BeritaKaltim.Co

Selalu dapat WTP, Ternyata Pemerintahan Rita Widyasari Bobrok

JAKARTA, beritakaltim.co- Sidang terdakwa korupsi Rita Widyasari dan staf khususnya Khairuddin membuka tabir betapa bobroknya Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Padahal, setiap tahun pemerintahan Rita memperoleh penghargaan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

Satu persatu kasus suap, gratifikasi yang melibatkan pemberian izin usaha di dinas-dinas Pemkab Kukar terbuka. Seperti pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (7/3/2018). Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Ahmad Taufik Hidayat angkat bicara.

Dia tahu persis mengenai biaya pengurusan izin lingkungan di kantornya. Semua sudah diutarakan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Ketika Jaksa membacakan pengakuannya bahwa perusahaan yang ingin mengajukan izin lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup harus menyiapkan dana untuk Bupati Kukar, Taufik tak mengelak. Namun dia mengaku tidak tahu jumlah uang yang harus disiapkan perusahaan pengurus izin untuk Rita.

“BAP nomor 9, ‘Mengenai besaran pungutan izin lingkungan kepada konsultan, saya tidak tahu secara pasti, namun di luar biaya kegiatan lain ada biaya paraf Rp 10 juta itu diserahkan kepada kepala bidang, sekda, dan saya mendapatkan Rp 500 juta. Di luar biaya konsultan diminta biaya untuk Bupati Kukar, namun saya tidak tahu besar pasti, yang tahu pihak konsultan teknis dan amdal yang ditunjuk pemohon.’ Betul ini?” tanya jaksa kepada Taufik.

Menurut Taufik, dana yang disiapkan adalah honorarium. Dana honorarium itu diberikan konsultan perusahaan kepada Sekretariat Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Kukar.

“(yang) Dimaksud honorarium,” jawab Taufik.

“Jelas ini di luar biaya dan paraf tersebut Rp 10 juta tadi pihak konsultan siapkan dana untuk Bupati Kukar? Jelas nggak, nih?” tanya jaksa.

“Jelas, cuma pemahaman honorarium disiapkan konsultan,” ucap Taufik.

Jaksa terus mencecar Taufik mengenai biaya yang harus disiapkan konsultan untuk Rita. Taufik, yang saat ini menjabat Kepala Dinas Perkebunan Pemkab Kukar, akhirnya diminta jaksa membaca BAP-nya sendiri.

“Jelaskan, jelas nggak BAP Anda sendiri?” tanya jaksa.

“Jadi yang dimaksud bukan seperti itu, biaya harus disiapkan konsultan honorarium,” kata Taufik.

Dalam perkara ini, Rita Widyasari didakwa menerima uang gratifikasi Rp 469.465.440.000 terkait perizinan proyek pada dinas Pemkab Kukar. Gratifikasi itu diterima melalui Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin, yang juga anggota Tim 11 pemenangan Bupati Rita.

Anggota tim pemenangan yang dikenal dengan sebutan Tim 11 selain Khairuddin adalah Andi Sabrin, Junaidi, Zarkowi, A. Amin, Dedy Sudarya, Rusdiansyah, Akhmad Rizani, Abdul Rasyid, Erwinsyah, dan Fajri Tridalaksana.

Ahmad Taufik Hidayat juga diminta untuk menggambarkan kedekatan hubungan Rita Widyasari dengan Khairuddin, Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB). Menurut Ahmad Taufik Hidayat dalam persidangan, hubungan itu ibarat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo.

“Maaf Pak Jaksa Penuntut Umum, saya bandingkan, Presiden Jokowi dengan Ibu Megawati itu satu partai. Demikian saya lihat di situ saja Bupati dan bawahannya satu partai, nggak masalah,” ujar Taufik ketika bersaksi.

Keduanya disebut Taufik sebagai pengurus Partai Golkar. Khairudin juga disebut Taufik selalu memberikan saran kepada Rita.

“Khairudin selalu memberikan masukan ke Bu Rita. Khairudin ini di Kukar tokoh pemuda,” ucap Taufik. Dia juga menjelaskan Khairuddin merupakan mantan anggota DPRD Kukar melalui Partai Golkar, dan kerap disebut sebagai penasihat Rita.

“Khairudin penasihat Bu Rita di BAP Saudara. Saya bacakan, ‘Setahu saya, Khairudin dan Rita dekat karena satu partai, seperti penasihat, serta selalu bertemu di pendopo. Karena bersangkutan sering muncul acara pemda.’ Betul?” tanya jaksa.

“Pada saat momen tertentu, silaturahmi saja,” ucap Taufik.

DIMINTA KHAIRUDDIN PUNGUT PENGUSAHA

Saksi lainnya adalah mantan Kepala Dinas Pertambangan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Adinur. Ia juga berterus terang mengaku pernah diminta memungut fee terkait izin eksplorasi tambang kepada pengusaha. Permintaan itu, disebut Adinur, berasal dari staf khusus Bupati Kukar nonaktif Rita Widyasari, Khairudin.

“Pernah ada permintaan dari Pak Khairudin, tapi saya tolak karena takut kena OTT KPK,” ujar Adinur ketika bersaksi pada hari yang sama.

Menurut Adinur, Khairudin, yang juga menjabat Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB), pernah menemuinya dan menyampaikan permintaan tersebut. Dia mengatakan fee yang dimintakan sebesar Rp 1 miliar.

“Ngomong, ‘Bisa ndak tolong kami carikan ini.’ Saya tidak berani, takut OTT. Tapi nggak tahu dilakukan sama Pak Khairudin,” ujar Adinur.

“Berapa yang diminta Pak Khairudin izin eksplorasi?” tanya jaksa.

“Contoh Kutai Barat minta Rp 1 miliar, saya bilang takut kena OTT,” jawab Adinur, yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kukar.

Masih ada lagi cerita miring tentang bobroknya pelayanan perizinan di Kutai Kartanegara. Misalnya saksi Hansyim yang bekerja sebagai konsultan PT Agronusa Sartika.

Hansyim menceritakan, ia disuruh oleh salah seorang dari Tim 11 untuk memungut biaya dari setiap pengurusan dokumen izin.

“Dulu waktu belum terbit surat peraturan pemerintah tahun 2012, belum ada pungutan. Setelah terbit PP itu, timses minta Rp 50 juta,” ucap Hamsyin saat bersaksi.

Hamsyin menyatakan setiap pemberian paraf permohonan izin dikenai biaya Rp 10 juta sehingga uang yang harus dipersiapkan perusahaan sejumlah Rp 60 juta untuk mengurus izin lingkungan. Dana Rp50 juta dalihnya untuk Timses.

Hamsyin menyatakan uang itu diserahkan kepada Kepala Seksi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemkab Kukar. Uang itu harus diserahkan sebelum surat izin lingkungan diterbitkan.

“Pertama, honor seminar, dan terakhir, pas izin terbit bayar lagi. Sebelum terbit diserahkan,” ujar Hamsyin.

Direktur CV SMD Raya Nor Hamdani punya cerita lain lagi. Dia pernah dimintai uang Rp 30 juta saat mengurus izin lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar). Saat itu, Ramdani mengurus izin itu untuk perusahaannya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Tenggarong, Kukar.

“Saya diminta Rp 30 juta urus izin saat tahun 2016,” ujar Ramdani saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus terdakwa Rita.

Ramdani mengurus izin lingkungan untuk tiga perusahaan yaitu PT Fajar Indah, PT Panca Mas, dan PT Pulau Indah Anugerah. Setiap perusahaan dikenakan biaya urus izin lingkungan Rp 30 juta.

Saat itu, Ramdani tidak pernah menawar biaya urus izin itu. “Total biaya Rp 120 juta. PT Fajar Indah perusahaan kita SPBU, ada PT Panca Mas sama PT Pulau Indah Anugerah milik saudara saya,” ucap Ramdani.

Pada sidang sebelumnya juga ada terbongkar adanya pemberian uang kepada Rita. Cerita itu disampaikan saksi Aji Sayid Muhammad Ali, Kasi Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Ia mengakui ada duit Rp 2,5 miliar untuk Bupati Rita Widyasari. Uang itu disebutnya berasal dari permohonan izin berbagai perusahaan.

“Selama saudara menjabat 2014 sampai 2017 siapa-siapa yang mengajukan permohonan izin lingkungan dan izin surat ketetapan kelayakan lingkungan (SKKL)?” tanya hakim ke Aji yang menjadi saksi dalam persidangan Rita.

“Jumlahnya banyak. Saya kurang hapal. Dari 2014 sampai 2017 mungkin ada sekitar seratusan yang mohon,” jawab Aji. #le

Comments are closed.