BeritaKaltim.Co

Dewan Bahas Revisi Penerapan Pajak Hiburan Balikpapan

BERITAKALTIM.CO- Badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) DPRD Kota Balikpapan fokus pembahasan penyelesaian revisi terhadap penerapan pajak hiburan.

Hal itu sebagai upaya menaikkan kepatuhan wajib pajak daerah dalam upaya mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2022. Termasuk membangkitkan transaksi ekonomi di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Anggota Komisi II DPRD Balikpapan, Syukri Wahid mengatakan pihaknya melihat kondisi ekonomi mengalami kontraksi di masa pandemi dan pengusaha juga mengalami dampaknya. Maka kebijakan penyesuaian tarif pajak hiburan menjadi salah satu opsi pemerintah. Mengingat perda nomor 6 tahun 2010 tentang pajak hiburan belum pernah mengalami revisi dalam 10 tahun terakhir.

“Ingat ya. Pajak hiburan itu satu dari 11 pajak daerah di Balikpapan. Kebetulan pajak ini belum pernah kita review sejak pengesahan tahun 2010 lalu. Kemudian ada permintaan dari pengusaha untuk menurunkan besaran pajaknya,” ujarnya, Selasa (23/11/2021).

Syukri menjelaskan, seperti tarif pajak hiburan bioskop sebagai kontribusi serapan pajak yang paling tinggi. Dimana Bioskop menjadi penyetor pajak tertinggi dengan total 55 persen dari keseluruhan pajak hiburan Kota Balikpapan.

“Tertinggi kontribusinya 55 persen total pajak hiburan dari bioskop Itu 20 persen, padahal di Indonesia ada dua Kota yang pajaknya paling tinggi Balikpapan dan lampung, daerah lain sekitar 10 persen,” ucapnya.

Dari itulah, pihaknya berencana akan menurunkan pajak hiburan bioskop, karena tarif pajaknya yang tertinggi di Indonesia.

“Makanya saya mengusulkan agar diturunkan untuk kompensasinya mereka akan bergeliat membangun investasi bioskop, kalau pajak diturunkan artinya akan membuka lapangan pekerjaan,” ucap Syukri Wahid.

Sementara, pajak hiburan seperti Tempat Hiburan Malam (THM) kemungkinan tidak akan diturunkan. Dikarenakan kontribusinya yang tidak begitu tinggi.

“Tidak ingin menurunkan pajak THM karena wajib pajaknya cuma 9 aja jadi kontribusi pajaknya juga cuma 30 persen dari total pendapatan hiburan artinya tidak signifikan,” katanya.

Untuk tahun ini target pajak hiburan sebesar Rp515 miliar, sementara laporan badan pajak bulan November ini capaiannya sudah 84 persen dan Syukri optimis akan tercapai.

“Tahun depan itu target nya lebih ekstrim, kurang lebih 650 miliar. Maka kita merevisi perubahan tarif pajak bumi bangunan, kedua tentang target pajak hiburan,” jelasnya.

Adapun tarif pajak hiburan yang akan diturunkan adalah tarif pajak bioskop, karaoke, konser musik, kesenian dan kebugaran.

“Pemilik karaoke itu 40 persen bagi saya itukan hiburan masyarakat, itu ada permintaan diturunkan, kemudian konser musik itu 50 persen terlalu tinggi, kesenian itu cukup 5 persen bahkan untuk kebugaran itu juga kita turunkan 10 persen,” jelas Syukri Wahid.

Menurut Syukri, dalam revisi ini pihaknya masih menyusun klasifikasi terhadap 9 item yang termasuk pajak hiburan. Utamanya pada pajak bioskop. Karena beban pajaknya mencapai 20% dan merupakan yang tertinggi di Indonesia bersama Bandar Lampung. Padahal daerah lain rata-rata menerapkan pajak bioskop sebesar 10%.

“Pajak bioskop merupakan yang tertinggi kontribusinya. Dari total pajak hiburan 55% berasal dari sektor bioskop. Maka saya pribadi mengusulkan penurunan besaran pajak bioskop ini. Karena kita termasuk tinggi. Sebenarnya rata-rata cuma 10%,” tuturnya lagi.

Sebagai kompensasi, menurut Syukri, pengelola bioskop di Balikpapan berjanji menanamkan investasi di pusat perbelanjaan Ramayana. Sehingga ada peluang lapangan kerja bagi masyarakat saat pembukaan bioskop baru. Termasuk harga tiket masuk yang akan lebih terjangkau ketika beban pajaknya diturunkan.

“Mereka janji bangun bioskop kalau pajaknya turun. Ini tentu membuka lapangan kerja. Maka ada banyak dampak positif yang muncul saat beban pajak bioskop itu turun,” tambah politisi asal PKS Balikpapan ini. #

Wartawan: Thina

 

Comments are closed.