BARU lima bulan menjabat, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud langsung membuka kedok provinsi ini. Usai mengunjungi Kabupaten Mahakam Ulu di ujung Sungai Mahakam, serta menyusuri ratusan kilometer Kutai Timur hingga Kabupaten Berau, ia berkata;
“Delapan puluh tahun Indonesia merdeka, saudara-saudara kita di Mahakam Ulu sebagian besar jalannya belum aspal,” ujar Gubernur Rudy dalam sebuah forum bersama para pemimpin redaksi (Pemred) di Lamin Etam, Sabtu (27/7/2025).
Suaranya tidak meledak-ledak, tapi sarat keprihatinan. Ia nampak gelisah, karena Kalimantan Timur bukan provinsi miskin. Punya kekayaan sumber daya alam dan status sebagai calon Ibu Kota Nusantara.
Menurut data, Kaltim mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terus melonjak dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2020, terjadi peningkatan anggaran. Hanya saja terlihat tak berpihak pada belanja kegiatan fisik seperti infrastruktur jalan.
Ia menyebut, dari total APBD Kaltim tahun 2025 sebesar Rp 22 triliun, hanya sekitar Rp 3,2 triliun yang benar-benar dipakai untuk kegiatan fisik seperti pembangunan jalan.
Nada gelisah Gubernur, membuat saya berusaha menelusuri sumber datanya. Ternyata, setelah melakukan kompilasi dari pemaparan gubernur dengan dokumen publik dan estimasi, mari kita tengok angka-angkanya:
Tahun | APBD Kaltim (Triliun) | Alokasi Fisik (Infrastruktur) | Silpa (Sisa Anggaran) |
---|---|---|---|
2020 | Rp 11,7 T | ± Rp 2,1 T | Rp 2,6 T |
2021 | Rp 12,8 T | ± Rp 2,5 T | Rp 2,9 T |
2022 | Rp 15,3 T | ± Rp 2,7 T | Rp 3,1 T |
2023 | Rp 18,6 T | ± Rp 3,0 T | Rp 3,5 T |
2024 | Rp 21,0 T | ± Rp 3,2 T | Rp 3,9 T |
2025* | Rp 22,0 T | Rp 3,2 T (Dinas PUPR) | Rp 4,0 T (estimasi) |
Sumber: Kompilasi dari pemaparan Gubernur, dokumen publik, dan estimasi Litbang
So, Gubernur Rudy mengajak para Pemred untuk saling sharing apa yang perlu dilakukan?
Ia menunjuk langsung akar masalah: komposisi anggaran yang tidak efisien dan proses transfer dari pusat yang terlambat, membuat pekerjaan fisik di OPD seperti Dinas Kehutanan dan PUPR jadi terbengkalai. Belum lagi proses tender yang menyumbang Silpa secara sistemik.
Yang mengkhawatirkan, fenomena Silpa ini bukan hal baru — dan tiap tahun terus berulang.
Sebagai gubernur baru — yang belum menyusun APBD 2025 karena baru dilantik — Rudy memilih bertindak cepat. Ia mengalihkan pos-pos anggaran ke sektor infrastruktur, terutama untuk Mahakam Ulu dan daerah tertinggal lainnya.
Ia harus hati-hati, karena otoritasnya dibatasi oleh aturan ketat hukum pemerintahan. Istilah yang disampaikan Rudy; satu kaki ada di penjara dan satu kaki lagi ada di neraka. Dia tidak ingin dua-duanya.
Selain infrastruktur, ia juga mendorong program GratisPol (bantuan pendidikan untuk pelajar dan mahasiswa), meski mengakui pelaksanaannya belum maksimal karena keterbatasan waktu dan desain anggaran yang sudah berjalan.
“Kami tidak ikut menyusun APBD 2025. Tapi kami sudah mulai, dan akan terus perbaiki,” ucapnya.
Kaltim Harus Berani Menyusun Ulang Prioritas
Apa yang disoroti Rudy Mas’ud patut menjadi refleksi bersama. Di tengah euforia pembangunan IKN dan limpahan dana transfer, APBD Kaltim belum sepenuhnya mencerminkan keberpihakan yang nyata terhadap kebutuhan rakyat.
Sejak beberapa tahun belakangan, sedikit sekali pemimpin bersikap kritis terhadap komposisi APBD sendiri. Seolah melihat APBD adalah angka-angka untuk bagi-bagi kekuasaan. Bagi-bagi rejeki untuk tim sukses dan partai pendukung.
Lantaran itu, saya tertarik dengan langkah Rudy Mas’ud untuk memulai membenahi sisi komposisi APBD Kaltim. Rakyat menunggu kepiawaian Rudy bersama timnya dalam meramu APBD sehingga nantinya bukan hanya bertambah nilainya, tapi juga bertambah besar manfaatnya untuk memenuhi cita-cita mensejahterakan rakyat.
Sudah waktunya provinsi kaya ini menyusun ulang prioritas: alokasikan anggaran yang cukup untuk membangun jalan-jalan provinsi menghubungkan kabupaten dan kota dan tentu saja gratispol yang membebaskan biaya sekolah anak SMA sederajat sampai kuliah S1, S2 dan S3.
Samarinda 27 Juli 2025
Comments are closed.