BERITAKALTIM.CO- Istilah “hidden debt” atau utang tersembunyi Indonesia ramai dibicarakan. Disebut-sebut Indonesia memiliki utang tersembunyi dari China sebesar US$17,28 miliar atau Rp245,37 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS).
Pertama kali hidden debt disampaikan lembaga riset AidData dalam laporan bertajuk ‘Banking on the Belt and Road: Insight from a new global dataset of 13.427 chinese development projects.’
AidData adalah lembaga penelitian pengembangan internasional. Laporan ini membahas 13.427 proyek di 165 negara dengan nilai US$843 miliar.
Apa itu “hidden debt” dijelaskan oleh Prastowo Yustinus, Staf Khusus Menteri Keuangan. Melalui akun resmi twitter, Prastowo menurunkan cuitannya tentang hal tersebut.
Berikut isi tweet Pratowo Yustinus di twitter;
Ramai dibincangkan ‘hidden debt’ atau utang tersembunyi dari China versi AidData. Agar tdk simpang siur dan terang, kami jelaskan duduk soalnya. Informasi yg disampaikan kurang tepat dan rawan digoreng hingga gosong. Itu bukan utang Pemerintah tapi dikait-kaitkan. #thread
1) Supaya jelas, saya klarifikasi sejak awal. Hidden debt versi AidData tak dimaksudkan sbg utang yg tak dilaporkan atau disembunyikan, melainkan utang nonpemerintah tapi jika wanprestasi berisiko nyrempet pemerintah. Jadi di titik ini kita sepakat, ini bukan isu transparansi.
2) Utang tsb dihasilkan dari skema Business to Business (B-to-B) yg dilakukan dengan BUMN, bank milik negara, Special Purpose Vehicle, perusahaan patungan dan swasta. Utang BUMN tidak tercatat sebagai utang Pemerintah dan bukan bagian dari utang yang dikelola Pemerintah.
3) Demikian juga utang oleh perusahaan patungan dan swasta tidak masuk dalam wewenang Pemerintah, sehingga jika pihak-pihak tersebut menerima pinjaman, maka pinjaman ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka. Meski demikian, tata kelola kita kredibel dan akuntabel soal ini.
4) Penarikan Utang Luar Negeri (ULN) yang dilakukan oleh Pemerintah, BUMN, dan Swasta tercatat dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). SULNI disusun dan dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan. Clear dan transparan.
5) Berdasarkan data SULNI per akhir Juli 2021, total ULN Indonesia dari Cina sebesar USD 21,12 miliar, terdiri dari utang yang dikelola Pemerintah sebesar USD 1,66 miliar (0,8% dari total ULN Pemerintah), serta utang BUMN dan swasta dengan total mencapai USD 19,46 miliar.
6) Dengan demikian, dalam konteks Indonesia, tidak tepat jika terdapat ULN (termasuk pinjaman Cina) yang dikategorikan sebagai “hidden debt”. Semua ULN yang masuk ke Indonesia tercatat dalam SULNI dan informasinya dapat diakses oleh publik. Tak ada yg disembunyikan atau sembunyi2
7) Terkait utang BUMN yg dijamin, utang ini dianggap kewajiban kontinjensi Pemerintah. Kewajiban kontinjensi tersebut tdk akan menjadi beban yg harus dibayarkan Pemerintah sepanjang mitigasi risiko default dijalankan. Ini yg terjadi saat ini:zero default atas jaminan Pemerintah.
8) Kewajiban kontinjensi memiliki batasan maksimal penjaminan oleh Pemerintah. Batas maksimal pemberian penjaminan baru terhadap proyek infrastruktur yang diusulkan memperoleh jaminan pada 2020 – 2024 sebesar 6% terhadap PDB 2024.
9) Dengan tata kelola seperti ini, mitigasi risiko dilakukan sedini mungkin dan tdk akan menjadi beban pemerintah, apalagi beban yg tak terbayarkan. Jadi sekali lagi, tak perlu dikhawatirkan sepanjang dikaitkan dg pemerintah. Mari terus semangat dan berkolaborasi untuk negeri.
10) Tentu saja Pemerintah mengapresiasi siapa pun yang punya concern pada tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk utang. Mohon terus didukung dan dikritisi. Banyak pelajaran dari negara lain bisa dipetik, kita tingkatkan kewaspadaan dan tetap optimis. Salam Indonesia!
Wartawan: charle
Comments are closed.