SAMARINDA,BERITAKALTIM.com -Pemerintah kota Samarinda terus serius dalam pembudidayaan kelinci di kota Samarinda. Jika dulu hanya binatang peliharaan atau hias, kini juga akan diarahkan untuk kelinci pedaging dalam artian bisa dikonsumsi sebagai makanan pengganti daging lainnya. Perternakanya pun terus dikembangkan, disusul pula kuliner-kulinernya.
TIDAK main-main, gebrakan diawal tahun ini, Pemkot Samarinda berinisiatif untuk mencanangkan Hari Kelinci atau Rabbit Day tahun 2015. Peringatan hari Kelinci yang perdana dilakukan di tengah-tengah keramaian bersamaan dengan aktifitas rutin mingguan di komplek stadion Madya Sempaja.
Antusias warga luar biasa, baik mereka yang sedang berolahraga, maupun ke tenda-tenda kuliner Stadion Sempaja. Dalam peringatan tahun 2015, selain pameran dan kontes, juga dibagikan secara gratis berbagai menu makanan olahan daging kelinci. Ada sate kelinci, bakso kelinci dan nugget kelinci.
“Mencintai kelinci, ujung-ujungnya bagaimana bisa memberikan pendapatan kepada masyarakat. Pemkot melakukan Hari Kelinci ini, supaya gaungnya lebih kuat dan resolusinya lebih luas. Akan sia-sia kita berusaha maksimal dalam pembudidayaannya, kalau sosialisasinya kurang,” ucap wakil wali kota Samarinda Nusyirwan Ismail dalam sambutannya.
Dalam pembudidayaan kelinci, lanjutnya sangat luas prospeknya. Apalagi, kelinci merupakan keluarga banyak (KB), dalam artian sekali melahirkan bisa sampai 9 ekor.
“Makan kelinci ini, tidak ada ancaman atau larangan seperti kita memakan telur penyu, dan dijamin 1.000 persen halal. Mari kita ubah paradigma dulu, kelinci hanya hewan peliharaan. Jadi sekarang, dimakan oke, dipelihara boleh, apalagi bulunya pun bernilai jual tinggi,” tutur Nusyirwan yang hadir bersama isteri Sri Lestari.
Dikatakannya, semua bagian dari kelinci ini memberikan manfaat. Selain dagingnya yang sehat dan murah, limbahnya pun bisa digunakan, termasuk kencing kelinci sebagai pupuk dengan harga jualnya Rp 25.000 per liter. “Bulunya pun bisa dijadikan dompet, dan asesoris lainnya dengan nilai jual tinggi mencapai Rp 10 juta,” terangnya semangat.
Tentunya, beda-beda jenis kelincinya. Untuk kelinci pedaging, kelinci hias/peliharaan maupun untuk bulu.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Samarinda Syamsul Bahri menegaskan pengembangan kelinci ini wajib. “Suka tidak suka, ini harus dilakukan untuk upaya ketahanan pangan. Kebutuhan daging sapi terus meningkat, harganya melambung tinggi. Apalagi, kalau musim pengantinan. Kelinci inilah alternatifnya dan mudah dikembangkan. Tinggal bagaimana warga, mau mengkonsumsi atau tidak. Yang jelas beda, antara kelinci pedaging dengan hias,” katanya.
Di Samarinda sendiri sudah terbentuk kelompok budidaya kelinci di Lok Bahu dan Palaran untuk menjawab ini, termasuk rumah makan kuliner kelinci. Tidak terkecuali depot kelinci Al Koetai di Balaikota yang baru-baru ini diresmikan wali kota Syaharie Jaang.
Camat Samarinda Utara Syamsu Alam menambahkan, di wilayahnya juga terdapat budidaya kelinci. “Kita di Samarinda Utara juga bertekad untuk menumbuhkan budidaya kelinci dan gemar makan kelinci. Saat ini sifatnya baru perorangan yang berternak kelinci, harapan kita bisa dibuat kelompok dan mendapat pembinaan intensif lagi,” harap Syamsu seraya menambahkan diikuti dengan kulinernya.(***/bersambung)
Teks Foto: Sate Daging Kelinci