BeritaKaltim.Co

Tragedi Kubangan Tewaskan Enam Anak, DPRD Gelar RDP dengan Sinar Mas dan OPD

BERITAKALTIM.CO-Kematian enam anak di kubangan kawasan Grand City tidak hanya menyisakan kesedihan mendalam, tetapi juga menyingkap persoalan serius mengenai tata ruang, pengawasan pembangunan, dan disharmoni antara pengembang serta pemerintah.

Untuk pertama kalinya, baik DPRD maupun pihak pengembang Sinar Mas sama-sama mengakui adanya celah besar, dalam sistem pengendalian pembangunan yang selama ini dianggap berjalan.

Sekretaris Komisi III DPRD Balikpapan, Ari Sanda, menyebut tragedi ini sebagai luka mendalam yang membongkar tabir kelalaian kolektif. DPRD pun berencana memberikan santunan bagi keluarga korban sebagai bentuk empati sekaligus tanggung jawab moral.

Hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD, OPD, dan perwakilan Sinar Mas mengungkap bahwa kubangan tersebut muncul akibat aktivitas penataan lahan. Meski kepemilikan titik lokasi belum sepenuhnya jelas, Ari menyebut bahwa secara sebab-akibat, aktivitas pengembang memiliki kontribusi besar.

“Enam jiwa hilang. Ini bukan sekadar kecelakaan, ini bukti bahwa ada yang salah dalam rantai pengawasan. Pengembang, OPD, bahkan DPRD kita semua punya andil,” tegas Ari usai Rapat Dengar Pendapat, di Kantor DPRD Balikpapan, pada hari Selasa, 18 November 2025.

Ia menyoroti bahwa tragedi ini menampakkan betapa mudahnya celah muncul, ketika prosedur perizinan dan pelaksanaan lapangan tidak diawasi secara menyeluruh.

Ari menegaskan bahwa tragedi ini harus menjadi titik balik untuk menata ulang sistem perizinan, pengawasan lapangan, dan tanggung jawab pengembang. “Pembangunan itu bukan sekadar investasi. Itu menyangkut nyawa warga,” ujarnya.

Ia meminta OPD memperketat supervisi, memastikan pengembang hanya membangun sesuai prosedur, dan tidak lagi memberi ruang bagi risiko-risiko yang berbahaya bagi masyarakat.

Sementara proses investigasi polisi berlangsung, baik DPRD maupun Sinar Mas sepakat jika tragedi ini tidak boleh terulang.
“Kita belum tahu siapa salah, siapa benar. Tapi yang jelas enam anak bangsa meninggal. Itu cukup untuk menjadi peringatan dan bahan renungan,” kata Ari.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Sinar Mas, Viratno, memberikan penjelasan berbeda. Ia menampik adanya pengerukan yang menyebabkan kubangan, dan menyebut perbedaan elevasi tanah antara kawasan pengembang dan kavling warga sebagai penyebab utama.

“Ini bukan hasil pengerukan. Ada elevasi yang berbeda. Saat musim hujan, air tergenang. Kami sedang melakukan penimbunan untuk membuat akses jalan ke Km 8,” jelas Viratno.

Menurutnya, kawasan kubangan tersebut berada di lahan milik warga yang terkurung oleh kawasan pengembang dan memiliki lebih dari 110 pemilik kavling, sehingga penataan menjadi terhambat.

Sinar Mas mengusulkan tiga opsi solusi jangka panjang, namun semuanya masih mandek yakni pembebasan lahan warga, namun tidak seluruh pemilik bersedia. Penyeragaman elevasi lahan, termasuk pemotongan tanah kubangan. Serta, menghadirkan pemilik kavling awal untuk mempertimbangkan relokasi 3,1 hektare lahan.
“Tidak ada opsi yang bisa dipaksakan. Semua harus dicari titik temunya,” jelas Viratno.

Sebagai langkah cepat, DPRD memerintahkan Sinar Mas memagari area kubangan dalam waktu 2×24 jam. Viratno menyatakan pihaknya siap mengikuti instruksi.

Rambu larangan sebenarnya sudah terpasang, namun peristiwa ini menunjukkan bahwa rambu saja tidak cukup, terutama ketika anak-anak bermain tanpa pengawasan.

Sinar Mas juga telah mengerahkan tujuh petugas keamanan mobile, untuk mengawasi area seluas 256 hektare.

Sinar Mas pun menyatakan siap membuka seluruh dokumen perizinan dan kooperatif dalam penyelidikan.

Tragedi Grand City tidak lagi sekadar persoalan kubangan. Ini adalah cermin retaknya koordinasi, lemahnya pengawasan, dan minimnya proteksi keselamatan di kawasan perkembangan pesat kota.

Dan kini, baik pemerintah maupun pengembang tak lagi bisa menutup mata, Balikpapan membutuhkan reformasi tata ruang yang lebih serius, demi memastikan tidak ada lagi nyawa anak-anak yang hilang di balik kelalaian sistem.

NIKEN | WONG

Comments are closed.