedom Flotilla, sebagai inisiatif maritim yang dipimpin masyarakat sipil internasional, diluncurkan pada pertengahan 2025, bertujuan untuk mendobrak blokade Israel di Jalur Gaza. Sampai detik ini, misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla, perwakilannya lebih dari 44 negara yang berpartisipasi dalam aksi konvoi damai untuk menyalurkan bantuan ke Gaza, meskipun jumlah pasti setiap delegasi dan nama-nama negaranya tidak selalu disebutkan secara rinci pada setiap sumber berita.
Delegasi Indonesia juga mengirimkan berbagai tokoh seperti aktivis, dokter, tenaga medis, dan jurnalis, melalui Indonesia Global Peace Convoy (IGPC). Dikutip dari laman Antaranews .com 16/ 9/2025, menyampaikan bahwa semua delegasi berkumpul di kawasan pelabuhan Sidi Bou Said Tunisia, Ahad 8/9/2025 yang dipenuhi ribuan warga Tunisia dan aktivis dari berbagai negara termasuk Indonesia. Aroma garam laut bercampur semangat perjuangan, untuk menghentikan genosida Israel. Genosida terstruktur yang dilakukan Israel Occupation Force (IOF) dengan menggunakan pelaparan sebagai senjata zionis Israel, menunjukkan mulai frustasinya mereka karena tidak mampu membebaskan sandera dan menghabisi pejuang Gaza.
Blokade Gaza, yang berlangsung lebih dari satu dekade, menciptakan krisis kemanusiaan mengerikan. Pembatasan ketat terhadap pergerakan manusia dan barang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, obat-obatan, dan kebutuhan primer lain. Rumah sakit kekurangan peralatan medis, anak-anak kekurangan gizi, dan harapan hidup semakin memudar.
Pegiat kemanusiaan ini adalah bagian dari Global Sumud Flotilla, sebuah armada solidaritas yang membawa pesan kemanusiaan dan tekad untuk mengakhiri blokade yang telah berlangsung lama menghimpit kehidupan jutaan warga Gaza. Lebih dari 70 kapal dari 44 negara membawa bantuan kemanusiaan dan harapan, akhirnya berlayar. Termasuk dalam rombongan itu adalah delegasi Aqsa Working Group Indonesia dengan semangat Al-Aqsha Haqqunaa (Al-Aqsha adalah hak kami) dan tagline “Bergerak Berjamaah Bebaskan Masjid Al-Aqsha”.
Slogan tersebut cerminan dari komitmen mendalam untuk membela hak-hak rakyat Palestina dan tempat-tempat suci di sana.
Perjalanan panjang perjuangan warga sipil dunia andai dilakukan oleh minimal negeri terdekat dengan Gaza, memungkinkan penderitaan Gaza tidak separah sekarang. Mesir sebagai pintu utama penghubung dunia internasional dengan Gaza, andai memiliki empaty yang sama seperti warga sipil dunia, membuka pintu gerbangnya, akan menyelesaikan masalah mendasar warga Gaza.
Apalagi pemerintahnya tak sekedar membuka pintu perbatasan, namun juga mengirimkan tentara terlatihnya dan persenjataan yang dimiliki, maka penjajahan ini tak berlangsung lama.
Inilah fakta yang terjadi, keberanian Israel, keganasannya dalam membombardir wilayah kecil Gaza tak lepas dari diamnya negeri terdekat dan seluruh negara internasional atas genosida ini. Diamnya negara yang memiliki kekuatan militer dan senjata, diakui atau tidak memberikan sinyal restu atas kebiadaban zionis.
Inilah inti perjuangan warga sipil internasional, membuka mata dunia, negara- negara yang masih diam dan sekedar retorika menentang genosida takberkesudahan didepan mata. Harusnya negaralah yang memimpin perlawanan menentang zionis, karena negara memiliki seperangkat tentara terlatih, senjata mutakhir yang dibutuhkan untuk menyudahi kekejian tak beradab ini.
Sudah saatnya negara turut dalam perjuangan, terlebih negara terdekat dengan wilayah konflik yang setiap saat mendengar jeritan warga tak berdosa, darah yang terus menetes dan rintihan kelaparan mengundang iba. #
Comments are closed.