BERITAKALTIM.CO- Manajemen PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) melalui Corporate Secretary Farah Dewi menyampaikan klarifikasi atas kasus dugaan korupsi yang dilakukan Direktur PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) berinisial IR.
“Karena menyebut aliran dana sebesar Rp 70 miliar dari PT Pertamina Hulu Mahakam ke MGRM, maka PT Pertamina Hulu Mahakam perlu memberikan klarifikasi,” ujar Farah Dewi dalam rilis yang diterima beritakaltim.co, Sabtu (20/2/2021). PT PHI adalah induk perusahaan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM).
Kasus dugaan korupsi itu sedang bergulir ditangani Kejaksaan Tinggi Kaltim. Asisten Pidana Khusus Kejati Kaltim, Prihatin SH, mengekspos tersangka IR, setelah para penyidik itu menemukan bukti-bukti adanya pelanggaran hukum.
Jaksa menyelidiki penerimaan dana segar sebesar Rp70 miliar kepada perusahaan perseroan daerah (Perseroda) PT MGRM yang berkantor di Tenggarong Kutai Kartanegara itu. Semestinya sebesar Rp50 miliar dari uang itu digunakan untuk membangun tangki timbun di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Tetapi menurut jaksa, pembangunan tangki timbun tidak pernah ada.
Jaksa justru menemukan aliran dana tersebut kepada perusahaan lain yaitu PT Petro TNC International. Setelah ditelusuri perusahaan itu sahamnya milik tersangka IR sebesar 80 persen dan anaknya 20 persen.
PT Pertamina Hulu Indonesia menjelaskan, berdasarkan perjanjian, mitra PHM adalah PT Migas Mandiri Pratama Kutai Mahakam (MMPKM) sebagai Perusahaan Perseroan Daerah (PPD) yang akan mengelola PI (Participating Interest) sebesar 10 persen WK (Wilayah Kerja) Mahakam yang dulu lebih akrab dengan sebutan Blok Mahakam.
“Maka dana bagi hasil PI 10 persen WK Mahakam dibayarkan oleh PHM kepada MMPKM, sesuai dengan ketentuan Permen ESDM 37/2016 dan Perjanjian. PHM tidak pernah membayarkan dana bagi hasil PI 10 persen langsung kepada MGRM,” ujar Farah Dewi.
Dalam rilis itu PHI menjelaskan asal-usul bagaimana sejarah Participating Interest sebesar 10 persen itu terjadi. Menurut Farah, dimulai dari adanya Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen pada WK Minyak dan Gas Bumi dan Kontrak Bagi Hasil WK Mahakam.
“Penawaran Participating Interest 10 persen kepada BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) adalah kewajiban berdasarkan ketentuan itu,” ujarnya.
Permen ESDM 37/2016 menyebutkan, penunjukan BUMD sebagai penerima PI 10 persen merupakan kewenangan Gubernur. Dalam hal PI 10 persen WK Mahakam, Gubernur Kalimantan Timur telah menunjuk PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) sebagai pihak yang menerima PI 10 persen pada WK Mahakam, dimana kemudian MMPKT menunjuk PT Migas Mandiri Pratama Kutai Mahakam (MMPKM) sebagai Perusahaan Perseroan Daerah (PPD) yang akan mengelola PI 10 persen WK Mahakam.
Secara fakta hukum, pemegang saham PT MMPKM adalah PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) sebagai BUMD Provinsi Kalimantan Timur, dan PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) sebagai BUMD Kabupaten Kutai Kartanegara.
Berdasarkan penunjukan oleh Gubernur dan MMPKT tersebut, PHM kemudian menandatangani Perjanjian Pengalihan dan Pengelolaan PI 10 persen WK Mahakam dengan PT MMPKM pada Juli 2019 dan telah mendapatkan persetujuan Menteri ESDM pada September 2019 sesuai ketentuan yang berlaku.
“Secara hukum, PHM tidak memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengatur lebih lanjut aliran atau peruntukan dana bagi hasil PI 10 persen yang telah diterima MMPKM,” ujar Sarah Dewi, mengakhiri rilisnya. #
Wartawan: Charle
Comments are closed.