BeritaKaltim.Co

DP3AKB Dorong Peran Orang Tua dan Masyarakat untuk Cegah Kekerasan Sejak Dini

BERITAKALTIM.CO- Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap anak selama tahun ini.

Namun, peningkatan tersebut tidak semata karena bertambahnya jumlah kasus, melainkan karena semakin banyak warga yang berani melapor berkat dukungan forum masyarakat dan saluran pengaduan yang terbuka.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP3AKB Kota Balikpapan, Nursyamsiarni D. Larose, menjelaskan bahwa kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan kini jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.

Salah satu faktor pendorongnya adalah peran aktif Forum Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang kini telah terbentuk hingga tingkat RT.

“Kalau dulu, banyak kasus yang tidak tersampaikan karena korban takut atau malu. Sekarang, dengan adanya forum PATBM yang sangat aktif dan bekerja secara sukarela, laporan bisa cepat ditindaklanjuti. Apalagi masyarakat juga bisa melapor melalui link pengaduan online kami,” ujar Nursyamsiarni, saat ditemui di Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC) DOME, pada hari Selasa, 4 November 2025.

Dari data yang dihimpun, Balikpapan Utara menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi, khususnya yang melibatkan anak perempuan. Sekitar 60 persen kasus kekerasan di Balikpapan tercatat menimpa perempuan, baik anak-anak maupun remaja. Bentuk kekerasan yang dilaporkan pun beragam, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan rumah tangga, hingga kekerasan seksual.

“Satu orang korban bisa mengalami lebih dari satu jenis kekerasan, sehingga data pengaduan bisa mencakup beberapa kategori sekaligus,” jelasnya.

Sebagai tindak lanjut, DP3AKB memberikan berbagai bentuk pendampingan bagi anak korban kekerasan, termasuk layanan konseling psikologis, mediasi, hingga penempatan sementara di Rumah Perlindungan (Rulin) jika anak perlu dipindahkan dari lingkungan yang tidak aman.

Menurut Nursyamsiarni, upaya pencegahan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran aktif keluarga dan masyarakat. Ia menekankan pentingnya pola asuh positif yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga memperhatikan kondisi mental anak.

“Orang tua perlu memahami bahwa kekerasan tidak hanya dalam bentuk fisik. Kalimat yang merendahkan, membandingkan, atau menghina anak juga bisa melukai mental mereka. Itu juga termasuk bentuk kekerasan,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa di tengah arus informasi yang sangat terbuka saat ini, tantangan dalam pengasuhan anak semakin besar. Karena itu, diperlukan pondasi nilai agama dan pendidikan karakter yang kuat untuk membentengi anak dari pengaruh negatif lingkungan.

NIKEN | WONG | adv

Comments are closed.